"Eh?"
Noah terpaku. Aset berharganya benar-benar berfungsi hanya terhadap Tara saja. Entah dia harus bersyukur atau tidak, namun pemuda itu mulai menyadari sesuatu. Dipandanginya Tara yang mematung, membeliak di bawah kungkungannya.Selama beberapa detik, Noah memandangi sepasang iris kelam Tara yang berhasil menerjunkannya pada palung terdalam. Apa ini? Noah bertanya pada dirinya sendiri, sementara dia masih betah mengamati wajah cantik Tara yang baru disadari.Dalam kesempatan tersebut, Tara langsung membenturkan kepalanya ke kepala Noah. Noah berteriak kesakitan, merasakan adanya bintang-bintang yang memutari kepalanya bagaikan ibu peri. Selagi menjauh, Tara langsung menyambar cutter yang entah didapat dari mana."Mau apa tadi? Makan? Iya? Sini! Biar tubuhmu saya mutilasi, saya kasihkan makan ikan. Sekalian saja, aset berharga yang kamu bangga-banggakan itu saya jadikan makanan tikus di rumah." Ancam Tara, lebih mengerikan ketimbang ancaman pada percobaan sebelumnya.Mendengar ancaman Tara, Noah meringis. Sudah tongkat kesayangannya sedang tidak baik-baik saja, malah mau dijadikan makanan tikus. Noah mendongak, memicingkan mata sembari menghalau kepalanya yang masih berdenyut pelan."Terserah kamu mau mengancam saya seperti apa, Tara. Tapi kamu tetap harus bertanggungjawab! Bagaimana bisa saya 'berdiri' saat hanya denganmu saja?" Noah memiringkan kepala, memberikan tatapan menyebalkan yang membuat Tara ingin sekali melempar sesuatu ke wajah tampan pemuda itu."Apa jangan-jangan kamu menjampi-jampi saya, Tara?"Tara membeliak. "Buat apa, heh?! Pekerjaan saya sudah banyak, kenapa saya harus melakukan sesuatu yang nggak berguna seperti itu?!"Noah tersinggung. Sepertinya wanita muda itu sangat tak menyukai gagasan bahwa aset berharga Noah hanya mampu berfungsi padanya saja. Tara terlihat jengah, tak mau menerima kenyataan baru yang luar biasa konyol ini. Yah, Noah sendiri sebenarnya mau menangis. Kenapa dari sekian banyaknya wanita di muka bumi ini, mengapa dia harus berhadapan dengan salah satu staf yang bekerja di agensi yang sama?Kenapa bukan wanita lain yang mempunyai tubuh menarik pula?Sebab lihatlah! Wanita yang kini mengacungkan cutter ke arahnya itu mengenakan pakaian kebesaran. Belum lagi perpaduan warnanya cukup nyentrik, meskipun kemarin wanita itu mengenakan mode tone-to-tone yang membuat adem. Sekarang penampilan wanita itu malah melempem.Noah heran, kenapa keperkasaannya malah memilih wanita sesederhana ini untuk memunculkan sinyalnya? Selera Noah jelas bukan yang seperti Tara."Ngapain lihat-lihat hah?! Keluar sana! Keluar atau saya lukai kamu!" Tara mendekat dua langkah.Noah mengulum bibir bawahnya. Wanita muda itu tampaknya tidak sedang bercanda. "Begini, Tara. Saya nggak akan keluar sampai kamu setuju untuk bekerja dengan saya.""Astaga! Saya sudah mempunyai pekerjaan sendiri yang lebih makmur dan terjamin, Tuan Muda Noah Alejandro!"Pemuda itu terhenyak, terdiam beberapa saat. "Hei?" Noah mendekat, menepikan cutter yang ditodongkan oleh wanita itu padanya. "Coba bilang lagi! Bagaimana cara kamu memanggil saya, Tara?""Tuan Muda?""Bukan! Nama lengkap saya.""Noah Alejandro?"Noah terperangah. Entah mengapa, cara Tara menyebut nama lengkapnya sangat memikat dan terasa spesial. Selama ini, hanya segelintir orang yang mengetahui bagaimana caranya memanggil marga keluarganya dengan benar. Alejandro seharusnya dibaca sebagai 'Alehandro' dalam bahasa Latin. Namun orang-orang kerap memanggilnya sesuai pengucapan abjad umum.Berbeda dengan Tara, wanita muda itu seperti baru saja mengembuskan angin segar ke arahnya tanpa disadari. "Ah, pantas saja. Kamu kan memang interpreter, tapi saya suka dengan cara kamu mengucapkan nama lengkap saya. Sudah seperti Lady Gaga dalam lagunya yang memiliki judul sama dengan nama keluarga saya."Tara menurunkan kedua tangannya, memandang Noah dengan sekelumit kebingungan. Apa yang sedang terjadi sih? Bukankah beberapa saat yang lalu pemuda itu sangat ingin melecehkannya? Ya bagus kalau Noah sudah tidak berniat seperti itu. Akan tetapi, apakah sosok Noah yang tengah digandrungi oleh banyak perempuan itu memang semenggelikan ini?"Bicara apa?" akhirnya dia membuka suara. "Kalau sudah selesai bicaranya, silakan keluar! Atau saya akan melaporkan kamu ke Pak Heru sekarang juga atas dasar pelecehan!"Noah mendengus lelah. "Pelecehan lagi, pelecehan lagi. Hidupmu kayaknya lurus-lurus saja ya, Tara? Nggak seru ah!""Daripada hidupmu belok terus, mendingan mana tuh!" Timpal Tara santai. "Keluarlah! Saya lelah. Lagi pula, besok sudah waktunya kita semua pulang ke rumah masing-masing. Saya harus beristirahat.""Ya istirahat sama saya dong!"Dengan tidak tau dirinya, Noah merebahkan diri di atas tempat tidur Tara. Dalam posisi menyamping, tangan kanan menyangga kepalanya. Pemuda itu menepuk sisi kosong di sampingnya, memberi tanda bagi Tara untuk menghuni sisi tersebut."Sepertinya aktor muda yang sedang naik daun ini lupa kalau otakknya juga naik ke atap rumahnya orang." Gumam wanita itu, lalu menyibakkan selimut untuk menutupi tubuh Noah. Secepat kilat, Tara membungkus pemuda itu seperti lontong. Saking kesalnya, Tara sempat mengayunkan beberapa pukulan yang tak bisa dianggap remeh.Akan tetapi, tiba-tiba saja salah satu tangan Noah meraihnya. Tara memekik dan tau-tau saja sudah berada di atas pemuda itu. Noah menyeringai. Sebelum Tara mampu mencerna situasi yang ada, Noah keburu menyingkap separuh bagian dari selimut yang menyelubunginya hingga tertuju pada Tara.Kini, keduanya berhadap-hadapan. Saling berbaring, menatap di bawah selimut yang sama. Kedua telapak tangan Tara tak sengaja menyentuh dada pemuda itu. Padat sekali. Tara cepat-cepat menjauhkan diri, namun Noah lebih menguasai."Apa kamu nggak merasakannya, Tara?" tanya Noah dalam nada bicara yang melembut. Tara merinding. Sebenarnya siapa yang sedang bersama dengannya ini? Sekarang pembahasannya pasti yang aneh-aneh lagi."Merasakan apa sih, Noah?! Minggir! Nanti Radu mencari kamu, dan aku nggak akan bersedia untuk menjelaskan apa pun sama dia soal keberadaan kamu di kamar ini.""Ck! Kamu kayaknya dekat banget sama Bang Radu. Ada hubungan apa kalian? Pacaran? Ah! Atau masih pendekatan?" tanya Noah penasaran."Bukan urusanmu, Tuan Muda." Sengitnya. "Kamu aktor terkenal, nggak seharusnya mengurusi kehidupan pribadi staf lain.""Mau jadi seorang pengaktif, Tara?""Ha?" Dahi Tara berkerut heran. Apakah mereka akan tiba pada obrolan acak yang tak dimengerti asal usulnya itu?"Pengaktif. Maksud saya, orang yang akan mengaktifkan aset berharga saya sesaat sebelum saya melakukannya dengan wanita panggilan pilihan saya."Tara menggeleng tak percaya. "Edan! Kamu benar-benar edan, Noah. Aku nggak tau dari sisi mana kamu bisa punya penggemar yang luar biasa banyak itu."Noah mengabaikan ucapan tersebut. "Bagaimana? Mau? Tugasmu cuma harus berdekatan dengan saya kayak begini, lalu setelah 'diaktifkan', kamu bisa bebas ke mana saja.""Lalu, kamu?""Saya? Ya melakukan apa seharusnya dilakukan oleh aset berharga saya ini dong! Apa lagi?" Noah memaksakan seutas senyum, kembali mendekati Tara meskipun sesuatu yang berada di bawah sana sedang meronta-ronta meminta dipuaskan. "Jadi, bagaimana?"Tara sedang berhadapan dengan aktor sableng rupanya."Mau?"•••••Entah peran macam apa yang Tara sanggul dalam kehidupan sebelumnya, dia tidak memahami mengapa takdir harus mempertemukannya dengan pemuda setengah waras yang isi otaknya hanya berupa kepuasan seksual saja. "Mau?"Tara menggeleng lelah. "Sepertinya kamu harus memeriksakan otakmu ke dokter dulu, Noah. Mau saya antarkan ke dokter terbaik yang ada di negara ini? Sekalian, biar besok saat pulang kamu bisa lebih waras dan nggak bikin susah satu agensi gara-gara tingkahmu ini."Senyum Noah meredup. "Masa kamu nggak tertarik sama saya sih, Tara? Saya Noah lho! Noah Alejandro yang jadi kejaran banyak perempuan di luar sana. Kamu nggak harus melakukan banyak hal, kamu cuma berperan sebagai Nona Pengaktif.""Wah! Makin kacau ternyata," Tara beranjak, menyingkirkan tangan kanan Noah yang dengan santai diletakkan pada pundaknya. Wanita muda itu menyambar ponsel yang berada di atas nakas. Noah memandangi pergerakan Tara lamat-lamat, entah apa yang sedang pemuda tengik itu pikirkan, Tara tidak mau
"Noah?"Noah tersentak. Kehadiran seseorang yang berada di belakangnya itu membuatnya kelimpungan. "Malam, Bu." Sapanya sembari tersenyum hambar, berbalik dengan tangan menyatu di depan tubuhnya.Seseorang yang berdiri di hadapannya adalah Bu Rosalie, istri dari Pak Heru—pemilik agensi, sekaligus bibi dari Noah yang selama ini selalu mengawasi pergerakan kemenakan menjengkelkannya itu. "Apa yang membawamu masuk ke kamar ini, Noah? Bukannya kamar kamu ada di lantai sembilan?""Ah, aku mampir ke kamarnya temannya Bang Radu, Tante. Kebetulan, dia punya komik Hunterxhunter sampai volume lengkap. Nah, makanya itu aku samperin dia, karena begitu balik besok, aku mau main ke rumahnya." Kilahnya.Noah meneguk ludahnya susah payah. Semoga wanita yang berada di hadapannya itu percaya. Selama ini, dia senantiasa kesulitan saat berusaha mengelabui Rosalie. Sebab hanya dengan memindai dirinya saja, wanita itu mampu mengenali adanya kebohongan atau tidak. Padahal Noah sudah menyembunyikan semua dus
Tara tidak bisa tidur, sehingga pada pagi harinya dia melangkah ke bandara disertai mata panda yang menyedihkan. Cell menyadari keanehan tersebut setelah menyodorkan sebuah es krim yang baru dibeli di bandara."Mukamu udah kayak panda, Tara. Bedanya, panda lucu dan imut, sedangkan kamu enggak sama sekali." Ujar Cell, yang langsung dihadiahi lirikan tajam dari teman dekatnya itu. "Ampun, Tar! Lagian, semalam ngapain aja sih? Kok bisa-bisanya gitu lho, kamu sampai nggak cukup tidur. Padahal, nanti malam kamu udah ada jadwal buat ketemu tamu penting dari Italia kan?"Tara mendengus lelah. "Singkatnya gini, Cell. Aku baru aja ketemu sama orang-orang sableng yang sudah melecehkanku.""Ha?" Cell menahan teriakannya. "Kamu dilecehkan? Sama siapa?""Sama bocil kematian yang punya banyak penggemar." Tara mau menangis. "Kenapa aku bisa berurusan sama bocil itu, astaga~""Duh! Tara! Siapa orangnya? Kasih tau aku! Biar aku potong tititnya!" Cell melipat ujung kemejanya, berlagak garang, padahal w
"Tara ada di Alaska.""Ha? Alaska?"Wanita muda berambut lurus yang tampak lelah itu mengangguk. Dialah Cell PD, salah satu produser lagu ternama yang didapatkan oleh Hacer dengan berbagai cara. Sebelum bertemu dengan Cell untuk menanyakan keberadaan Tara, Noah sempat menghubungi manajernya. [ Nomornya Tara nggak bisa dihubungi, Noah. Coba kamu tanya sama temannya, Cell PD. Jam segini, dia ada di studio 3 yang ada di lantai 4. ]Defisini pekerja keras bahkan setelah penerbangan yang tidak sebentar, Noah berhasil menemukan Cell di salah satu studio yang dimaksud oleh Radu. Studio Cell jelas merupakan milik wanita muda itu seorang. Maka dari itu, isinya pun terlihat lebih berwarna. Pada setiap sudut studio tersebut, terdapat tanaman artifisial dengan berbagai warna mencolok yang membuat Noah pusing."Kenapa? Matamu sakit? Ya jangan lihat bayi-bayiku dong!" Sahut Cell tak ramah.Berhubung Noah baru saja masuk dan belum mengungkapkan pertanyaannya, maka pemuda itu memilih untuk bersabar
"Lari! Cepat!"Tara harus mendorong Noah agar pemuda itu tersadar dan meniti langkah seribu. Baru saja keluar dari kafe Alaska, terdapat segerombolan anak sekolah yang membawa seperangkat alat lukis. Tara terhenyak, dilepaskan jaket ungu muda yang dikenakannya untuk menutup wajah Noah."Weh! Apa-apaan!""Diam atau saya tendang lagi anumu, Noah!"Noah menurut. Keduanya langsung berlari berkeliling kota seperti berada dalam serial kartun Shinchan. Tentu saja yang menarik ialah Tara, sebab Noah sibuk menyembunyikan wajahnya di bawah naungan jaket milik wanita muda itu—sembari memastikan kedua matanya bisa melihat jalan.Setelah melalui beberapa belokan dan memasuki salah satu area perumahan yang dekat dari lokasi pertama berlari, keduanya baru merasa aman. Tara melepaskan genggaman tangannya pada pergelangan tangan Noah, lantas mendudukkan diri di bawah pohon besar. Wanita muda itu menilik sekitar. Area perumahan yang disambanginya ini cukup sepi."Aman."Tara mengembuskan napas lega. Di
"Lihat apa?!"Noah memalingkan muka. Baru saja dia mendapati potensi terpendam dalam diri Tara, wanita muda itu malah menamparnya dengan sahutan dingin yang menyebalkan. "Cih! Percaya diri banget! Memangnya aku ngelihatin kamu? Tapi ... ternyata boleh juga ....""Apanya yang boleh juga?! Mau kulempar pakai heels?!" Ancam Tara sembari melepas salah satu heels-nya.Noah terlonjak, cepat-cepat berlindung di balik sofa yang sebelumnya diduduki. Kemudian menyadari bahwa beberapa karyawan melihat ke arahnya. Tara tidak jadi melemparkan heels yang sudah dilepas tadi. Wanita muda itu malah tertawa pelan, merayakan satu kemenangan—remeh—lagi.Berdeham, Noah merapikan jasnya. Berpura-pura mencari cermin. Salah satu karyawan datang dan menyodorkan sebuah cermin bundar. Setelahnya, pemuda itu menatap Tara dengan dagu terangkat tinggi."Jangan salah, Tara! Aku nggak melihat kamu untuk mengagumi kamu atau apa pun itu, aku cuma sadar kalau kamu nggak ada apa-apanya sama artis-artis kenalanku di luar
Menjelang pukul sepuluh malam, Tara merasakan kedua kakinya nyaris mati rasa. Terlalu lama berdiri dalam tumpuan heels setinggi sepuluh sentimeter, memang definisi merepotkan diri sendiri. Wanita muda itu mengambil segelas air mineral, lalu mendudukkan diri di sisi ruangan yang menyediakan beberapa sofa.Mata lentik Tara menyapu sepenjuru ballroom yang ramai dan saling bersahut-sahutan bagaikan latar suatu drama urban yang sedang ditontonnya. Dia tidak sabar untuk pulang dan merebahkan diri. Sekembali dari negeri tetangga, seharusnya dia mengistirahatkan diri di balik rumah kecilnya, menikmati malam dengan secangkir kopi sembari membaca buku. Atau barangkali langsung tertidur sampai keesokan harinya. Akan tetapi, gara-gara kebohongan menyebalkan yang diperbuat Noah, Tara masih harus menjelma sebagai manusia robot."Capek, Tara?"Tara memejamkan mata, enggan mendongak untuk mengetahui rupa si penanya. Dia sudah tau suara siapa itu. Yang jelas, lelahnya makin bertambah saat dia harus be
"Kamu kenapa, Noah? Habis dari gym?" tanya Radu pada Noah saat melihat keringat yang membanjiri kaus hitam milik pemuda itu. Selesai mengambil naskah web drama yang akan menjadikan Noah sebagai pemeran utama, Radu mengirimkan pesan untuk segera datang ke tempat parkir agensi, menunggu di mobil. Namun aktor muda setengah berandal yang dijaganya itu malah datang seakan habis berolahraga. Noah berdecak kesal, lantas menyuruh sopir untuk menaikkan suhu pendingin. "Sial! Ini gara-gara Tara!""Ha? Tara? Kenapa bisa gara-gara dia? Kamu ketemu sama Tara, Noah?" tanya Radu penasaran."Nggak sengaja ketemu, tapi yang jelas dia seneng banget karena bikin aku kerepotan kayak gini." Noah mendengus kesal. Kalau bertemu lagi, dia akan melayangkan balasan pada wanita muda itu. Seenaknya saja sudah membuat orang-orang berlarian ke arahnya! Noah tidak akan tinggal diam. Dia akan membalas dendam pada Tara.Akan tetapi, di tengah rencana licik yang sedang perlahan dibuat itu, Noah malah mendapat tabokan