Share

Ombak Seakan Mengerti

Penulis: Piki
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-29 20:08:53

Beberapa ibu-ibu julid pada berkumpul didepan pintu rumah Alana, beberapa diantara mereka sibuk membuat konten demi mendapatkan followers dengan menuliskan caption “Ada yang lagi ribut nih”

"Pasti bakalan ramai konten ini!" Ucap yang lainnya.

Mendengar suara kegaduhan diluar pintu, Wina memutuskan untuk berhenti marah-marah kepada Alana dan bergegas berjalan ke arah depan pintu, menyelidiki suara kegaduhan apa yang berada diluar rumahnya? Wina mulai membuka pintu dengan cepat sehingga mereka para ibu-ibu yang bersenderan dipintu tersebutpun ikut terjatuh dan meringis kesakitan, "Aduhh sakit!“

"Eh, Bu Wina! Kalau membuka pintu yang pelan dikit kenapa sih?!” protes salah satu ibu-ibu yang jatuh tersungkur.

Wina tersenyum sinis lalu berteriak dengan suara menggelegar hingga membuat mereka kabur tunggang langgang, "Dasar... Cuma segitu doang pada kabur"

Wina menutup kembali pintu depan rumahnya dan menghampiri Alana yang masih terdiam di lantai.

“Cepat bereskan semuanya!”

Alana mengangguk lalu segera meraih pecahan-pecahan piring tersebut. Tidak sengaja, tangannya terkena pecahan piring hingga mengeluarkan darah segar. Wina melihat putrinya terluka bukanya langsung mengobati luka putrinya ia malah melontarkan kata-kata kejam kepada Alana dengan mengatakan bahwa Alana ceroboh dan bodoh. Wina yang kesal memutuskan untuk meninggalkan Alana, dengan memilih masuk kedalam kamar tidur dan tidak lupa menutup pintu dengan sangat keras.

"Aku pakai kain ini untuk memberhentikan aliran darah ini", ucap Alana dalam hati.

Alana yang berhasil membereskan semua pecahan piring tersebut kini memutuskan untuk pergi ke salah satu warnet. Ia ingin membuka hp miliknya yang berbulan-bulan belum ada paket data. Sehingga, setiap hari Alana terpaksa pergi ke warnet hanya untuk membuka wifi gratis yang telah diberikan izin oleh pemilik warnet yang sangat merasa kasihan kepada Alana. Ditambah lagi, Alana membuka wifi juga untuk mengerjakan tugas-tugas sekolah yang harus ia kerjakan sampai selesai dengan tepat waktu. Karena merasa terbantu, sesekali Alana bersih-bersih disekitar warnet sebagai bayaran karena pemilik warnet telah memberikan izin untuk menumpang wifi disana.

“Permisi, Bang. Alana mau menumpang” kata Alana dengan sopan saat sudah berada dipintu kaca warnet tersebut.

Terlihat, pria ganteng yang kira-kira usianya sekitar 20 tahunan itu membuka pintu warnet lalu tersenyum kepada Alana sembari berkata, “Eh... Alana. Ayo, silahkan... Semangat mengerjakan tugas ya!” serunya dengan menyemangati Alana.

“Terimakasih, Bang. Bang, nanti Alana bersihkan tempat ini biar bersih bang” ujar Alana kepada Rafael.

Rafael mengiyakan, lalu Alana mulai fokus mengerjakan tugas sekolahnya. Tidak lama kemudian, Alana melihat story wa dari teman-teman sekelasnya dan mereka begitu riang gembira membuat video tiktok ramai-ramai dan tidak mengajak Alana, padahal mereka adalah teman satu kelas Alana. Alana sedikit merasa sedih karena ia diasingkan oleh teman-temannya di sekolah namun ia tetap tegar dan optimis kalau ia bisa mengerjakan tugas dengan sebaik mungkin walaupun tanpa dibantu oleh mereka.

Jam sudah menuju pukul 17:00 Sore, Alana bersiap-siap menutup buku tugas yang sudah selesai ia kerjakan. Alana kembali mengingat janjinya yang akan bersih-bersih. Tempat diwarnet selalu ramai sehingga Rafael terkadang kewalahan meladeni pelanggan-pelanggannya yang cenderung bermain game di tempat tersebut.

Alana menghampiri Rafael dan mengatakan bahwa ia ingin menyapu lantai. Rafael mengiyakan dan Alana pun tersenyum sumringah. Setelah selesai bersih-bersih, Alana berniat untuk pamit pulang kepada Rafael.

“Bang, aku pulang dulu soalnya hari sudah semakin sore dan aku kasihan sama Mama yang sendirian di rumah” kata Alana dengan sopan.

Rafael mengangguk lalu ia meraih dompet dan mengambil beberapa selembaran uang, “Alana, kebetulan aku ada rezeki hari ini, jadi ambilah dan maaf jika sedikit”

Alana menolak uang pembelian dari Rafael namun Rafael tetap bersikukuh memberikan uang tersebut. Karena itu, Alana pun mau menerimanya dan tidak henti-hentinya Alana berterimakasih kepada cowok yang satu-satunya paling peduli kepadanya. Alana merasa sangat berhutang budi kepada Rafael, tanpa kehadiran Rafael mungkin Alana tidak bisa melanjutkan sekolahnya hanya gara-gara tidak punya uang untuk membeli paket data. Alana lalu pergi dan perlahan menghilang dari hadapan Rafael.

Di jalan, Alana berjalan kaki sendirian sambil memegangi perutnya yang sudah mulai lapar dan ia melihat warung di seberang jalan dan berniat juga untuk membelikan nasi uduk untuk Mamanya juga.

“Permisi, Bu. Saya mau beli dua nasi uduk 40.000 jadi dua” kata Alana saat sudah berada di warung makan buk asih dan pemilik warung makan itu langsung melayaninya.

Buk asih menghampiri Alana sembari berkata, “Ini neng nasi uduknya” Alana mulai membayar, "Kembaliannya 10.000 ambil saja Buk" ucap Alana, ia merasa kasihan melihat warung tersebut sepi pembeli.

"Terimkasih Nak, semoga tuhan membalas kebaikkanmu" ucap Buk Asih.

Dijalan sembari membawa dua bungkus nasi uduk, Alanapun bergumam, “Aku yakin, Mama pasti senang sekali aku belikan nasi uduk ini”

Sesampainya di rumah, Alana mengetok pintu dan berharap ibunya membukakan pintu untuknya.

Melihat pintu tidak kunjung dibukakan, Alana mencoba memanggil Mamanya. “Ma, Alana pulang” Namun, pintu tersebut tidak kunjung dibuka. Alana memeriksa pintu belakang dan betapa terkejutnya saat ia melihat ibunya sedang bercumbu dengan pria asing dimata kepalanya sendiri.

Nasi uduk yang ia bawapun tidak sengaja jatuh, Alana tidak kuasa melihat kelakuan kedua orang dewasa itu dan Alana pun berlari tanpa arah tujuan. Orang-orang yang dilaluinya semuanya meminggirkan tubuhnya dan merasa bahwa orang yang lewat tersebut adalah orang hina dan tidak pantas menyentuh tubuhnya. Alana yang sudah terbiasa diasingkan seperti itu, tidak memikirkannya lagi. Hanya saja, sekuat-kuatnya ia menahan rasa sedih, ia tetaplah manusia yang mempunyai hati. Hati siapa yang tidak sesakit yang Alana rasakan? Melihat ia terlahir tidak mempunyai ayah? Diasingkan? Dan melihat Mamanya bercumbu dengan pria asing... Sungguhlah menyakiti perasaan Alana dengan begitu bertubi-tubinya.

“Tuhan, aku malu... Aku hina dan kepada siapa aku mengeluh tuhan? Aku lelah”

Alana duduk didekat pantai sendirian, tampak disekelilingnya sangat sepi. Kesempatan ini, membuat Alana mampu mengeluarkan unek-unek pilu yang sangat ingin ia keluarkan. “Aku tidak kuat untuk hidup, aku malu tuhan... Sungguh, aku benar-benar malu” Matanya yang berkunang-kunang itu seakan merasakan bahwa pantai merespon kesedihannya dengan suara ombak yang terdengar begitu jelas. Ditambah lagi matahari terbenam berbarengan dengan tangisan Alana benar-benar mewakilkan perasaan Alana.

“Aku tidak yakin bahwa aku bisa untuk melaluinya, namun apa salah bila aku tetap berharap bahagia? Iya, suatu saat aku pasti bahagia!”

Alana beranjak dari tempat duduk dan mulai tersenyum dan perlahan mengusap kedua air mata yang telah membuat kedua matanya sembab. Lalu mendekati ombak dan mencoba bermain-main bersama ombak. Ia tersenyum dan tertawa-tawa sendiri. Mungkin, bagi orang lain yang melihatnya merasa aneh melihat tingkah laku Alana, namun hal itu berbeda dengan Alana. Bagi Alana, ombak tersebut telah cukup untuk menghiburnya hingga ia bisa melupakannya sejenak rasa sakitnya itu.

Setelah berjam-jam bermain dengan ombak, Alana memutuskan untuk pulang ke rumah. Dengan pakaian yang ia kenakan telah basah dan tercampur lumpur, Alana merasa puas.

Sesampainya di rumah, Alana mencoba mengetuk pintu dengan penuh rasa keraguan. tidak lama kemudian, pintu terbuka dan terlihat Wina memancarkan wajah garangnya, dalam hati Alana, ia merasa bersyukur bahwa pria asing itu telah tidak ada di rumahnya.

“Kemana saja kamu' ah?!” tanya Wina kepada Alana.

Alana yang terlihat lemas itu tersenyum sesaat lalu mengatakan bahwa ia habis bermain dengan ombak. Alana lalu masuk kedalam tanpa menghiraukan Wina yang kembali memaki-maki dirinya yang menganggap bahwa Alana adalah beban bagi kehidupannya sehingga ia sangat membenci darah dagingnya sendiri.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Jangan Anggap Aku Gadis Pelacur!   Penindasan yang di lakukan oleh Dewi

    Bagas mengusir kedua temannya agar tidak mengganggu kesehatan Alana. Sementara Alana tidak ingin Dewi melihatnya bersama dengan Bagas. Setelah Relandra dan Devano sudah keluar, Bagas menatap wajah Alana yang terlihat pucat pasi.“Kamu tunggu disini” ujar Bagas.Alana melihat Bagas tengah pergi, entah apa yang dilakukan Bagas? Alana tidak dapat berpikir lagi. Ia memutuskan untuk tidur agar tubuhnya segera stabil. Tidak lama kemudian, Bagas datang dengan membawa beberapa makanan.“Alana, bangun”Alana bangun dan Bagas tersenyum, “Kamu seperti ini karena belum sarapan pagi. Sekarang, kamu harus makan” ujar Bagas.Bagas mulai menyuapi Alana dengan bubur ayam. Alana yang sudah sangat lapar, terpaksa memakan bubur tersebut. “Ayo, makan lagi yang banyak” ujar Bagas yang kembali menyuapi Alana.Dari balik jendela, Relandra dan Devano mengintip kemesraan mereka. Sampai-sampai dibelakang mereka ada pak guru killer sedang memantaunya.“Sedang apa kalian?” tanya pak guru killer.Relandra dan Deva

  • Jangan Anggap Aku Gadis Pelacur!   Dewi

    Bagas mengusir kedua temannya agar tidak mengganggu kesehatan Alana. Sementara Alana tidak ingin Dewi melihatnya bersama dengan Bagas. Setelah Relandra dan Devano sudah keluar, Bagas menatap wajah Alana yang terlihat pucat pasi.“Kamu tunggu disini” ujar Bagas.Alana melihat Bagas tengah pergi, entah apa yang dilakukan Bagas? Alana tidak dapat berpikir lagi. Ia memutuskan untuk tidur agar tubuhnya segera stabil. Tidak lama kemudian, Bagas datang dengan membawa beberapa makanan.“Alana, bangun”Alana bangun dan Bagas tersenyum, “Kamu seperti ini karena belum sarapan pagi. Sekarang, kamu harus makan” ujar Bagas.Bagas mulai menyuapi Alana dengan bubur ayam. Alana yang sudah sangat lapar, terpaksa memakan bubur tersebut. “Ayo, makan lagi yang banyak” ujar Bagas yang kembali menyuapi Alana.Dari balik jendela, Relandra dan Devano mengintip kemesraan mereka. Sampai-sampai dibelakang mereka ada pak guru killer sedang memantaunya.“Sedang apa kalian?” tanya pak guru killer.Relandra dan Deva

  • Jangan Anggap Aku Gadis Pelacur!   Menyebalkan

    Alana sudah hampir satu minggu tidak masuk sekolah. Kini, merupakan hari pertama ia mulai masuk sekolahnya lagi. Tidak ada hal yang berbeda pada lingkungan sekolah hanya saja ada yang sedikit berbeda dari rautan wajah teman-temannya. Terutama, Dewi yang terlihat tengah berbisik-bisik.Alana melirik Ayuna yang juga menatapnya. Alana berusaha tersenyum kearahnya. Tanpa disadari, Ayuna juga ikut membalas senyumannya. Terlintas sejenak kenangan mereka sewaktu SMP dulu. Canda dan tawa selalu mereka rasakan.Saat Alana termenung, tiba-tiba guru datang dan membuat lamunannya memudar. Pak guru Rahman sedikit kaget saat melihat Alana telah kembali. "Alana, saya dengar kamu sedang sakit. Apa sekarang kamu sudah membaik?" tanya pak Rahman selaku guru IPA."Iya, Pak. Saya sudah sembuh" ujar Alana dengan ramah."Syukurlah, Alana. Maafkan Bapak bila tidak sempat menengok keadaanmu" ujar pak Rahman."Tidak apa-apa, Pak" sahut Alana.Dewi melihat Alana waktu itu tentu tidak percaya kalau Alana tidak

  • Jangan Anggap Aku Gadis Pelacur!   Rumah Sakit

    Wina menerima tumpukan uang dari Alexander dengan mata berbinar. Jemarinya bergetar saat menyentuh lembar demi lembar, seolah tak percaya pada keberuntungan yang tiba-tiba datang menghampirinya.“Ah… begini dong, Tuhan,” gumamnya sambil tersenyum puas. “Kalau ngasih rezeki, jangan setengah-setengah. Biar hidup nggak susah terus.”Dengan mata berbinar dan senyum yang tak bisa disembunyikan, Wina memeluk uang itu seperti harta karun yang akhirnya kembali ke pelukannya. Tak ada rasa peduli dari mana uang itu berasal, atau apa konsekuensinya.Di sisi lain, Alana terbangun dengan tubuh terasa nyeri, terutama di bagian bawah. Dahi berkerut, ia perlahan menarik selimut—Lalu jantungnya serasa berhenti.Noda merah membekas di seprai putih. Matanya membelalak. Napasnya tercekat. Panik menjalari tubuhnya.“Apa yang... terjadi…?” bisiknya pelan, nyaris tak terdengar.Seketika, sebuah suara dingin menghantam keheningan dari balik pintu kamar.“Kamu sudah tidak perawan lagi, Alana.”Itu suara Ale

  • Jangan Anggap Aku Gadis Pelacur!   Ternodai

    Terdengar suara klakson mobil dari depan halaman rumah, hati Alana seketika resah, ia menebak bahwa suara mobil tersebut berasal dari suara mobil Alexander yang sudah sampai ke rumah. Alana menghela nafas, lalu mencoba keluar dari pintu kamar tidur untuk melihat situasi di ruang tamu. Alana melihat Wina begitu hangat menyambut kedatangan Alexander dengan seribu senyuman termanis.“Tuan Alexander sangat tampan dan gagah!” puji Wina kepada Alexander.“Terimakasih, Wina!” ujar Alexander dengan puas akan pujian tersebut.Menyadari putrinya tengah mengintip, Wina pun berkata, “Alana, ngapain kamu berdiri saja disitu? Ayo kemarilah dan beri salam sama Tuan Alexander!” perintahnya dengan nada mengatur.Alana menunduk pasrah, menahan gelombang rasa yang sulit dijelaskan. Dengan langkah pelan, ia mendekati mama dan Alexander yang tengah berdiri berdampingan. Wajahnya datar, namun matanya menyiratkan ketegangan yang tak bisa disembunyikan.Begitu pandangannya jatuh pada Alana, sorot mata Alexa

  • Jangan Anggap Aku Gadis Pelacur!   Momen Pertemanan

    Di dalam kamar ber-AC yang dipenuhi aroma parfum mahal, Anik berdiri di depan cermin besar dengan tatapan kosong.Ponselnya berkedip. Notifikasi dari grup chat bertuliskan “Target: Alana” baru saja muncul. Anik membuka pesan itu dengan jari yang bergetar, bukan karena takut—melainkan karena marah."Maaf Bos, temanmu kabur karena ada cowok yang bantuin."Anik menutup ponsel dengan cepat dan melemparkannya ke atas kasur. Ia berjalan mondar-mandir dengan langkah cepat, seperti menahan sesuatu yang mendidih dalam dirinya.“Bagaimana bisa gagal? Aku udah pastikan semua rapi,” gumamnya sendiri, giginya bergemeletuk karena emosi. Pandangan matanya tertumbuk pada foto yang menempel di papan gabus—foto Ayuna, tersenyum polos di tengah taman sekolah. ia teringat awal-awal pertemanannya bersama Ayuna. Saat itu…Matahari pagi menyelinap masuk lewat jendela kaca ruang kelas, memantulkan cahaya hangat ke lantai, tapi suasananya justru terasa dingin dan mencekam. Di sudut ruangan, Dewi dan dua sahab

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status