Share

102

Author: Ipak Munthe
last update Last Updated: 2025-09-05 01:00:49

Erin meletakkan ponselnya di meja, lalu menoleh pada Sofia yang masih tergeletak di lantai. Kedua tangan wanita itu terikat ke belakang, tubuhnya basah kuyup, wajahnya pucat.

Senyum tipis muncul di bibir Erin, terutama ketika ingat apa yang terjadi semalam.

"Wanita ini benar-benar kurang ajar," geramnya, nada suaranya bergetar menahan emosi. Masih terngiang di kepalanya bagaimana Sofia menatapnya tanpa takut, bahkan berani menuduhnya sebagai pembunuh Safira.

Ucapan lantang itu menusuk harga dirinya ketika mengetahui Bima mendengarnya, membuat Erin merasa harus menyingkirkan Sofia secepatnya.

Malam itu juga, Erin menghubungi beberapa orang suruhannya.

"Kalian berdua masuk, rusak dulu CCTV-nya," perintahnya singkat dan dingin. Sedangkan satpam sudah dia beri minuman dicampur dengan obat tidur.

Begitu semuanya siap, ia hanya perlu menunggu kesempatan. Dan kesempatan itu datang saat Sofia keluar kamar menuju kolam. Ia duduk di tepi air, tidak menyadari bahaya yang mengintai.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Comments (4)
goodnovel comment avatar
Ipak Munthe
kita lanjut malam ya Kak
goodnovel comment avatar
Susantri Kahitela
tetap rasa kurang walaupun baca 3 Bab KK Thor ......
goodnovel comment avatar
Ipak Munthe
siap Kak kita lanjutkan
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Janda Ceroboh dan Pengacara Dingin   112

    Lala masuk ke rumah dengan tubuh penuh lebam, pakaian kotor, dan wajah yang tampak sangat kelelahan. “Lala, kamu dari mana?” tanya Oma terkejut melihat cucunya dalam kondisi begitu mengenaskan. Namun, Lala tidak menjawab. Tatapan matanya langsung tertuju pada Erin—tajam, penuh kebencian. Sementara Erin hanya menatapnya sinis, bahkan memutar bola mata dengan jenuh. Dari lantai atas, Bima berjalan menuruni anak tangga. Beberapa langkah lagi ia akan menginjak lantai dasar ketika suara Lala menghentikan langkahnya. “Sofia… dibawa Mama,” ucap Lala tegas. Sekejap, suasana ruang tamu membeku. Semua orang terdiam, bahkan Bima. Ia berhenti di anak tangga terakhir, menoleh ke arah Lala dengan tatapan penuh tanya. Sebelum Lala sempat melanjutkan, Erin lebih dulu menyela dengan nada ketus. “Kamu ngomong apa, hah? Baru pulang entah dari mana, langsung ngomong ngaco. Kalau cuma mau bikin onar, mending pergi sekalian!” “Diam!” bentak Bima, suaranya tegas memotong ucapan Erin. Pandang

  • Janda Ceroboh dan Pengacara Dingin   111

    Sekujur tubuh Sofia bergetar hebat, ia mundur selangkah demi selangkah, punggungnya hampir menempel pada dinding. Sementara pria itu terus melangkah mendekat, sorot matanya penuh maksud yang membuat udara semakin mencekam. "Aku merasa pernah melihatmu… tapi di mana, ya?" gumamnya, mencoba mengingat. Namun sesaat kemudian ia menyeringai. "Ah, mungkin kau mirip dengan LC yang biasanya menemaniku," ucapnya sambil membuka satu per satu kancing kemejanya dengan santai. "Berhenti! Jangan lakukan itu… aku mohon!" suara Sofia bergetar, nyaris pecah oleh rasa takut. Pria itu malah tersenyum puas. "Kenapa harus berhenti? Bukankah kau juga akan merasakan nikmatnya?" katanya sambil melangkah semakin dekat, tangannya terulur penuh nafsu. Hanya tinggal satu langkah lagi, jarak di antara mereka hampir hilang. "Aku bilang berhenti!" pekik Sofia sambil mengangkat tangannya sebagai peringatan terakhir. Pria itu malah terkekeh, tatapannya kian liar. "Heh… kau memang cantik, dan sedi

  • Janda Ceroboh dan Pengacara Dingin   110

    Sofia masih terduduk di lantai, berusaha mencabut beling yang tertancap di telapak tangannya. Darah mengalir, perihnya membuat tubuhnya bergetar. Tiba-tiba pintu terbuka. Jantung Sofia berdegup kencang, mengira Aldi kembali. Tapi ternyata dua orang pelayan masuk. Pintu segera ditutup kembali, dijaga dua anak buah Aldi di luar. "Nona, biar kami bantu," ucap salah satu pelayan dengan suara pelan, mencoba mengangkat Sofia berdiri. Sementara pelayan lain cepat-cepat merapikan kamar, menyapu pecahan beling yang berserakan di lantai. "Nona, sekarang Anda harus mandi, lalu makan," ujar pelayan itu lembut. Sofia menggeleng cepat, matanya memohon. "Aku mau keluar dari sini!" serunya putus asa. "Itu tidak mungkin, Nona. Mari, saya bantu Anda membersihkan diri," bujuk pelayan itu lagi. "Aku nggak mau!" Sofia kembali memberontak, menolak keras. Tangannya yang terluka semakin sakit saat ia melawan. "Nona, Anda harus mandi," kali ini nada pelayan berubah memaksa. "Aku bilang tida

  • Janda Ceroboh dan Pengacara Dingin   109

    Aldi menyeringai licik sambil melepaskan kancing kemejanya satu per satu. Kemudian ia melepas kemeja itu dan perlahan merangkak naik ke atas ranjang. "Aldi, jangan kurang ajar!" pekik Sofia sambil bergerak turun. Bahkan ia sampai terjatuh karena terlalu panik. Sofia bangkit cepat dan berlari ke arah pintu, berulang kali memutar gagangnya dengan harapan bisa keluar. Sementara itu, Aldi kini berbaring miring di ranjang dengan santai sambil menatapnya. "Sofia, kemarilah. Kita ulangi percintaan kita yang dulu," katanya. "Gila kamu! Aku sudah punya suami!" balas Sofia. "Memangnya suami pura-puramu itu sehebat apa di ranjang?" ejek Aldi. Kemudian ia turun dari ranjang dan berjalan santai mendekati Sofia. Aldi langsung memeluknya dari belakang tanpa ragu, menyingkirkan rambut Sofia, lalu mengecup tengkuk bagian belakangnya. "Aldi!" pekik Sofia penuh kebencian. Aldi hanya terkekeh, sementara tangannya mulai menjalar liar. "Jangan kurang ajar!" Sofia pun mendorongnya sekuat

  • Janda Ceroboh dan Pengacara Dingin   108

    Rambut Sofia berantakan, tubuhnya tak kalah kacau, tapi yang paling hancur adalah perasaannya. Ia sudah berulang kali mencari jalan untuk melarikan diri, namun sia-sia. Jendela terhalang jeruji besi, dan pintu tetap terkunci rapat. Putus asa mulai merayap, tapi dalam kegundahan itu, ia tetap berdoa dalam hati. Hingga akhirnya pintu terbuka—Aldi kembali. Ia mendapati Sofia duduk di sudut kamar, memeluk lutut dengan tubuh gemetar. Aldi masuk dengan langkah santai, seolah tak ada yang salah. “Sofia, kenapa kamu belum mandi? Bahkan tak makan?” katanya ringan sambil berdiri di hadapannya. “Lepaskan aku!” balas Sofia ketus, suaranya parau. Aldi hanya tersenyum, lalu berjongkok agar sejajar dengannya. “Sayang… kenapa sekarang kamu jadi seperti ini? Bukankah dulu kita pernah saling berbagi ranjang?” ucapnya, mencoba menggugah ingatan masa lalu. Tatapan Sofia menusuknya, penuh amarah dan kebencian. “Hei, kenapa menatapku seperti itu?” Aldi tersenyum miring. Sofia akhirnya membu

  • Janda Ceroboh dan Pengacara Dingin   107

    “Pa… jangan-jangan Bima yang membuat rekaman itu. Pa, ini tidak benar. Papa tahu sendiri, dia sangat membenci Mama,” ucap Erin dengan nada penuh kepanikan, berusaha meyakinkan Erlangga. Erlangga terdiam. Tatapannya kosong, seolah tengah bergulat dengan pikirannya sendiri. “Pa, percaya sama Mama ya…” Erin kembali memohon, kali ini dengan suara bergetar, air mata masih membasahi pipinya. Namun Erlangga hanya menghela napas berat, lalu memilih berdiri dan pergi tanpa sepatah kata. “Pa!” Erin segera menyusul, langkahnya tergesa. Ia tidak rela sang suami menjauh dengan amarah di dadanya. Bagaimanapun caranya, ia harus membuat Erlangga kembali percaya—meski dengan rayuan maut sekalipun. *** Keesokan harinya... Sofia perlahan membuka matanya. Pandangannya masih buram, namun seiring waktu ia mulai mengenali sekeliling. Potongan ingatan semalam menyeruak, membuat dadanya berdegup kencang. Dengan panik, ia segera bangkit duduk. Meskipun kepalanya masih terasa pusing akibat obat

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status