Share

05. Mau Makan Kamu

"Apa-apaan?!"

Seolah tak kasat mata, Radu dan Tara tak menggubris keberadaan Noah sama sekali. Justru keduanya sibuk bercakap-cakap, mengabaikan Noah yang berdiri terkejut di tempatnya. Setelah mengucapkan terima kasih untuk yang ketiga kali pada Radu, Tara melirik Noah. Tatapan wanita itu jelas merupakan sebuah tatapan permusuhan.

Noah bergeming. Kenapa jadi dirinya yang takut ditatap seperti itu oleh Tara? Tak lama setelahnya, pintu kamar Tara tertutup. Kini menyisakan Radu yang senyam-senyum sendiri sambil menggaruk kepalanya, dan Noah yang melayangkan sebuah tanda tanya.

"Bang? Kamu kenal sama dia? Si Tara?" tanya Noah menyelidik.

Radu menoleh sekilas, mengendikkan bahu sekadarnya seakan menjawab Noah tidak memberinya keuntungan apa pun. Mungkin pemuda itu adalah aktor yang berada dalam pegangannya, namun Radu tak memiliki kewajiban untuk melapor terkait siapa saja yang dikenalinya.

"Bang? Gimana bisa kamu kenal sama Tara? Omong-omong, aku mau tanya sesuatu soal wanita itu, Abang bersedia menjawab?"

Mendapat pertanyaan semacam itu, fokus Radu pun teralihkan. "Ngapain kamu bertanya soal Tara? Jangan ganggu dia, Noah! Dia bukan salah satu penggemarmu, dia cuma mau hidup normal dan bekerja sesuai keinginannya."

"Astaga, Bang." Noah menepuk keningnya. "Jadi kamu benar-benar kenal dekat sama Tara? Tapi kenapa cuma ngasih tau namanya aja? Nggak sekalian sama biodata lengkapnya?"

Radu berjengit heran. "Maumu apa sih, Noah? Kenapa mendadak jadi bahas Tara begini? Urusanmu sama wanita panggilan tadi udah selesai kan? Kalau begitu, Abang mohon, cepatlah kembali ke kamar dan beristirahat sampai besok pagi. Untuk malam ini, nggak menerima kekacauan sama sekali, oke!"

"Bang!" Seru Noah setengah kesal. "Bang Radu sepertinya harus tau apa yang sebenarnya aku alami semalam."

Dahi Radu berkerut bingung. Tumben pemuda berandal yang satu itu mau memberitahukan sesuatu. Merasa keduanya harus berbicara di ruangan yang lebih tertutup, Radu pun mengikuti Noah menuju kamarnya di lantai 9. Begitu tiba di sana, Noah mengucapkan sesuatu yang membuat Radu terkejut bukan main.

"Bang, foto yang tersebar sama paparazzi pagi tadi itu adalah fotoku yang keluar dari kamarnya Tara. Dan yap—semalam aku salah kamar, kamar yang aku tiduri adalah kamarnya Tara."

Radu mendekat secepat kilat, lantas mencengkeram kerah kaus Noah. "Bicara apa kamu?! Jangan mengada-ngada ya, Noah!"

"Bang, apa aku kelihatan sebercanda itu di matanya Bang Radu?" timpal Noah dengan raut bersungguh-sungguh yang mampu Radu kenali. Perlahan-lahan, cengkeraman Radu mengendur. Laki-laki itu sedang mencerna, bagaimana bisa Noah menyasar ke kamar Tara semalam.

"Bagaimana bisa, Noah? Apa yang sebenarnya kamu lakukan sampai kamu bisa ada di kamarnya semalam?" tanya Radu.

"Ya mana aku tau, Bang! Malah nih ya, tau apa yang udah dilakukan sama Tara pagi tadi? Dia nendang aset berhargaku, Bang. Efeknya, tongkatku nggak bisa berdiri sama sekali, padahal wanita panggilan tadi bener-bener tipeku dan seksinya kebangetan. Astaga! Itu gara-gara Tara yang seenaknya nendang aku!"

Radu melongo. Manik matanya bergulir pelan menuju pusat tubuh Noah. Ditatap begitu, Noah jadi malu sendiri. "Bang, kalau ngelihat ya jangan sampai segitunyalah!"

Cepat-cepat menggeleng, Radu berdeham. "Ma-maaf. Habisnya, aku nggak percaya kalau aset yang kamu bangga-banggakan itu malah kena gangguan kayak gitu. Apa sih namanya? Malfungsi—ya itu!"

"Astaga, Bang! Jangan diperjelas dong!" Gerutu Noah. "Intinya, aku mau minta pertanggungjawaban sama wanita yang namanya Tara itu."

Radu melotot. "Ha? Tanggungjawab gimana? Kenapa dia harus bertanggungjawab? Kan yang salah kamu, karena masuk kamarnya sembarangan. Kamu marah gara-gara anumu ditendang? Ya itu kan salah kamu, Noah! Kenapa malah bawa-bawa Tara segala?"

Noah mendengus kesal. Pemuda itu menarik napas sebentar sebelum menjelaskan teorinya perkara salah kamar semalam. Mendengarnya, Radu mulai memikirkan kemungkinan lain. Masalahnya, tidak mungkin Tara yang dikenalnya hendak menjebak Noah. Kenal saja tidak, buat apa menjebak sesuatu yang tak membuahkan hasil menguntungkan.

"Noah, sepertinya urusan ini mulai serius deh." Kata Radu. "Ada seseorang yang mau menjebak kamu dan Tara. Entah siapa itu, yang pasti orang dalam, salah satu staf Hacer."

Noah mengendikkan bahu acuh tak acuh. "Kalau teorimu begitu ya sudahlah, Bang. Yang jelas, aku nggak percaya sama wanita itu. Oh! Terus tadi Bang Radu ngapain itu? Ngasih dia bolu? Bang? Kamu naksir sama Tara?"

"Bu-bukan naksir, Noah." Gugup Radu.

Noah tak percaya.

"Itu titipan dari temannya yang ada di bagian penata rias. Kebetulan tadi ketemu di bawah dan minta bantuanku buat mengantarkan bolu itu karena si penata rias itu dapat panggilan mendadak." Kilah Radu, yang masih terlihat mencurigakan di mata Noah.

"Terserahlah, Bang. Pokoknya, aku akan terus menyerbu wanita itu sampai mau bertanggungjawab!" Cetus Noah penuh penekanan. Tak ada sedikit pun keraguan dalam nada bicara pemuda itu.

Radu hendak melayangkan protes, namun ditahan oleh Noah yang kembali menggerutu soal masa depannya yang terganggu. Merasa tak ada kesempatan untuk mengutarakan suaranya, Radu pamit keluar. Biarlah Noah menyerocos di dalam kamarnya sampai berbusa. Lagi pula, Radu yakin bahwasanya bocah tengil itu tak cukup berani untuk berhadapan dengan Tara.

"Suka-suka dia ajalah!"

•••••

[ Udah meluncur ke kamarmu, Bro! Have fun yaa! ]

Noah bersenandung ria setelah membaca pesan dari salah satu rekan sesama aktor yang memiliki hobi sama dengannya. Persetan dengan peringatan yang dilayangkan Radu, yang penting dia tetap berada di kamarnya kan? Tidak keluar ke mana-mana. Maka dia tak melanggar janjinya untuk keluar hotel sampai kepulangannya besok.

Tak lama kemudian, pintu kamarnya diketuk bersamaan dengan kode yang telah diberikan. Noah sudah melepas kausnya, menyambut kedatangan wanita panggilan yang dinanti-nanti sedari tadi. Sesuai harapan, wanita yang baru saja datang itu lebih seksi dari yang dipilihkan Radu siang tadi.

Wanita itu memperkenalkan dirinya sebagai Barbie. Noah terkekeh geli, meraih pinggang Barbie dan membisikkan sesuatu dengan sensual. "Barbie? Menurutku, kamu lebih seksi dari boneka mainan itu, Darling."

Barbie menghadiahi ciuman atas ucapan Noah barusan. Keduanya berpangutan dengan tangan yang mulai menelusuri tubuh lawan main masing-masing. Akan tetapi, Barbie menghentikan permainannya ketika menyadari setitik kejanggalan dalam tahap yang ditempuhnya ini.

"Apakah aku kurang lihai? Kenapa punyamu nggak menegang sama sekali?"

Hati Noah mencelus nyeri. Menunduk, dan benar saja—pemuda itu tak merasakan kepunyaannya menegang atau paling tidak menyapa Barbie. "Ck! Sial!"

Secara tiba-tiba, Barbie merapikan pakaiannya. "Kamu impoten? Astaga, kenapa nggak bilang? Aku nggak terima pelanggan yang cacat kayak gitu."

Tersinggung, Noah menyudutkan Barbie ke dinding dengan tatapan nyalang. "Bilang apa kamu barusan? Jangan sembarangan ya?!"

"Ma-maaf," Barbie membuang muka, memejamkan matanya. Lantaran geram luar biasa, Noah beranjak keluar mendului wanita panggilannya itu. Bodo amat perkara adakah paparazzi atau tidak, dia akan meluncur ke lantai 7 sekarang ini.

Sampai di depan kamar 707, Noah mengetuk pintu tersebut seperti orang kesetanan, sehingga si pemilik lekas keluar dan membuka pintu.

"Sia—LHO! BOCIL NGAPAIN KE SINII???!!!!"

Baru saja membuka pintu, mendadak Tara disuguhi Noah yang bertelanjang dada dengan amarah yang memuncak. Lalu pemuda itu mengarahkannya hingga berbaring di atas ranjang seperti tadi siang.

"Sial! Mau apa lagi ke sini?" Tara tak mau dirinya dilecehkan lagi. Maka usaha wanita itu bertambah dua kali lipat dari sebelumnya. "Saya nggak akan ragu untuk melaporkan kamu ke Pak Heru sekarang ini."

"Oh ya? Coba saja kalau bisa!"

"Minggir, Noah! Mau apa kamu?"

"Saya—" Noah menatap Tara selayaknya binatang buas yang siap menerkam. "—mau makan kamu."

Dan di luar dugaan, kejantannya menyapa Tara detik itu juga.

•••••

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status