Beranda / Romansa / Janda Milik Sang Aktor / 03. Dimintai Pertanggungjawaban

Share

03. Dimintai Pertanggungjawaban

Penulis: Hannfirda
last update Terakhir Diperbarui: 2023-11-14 19:49:56

Tara mengembuskan napas lelah. Akhirnya acara penutupan yang berisikan serangkaian kalimat terimakasih telah usai. Cell yang sedari tadi duduk di sampingnya sudah menguap, ingin kembali ke kamarnya. Namun mereka belum bisa benar-benar pergi sebelum berfoto bersama. Seperti manusia tanpa nyawa, keduanya berjalan lemas ke depan podium seperti yang lain.

"Akhirnya selesai," gumam Cell yang diangguki oleh Tara.

Keduanya keluar dari ballroom paling belakang, mengingat yang lain sedang keluar dengan heboh, sebab diberi waktu luang berjalan-jalan sampai malam ini saja. Tara memandang gerombolan tersebut dengan malas. Seharusnya dia ikut, tetapi suasana hatinya sedang tidak baik.

"Tar, ternyata mukamu juga nggak kalah kusut dariku." Cetus Cell. "Gimana perkembangan hubunganmu sama laki-laki yang namanya Yohan itu?"

Tara termenung selama beberapa saat. "Udah berakhir, Cell. Ternyata, dia terobsesi sama sahabatku, tapi saking bodohnya malah memilih buat mengakhiri dirinya gara-gara tau sahabatku hamil dan nggak mau melihat kebahagiaan yang ada saat anak itu tumbuh."

Cell terperangah. "Bisa kayak gitu? Astaga, kenapa percintaanmu sejak cerai nggak ada yang bener sih, Tar? Aku turut prihatin."

"Turut prihatin, tapi kenapa kamu malah meringis kayak gitu?" Tara mendecih. "Udahlah, lagian aku juga nggak terlalu nyambung sama dia, ya kayaknya memang disengaja sih. Dia nggak mau membuka diri sama aku, dan kupikir; oh, bukan laki-laki yang cocok buatku."

"Terus, laki-laki yang cocok buatmu kayak gimana?"

"Kayak Mingyu Seventeen."

"Aduh! Jangan menghalu deh, Tara! Udah diawali sambutan dari pimpinan tadi, jangan kamu juga menambah kepusinganku!"

Tara terkikik geli, sementara keduanya melangkah keluar ballroom.

"Hush! Suit! Suit!"

Baik Tara maupun Cell terperanjat. Suara itu berasal dari sisi barat ballroom yang menuju ke lorong lain. Betapa terkejutnya Tara saat mendapati pemuda yang sangat dihindari malah memberhentikan dirinya, di antara banyak orang pula. Tara membulatkan mata, mengedar pandang untuk memastikan jika tak ada yang melihat keberadaan Noah saat ini.

Noah melayangkan tatapan tajam. Ditilik dari ekspresi yang memayungi wajah pemuda tampan itu, sepertinya Noah baru saja mengalami sesuatu yang menyulut kekesalan. Tara menelan ludahnya susah payah. Seharusnya dia tidak perlu takut kan? Tapi kenapa seolah dia ingin melarikan diri dari jangkauan pemuda itu sekarang juga?

"Mbak Tara? Bisa minta waktunya sebentar?"

Tara memejamkan mata sejenak. Gawat! Noah sudah mengetahui namanya, dan itu bukan pertanda bagus. Dia tak ingin berurusan dengan Noah. Semoga saja pemuda itu hanya akan berbicara sekilas dan meminta maaf mengenai insiden salah kamar yang terjadi pagi tadi.

Cell menatap keduanya dengan dahi berkerut. Tak bisa ditampik, dia cukup penasaran. Serta dari yang Cell ketahui, selama ini pekerjaan Tara tak pernah bersinggungan dengan aktor maupun aktris dari Hacer.

"Eh, mau ke mana, Tara?" cegah Cell, yang sebenarnya ingin sekali diajak.

"Duh! Nanti aku jelaskan deh, Cell. Tapi mohon maaf, untuk sekarang aku harus ngomong sama bocil ini dulu." Gumam Tara setengah berbisik, tapi Noah mendengarnya.

"Saya bukan bocil, Mbak Tara!"

"Terserahlah! Ayo cepetan! Mau minta waktu saya buat apa? Buat bicara masalah tadi pagi?" Tara menarik lengan Noah hingga ke sudut lain lorong yang menuju lift. Tetapi setelah berhenti, justru giliran Noah yang menarik tangannya. "Eh? Kenapa tarik tangan saya segala? Mau ke mana ini?"

Noah menekan tombol 7, lantas menoleh dengan emosi yang masih menguasai. "Ke kamarnya Mbak Tara."

"Ha? Buat apa?"

"Lebih baik dibicarakan di sana! Soalnya, ada Pak Heru di lantai tempat kamar saya berada."

Tara mengatupkan bibirnya. Entah apa yang akan dibicarakan oleh Noah. Demi kenyamanan bersama, untuk saat ini dia hanya bisa menurut. Begitu tiba di lantai 7, sesegera saja wanita itu membuka kamarnya. Keduanya masuk, dengan Noah yang sempat memastikan keadaan sekitar.

"Jadi, ada apa? Bukannya malah gawat ya kalau ke sini? Foto yang kesebar tadi pagi aja kan latarnya di sini." Sahut Tara, tidak mau berlama-lama bersama dengan Noah.

Noah menutup pintu rapat-rapat. Sesaat, pemuda itu tertunduk. Tara menanti dalam diam, mengerjapkan matanya berulangkali saat menyadari Noah tak bergerak sedikit pun.

"Ini a—WEHHH MAU NGAPAIN?!!"

Tiba-tiba saja, Noah merangsek maju. Mendekatkan wajahnya dengan wajah Tara. Lantaran tak ingin terlalu dekat, Tara terus mundur sehingga punggungnya bertemu dengan dinding. Tara membulatkan mata tak percaya. Mau apa aktor muda yang banyak gaya ini?

"Tanggung jawab!"

Rahang Noah mengeras. Tara tak memahaminya, wanita itu mengernyit meskipun masih dalam posisi yang terlampau dekat. Jika ada sesuatu yang menyenggolnya, bisa dipastikan Tara akan jatuh ke pelukan Noah—duh! Jangan sampai!

"Tanggung jawab apa? Dalam hal apa?" bingung wanita itu.

Noah mengepalkan tangannya. Meninju udara di sekelilingnya sementara Tara masih tak mengerti maksud dari seruan Noah tadi. Baru saja hendak bertanya lagi, Noah menarik Tara. Menjatuhkan tubuh wanita itu di atas ranjang hotel.

"Eh? Ini ada apa sih? Kamu mau apa, Noah?!"

Noah bersedekap, menatap nyalang. "Lakukan!"

"Lakukan apa?! Saya bukan peramal, Noah! Saya mana tau apa kemauan kamu kalau nggak bilang apa-apa ke saya?" teriak Tara frustasi.

Mendengus kesal, Noah melepas ritsleting celana jeans-nya. Tara membelalak. "Lho! Kamu mau apa?!"

"Berdirikan!"

"Apanya? Kamu sudah berdiri gitu kok!"

Noah menggelengkan kepala. "Bukan saya, tapi masa depan saya yang sudah kamu hancurkan pagi ini."

Butuh beberapa detik bagi Tara untuk mencerna perkataan Noah. Namun tidak kurang dari dua menit, Tara menutup mulutnya yang terbuka lebar dengan sepasang mata bulatnya tertuju pada pusat tubuh Noah.

"Eh?" Tara cepat-cepat membuang muka. Jadi, yang diperintahkan Noah untuk diberdirikan itu bukan Noah, tapi 'aset' berharga pemuda itu?

"Kenapa kamu malah nyuruh saya? Saya bukan wanita panggilan ya, Noah! Kalau kamu mau minta 'diberdirikan', sebagai pertanggungjawaban, saya akan memanggilkan wanita panggilan. Saya akan cari yang sesuai selera kamu." Gumam Tara tanpa melihat ke arah lawan bicaranya.

"Kamu pikir saya ke sini karena saya belum mencobanya?" celetukan Noah mengundang simpati yang tak dapat Tara jabarkan. Melihat iba yang menghinggapi wajah Tara, Noah malah bertambah kesal. "Pokoknya kamu harus tanggungjawab! Kamu yang mengakibatkan 'tongkat' saya jadi seperti ini. Kamu harus membuatnya berdiri seperti sedia kala!"

"Astaga! Kan saya sudah bilang, saya bakalan mencarikan wanita panggilan untuk melakukan tugas yang satu itu, Noah! Saya mana bisa!"

"Bisa!"

"Lho! Kok maksa?!"

Noah memajukan tubuhnya secepat kilat, dan tau-tau saja sudah berada di atas Tara. Tara berusaha memberontak. Tetapi biarpun dia lebih tua dari Noah, tenaganya tidak sama besar.

"Kamu bisa!"

"Saya nggak bisa!" Elak Tara.

Noah menampilkan seringai menyebalkan yang sangat dibenci oleh Tara hanya dengan melihat akting pemuda itu di televisi. Ternyata jika dilihat secara langsung begini, wajah Noah makin menyebalkan.

"Noah! Jangan bertindak bo—"

Tara membeku. Dia merasakan sesuatu sedang menusuk pusat tubuhnya di bawah sana. Ketika dilihat, wanita itu refleks menjerit.

"AAAA!!! ITU KENAPA BERDIRI DI SINI???!!!"

•••••

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Janda Milik Sang Aktor   102. Keluarga Kita - Tamat

    Beberapa tahun kemudian;"Pancake buatan Mama, enak?""Enak, Ma!""Sedapnyeee~""Enak dong, Sayang!""Sayang?""Eh?"Noah menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Akibat salah memanggil, sekarang pria itu mendapatkan tatapan maut dari sang istri lalu tatapan penasaran dari si kembar. Berdeham, Noah menatap kedua anaknya secara bergantian."Lupakan ya? Papa nggak tau Papa bilang apa barusan. Jadi, pancake buatannya Mama enak kan?" Si kembar menggangguk, lantas Noah melemparkan cengirannya pada Tara. "Enak, Ma. Kata Alva dan Vira, enak kok! Iya kan?"Tara menggeleng-gelengkan kepala, tetapi seutas senyum terbit pada wajah cantiknya. Waktu bergulir begitu cepat. Noah dan Tara yang terlihat baru menjadi orang tua, kini telah mendapati si kembar berada pada jenjang Taman Kanak-kanak.Selepas menghabiskan sarapan, si kembar diantar ke TK oleh baby sitter. Dikarenakan Noah dan Tara harus mengurus beberapa hal, maka dari itu hari ini tidak bisa pergi bersama anak-anak mereka. Tara sudah kembali

  • Janda Milik Sang Aktor   101. Badai Pernikahan (2)

    Tara mengabaikan makan malam yang telah dipersiapkan oleh pembantu barunya. Wanita itu tengah memandang rintik hujan melalui jendela kamar. Seperti tak mempunyai semangat hidup, Tara hanya bergerak saat Alvaro atau Alvira terbangun. Selebihnya, dia akan diam saja. Melamun bagaikan sesosok mayat hidup.Hingga malam harinya, Tara terlelap dengan sendiri selepas menidurkan si kembar. Kala itu pula, Noah memberanikan diri untuk menilik tiga manusia yang sangat disayanginya itu. Melihat Tara tidur dengan mata membengkak, mampu mengiris Noah tanpa tedeng aling-aling. Menyakitkan sekali melihat wanita yang disayanginya menangis karena ulanya sendiri—keteledoran yang bisa berakibat buruk bagi masa depan keluarga kecilnya bila tidak segera diselesaikan secepat mungkin.Setelah seharian berkomunikasi dengan Padre dan seseorang yang menjadi dalang dari kesalahpahaman meresahkan ini, baru detik ini Noah menampakkan dirinya di hadapan sang istri. Kedua anaknya pun tampak menggemaskan. Mereka terti

  • Janda Milik Sang Aktor   100. Badai Pernikahan (1)

    Dari luar, pasangan Noah dan Tara terlihat harmonis dan baik-baik saja. Tetapi dalam setiap rumah tangga, selalu ada yang namanya huru-hara. Rintangan entah kecil maupun besar, keduanya pasti menyambangi tiap bahtera rumah tangga yang berlayar.Pada tahun pertama rumah tangga pasangan tersebut, mereka mendapatkan rintangan terbaru. Didukung oleh lelahnya fisik setelah seharian menjaga si kembar, kemudian kali itu Noah tidak bisa memberikan sedikit sanggahan."Maaf ya, Sayang? Aku sudah menyuruh Mbak Maryam untuk menemani selama dua puluh empat jam kok! Setelah semua urusan selesai, aku bakalan langsung pulang ke pelukanmu." Tutur Noah dengan berat hati.Dikarenakan perkara bisnis yang tak bisa sembarangan ditinggalkan, Noah harus pergi bersama Federick ke luar kota lagi. Tara tidak bisa bermanja-manja dengan berkata bahwa dia enggan membiarkan Noah pergi. Pada kenyataannya, selama ini Noah tak pernah absen dalam menemaninya. Sekarang, dia tak berhak untuk terlalu mengekang pria muda i

  • Janda Milik Sang Aktor   99. Kehidupan Baru

    Menjadi orang tua baru dari sepasang anak kembar tidaklah mudah. Baik Noah maupun Tara kekurangan tidur. Bahkan Noah harus mengurus beberapa pekerjaan dari rumah, lantaran dia tidak mau terlalu meninggalkan sang istri. Federick dan Elisabeth sudah menyarankan untuk menyewa baby sitter, tetapi pasangan tersebut menolak dengan alasan ingin memberi perhatian penuh selagi masih kecil. Mereka akan menyewa baby sitter saat si kembar sudah bisa berjalan, membantu Tara dalam kesehariannya."Sayang?" Noah menyembulkan kepala dari daun pintu."Ssstt! Mereka baru tidur, Sayang."Noah mengangguk, lantas berjalan mengendap-ngendap memasuki kamar. Mereka sudah berada di rumah sendiri, tapi keluarga besar betah mondar-mandir untuk menilik Alvaro dan Alvira. Meletakkan ponsel di atas nakas, Noah mendekati Tara yang berada di sisi lain ranjang. Pria muda itu memeluk Tara, yang kemudian dibalas dengan dengusan lelah pula. "Kamu hebat, Sayang. Kamu mau apa? Mau dipijit? Mau aku belikan sesuatu? Maaf ya

  • Janda Milik Sang Aktor   98. Lahirnya Si Kembar

    Tara tidak bisa ke mana-mana. Kenyataan itu membuatnya hanya mampu bergerak pada satu teritori saja; kediaman utama Alejandro. Sebetulnya dia ingin pulang ke rumah sendiri, tetapi mertuanya menolak dengan alasan tidak dapat membantu atau mengawasi Tara setiap saat.Bersama dua pengawal yang masih setia melindungi, seharusnya tidak masalah. Namun Elisabeth tak mau Tara kesusahan dalam keadaan hamil besar. Tara sendiri memang masih belum terbiasa atas perhatian berlimpah yang didapat dari keluarga mertuanya. Bahkan kehamilan yang dialami sampai detik ini pun setara mimpi indah baginya."Sayang! Ayo sini makan buah!"Pintu kamar menjeblak kencang, memperlihatkan sang suami yang membawa piring berisikan buah-buahan. Kalau dihitung, terdapat sekiranya lima buah yang sudah diiris. Tanpa sadar Tara menahan napas, takjub akan betapa banyak buah-buahan segar yang selalu tersedia di kediaman utama Alejandro ini.Menempatkan diri di samping Tara, Noah langsung menyuapi irisan buah kiwi yang tamp

  • Janda Milik Sang Aktor   97. Kisah Cinta Sampingan

    Selepas kehamilan Tara yang membutuhkan perhatian lebih besar, Cell sering menghabiskan waktu di studionya tanpa mau keluar untuk sekadar ke kafetaria. Entahlah, dia jadi tidak bersemangat. Satu-satunya teman yang kerap mendampingi di segala situasi sedang membutuhkan istirahat tambahan, sehingga Cell mulai kesepian.Benar, dia tidak punya teman lain di Hacer selain Tara. Maka dari itu, saat ini dia tak peduli bila harus dikata sebagai penggila kerja. Mau mencari udara segar pun, dia akan tetap bertemankan kesendirian. Namun siang itu, tiba-tiba saja seseorang mengetuk pintunya dan menyembulkan sekantung plastik besar makanan."Oh? Tara?""Bukan!""Eh?" Cell mengerjap-ngerjapkan mata. Dahinya berkerut heran, tak menduga akan kedatangan seseorang yang lama tak bersua. "Radu? Ngapain ke sini? Katanya Tara, Noah lagi dinas di luar kota kan? Memangnya kamu nggak ikut Noah?""Enggak dong! Kan aku bukan pembantunya. Dulu aku memang mengikuti dia ke mana-mana karena memang itu tugasku sebaga

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status