Share

BAB 6 NGIDAM

Arya masih kesal dengan adiknya karena tidak mau memberitahu siapa ayah dari bayi yang sedang dikandungnya. Nadhira begitu rapat menyimpan nama laki-laki itu.

Seandainya Arya bisa mengorek keterangan dari teman-teman Nadhira, ia akan dengan senang hati melakukannya. Namun hal itu tidak mungkin ia lakukan karena itu sama saja dengan membuka aib keluarganya.

Kemarin malam sehari setelah terbongkarnya kehamilan Nadhira, Arya menyita handphone milik Nadhira. Ia berharap mendapatkan data tentang siapa sosok yang disembunyikan identitasnya oleh adiknya ini.

Namun seolah tahu apa yang akan dilakukannya, tidak ada data apa pun yang didapatnya. Sepertinya Nadhira telah menghapus semua kontak dan foto-foto yang ada.

Nadhira hanya bisa menangis saat semalam ia melihat kakaknya mengobrak abrik meja belajarnya dan mengeluarkan isi tas sekolahnya. Berharap menemukan sesuatu tentang Zaki. Malam setelah mama dan papanya mengetahui kebenaran yang amat pahit itu, Nadhira telah merelakan dan menghapus semua jejak Zaki dari gawainya.

Nadhira tidak ingin keluarganya tahu siapa ayah dari janin yang sedang dikandungnya. Cukup hanya Nadhira saja yang tahu. Karena meskipun mereka mengetahui siapa Zaki tak ada siapa pun yang akan dapat menemukan keberadaannya. Biarlah rahasia itu Nadhira simpan rapat seorang diri.

Arya menghentikan mobil di depan rumah makan padang, mereka turun dan menuju ke dalam. Nadhira memilih untuk tidak makan karena perutnya mendadak terasa mual. Ia langsung menuju ke dalam dan membiarkan mama dan kakaknya memilih makanan.

“Nad, kamu mau makan apa?” tanya Mama Nur.

“Nad nggak makan dulu ma, belum lapar. Nanti aja di rumah,” jawab Nadhira.

“Mau dibungkus?” tanya Mama Nur lagi.

“Nggak usah ma,” jawab Nadhira singkat.

“Kamu mau makan di sini atau dibungkus aja, Ar?” tanya Mama Nur pada putranya.

“Dibungkus aja ma. Kita makan di rumah aja. Sekalian buat papa,” jawab Arya.

Mama Nur dan Arya memilih menu yang akan dibungkus. Mendengar tidak jadi makan di sana, Nadhira memilih keluar dan menunggu di depan mobil.

Nadhira melihat ada penjual jus di sebelah rumah makan padang itu. Perlahan ia menuju ke kios jus buah tersebut dan memilih jus alpukat dengan toping coklat. Entah kenapa mendadak ia ingin sekali meminum jus buah itu.

Diam-diam Mama Nur memerhatikan Nadhira yang tengah menunggu penjual jus menyiapkan pesanannya. Sebelumnya Nadhira tidak pernah suka dengan buah alpukat karena teksturnya yang lembek dan rasanya yang menurutnya aneh, hambar gitu.

Namun sore itu Mama Nur melihat Nadhira yang antusias menunggu pesanan jus alpukatnya. Ada kepedihan mendalam yang tak terucapkan dalam raut wajah Mama Nur.

Putri kecilnya yang berharga yang telah ia besarkan degan penuh kasih sayang, kini akan menjadi seorang ibu dari anak yang tak berayah. Kilasan kenangan sejak Nadhira lahir seolah berkejaran dalam benak Mama Nur.

Siapakah laki-laki yang telah merenggut mahkota berharga milik putrinya? Mengapa tak nampak batang hidungnya? Apakah ia tidak tahu akibat apa yang dia timbulkan pada anak gadis orang lain? Mama Nur benar-benar tak habis pikir.

“Ma, mama.. Mama nggak papa?” tanya Arya sambil memegang pundak mamanya yag kedapatan sedang melamun.

“Nggak kok. Sudah semua pesanannya?” Mama Nur mengalihkan pembicaraan.

“Sudah ma. Nadhira mana ma?” tanya Arya lagi.

“Di sana, kita tunggu di mobil,” jawab mamanya sambil mengulurkan telunjuknya ke arah Nadhira.

“Tumben dia beli jus,” komentar Arya acuh.

“Kamu mau juga?” tanya Mama Nur.

“Nggak ma,” jawab Arya pendek.

Tak lama Nadhira kembali dan masuk ke dalam mobil.

“Maaf ma, nunggu lama ya? Nadhira tiba-tiba pengen jus. Mama mau?” kata Nadhira sambil menyodorkan gelas plastik berisi jus alpukat dan coklat.

“Buat kamu aja, Nad,” jawab mamanya.

“Kak Arya?” tawar Nadhira pada kakaknya.

“Nggak. Nggak doyan, buat kamu aja,” jawab Arya sambil mulai menyalakan mobil dan melaju ke jalan besar menuju rumah mereka.

“Apa kamu pengen makan makanan lain Nad? Ngidam mungkin?” tanya mama Nur tiba-tiba.

“Hmm.. Nggak ma. Nadhira cuman lagi pengen minum ini aja,” jawab Nadhira sambil mengangkat gelas berisi jus alpukat yang sedang diminumnya.

“Kalau kamu pengen makan apa-apa bilang saja,” perkatan mama Nur yang seolah disampaikan dengan acuh itu, membuat Nadhira tercekat.

Harapannya adalah mamanya mau memaafkan dirinya. Ia bersyukur hari ini mamanya mau mengajak dia berbicara, tidak seperti sebelumnya. Mama Nur hanya diam meski tetap menyiapkan makanan untuk Nadhira. Seulas senyum bahagia tergambar di bibir Nadhira.***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status