Langit sudah gelap saat Alana tiba di rumah. Ia membuka gerbang perlahan, langkahnya lesu dan pikirannya masih terbayang-bayang kejadian tadi sore. Ia bersyukur Bagas muncul tepat waktu. Kalau tidak… Ia tak berani membayangkan kemungkinan lainnya.Pintu rumah terbuka perlahan, dan suara televisi dari ruang tengah menyambutnya. “Lama banget pulangnya,” suara Mama terdengar dari dalam, tajam seperti biasanya.“Maaf, tadi nunggu hujan reda,” jawab Alana pelan sambil meletakkan sepatunya.Wina—ibunya—duduk di sofa, mengenakan daster tipis, rambutnya digulung seenaknya dan sebatang rokok terselip di antara jari-jarinya. Asap mengepul, memenuhi udara dengan bau tajam.“Besok kamu pulang cepat. Jam empat sore, ada yang mau ketemu kamu,” ucapnya tanpa menatap Alana.“Hah? Siapa, Ma?”“Udah, nurut aja. Nggak usah banyak tanya.”Alana terdiam. Ketika ingin bertanya lebih lanjut, Wina menoleh dengan pandangan tajam. “Kamu pikir gampang hidupin kamu? Makan, sekolah, baju? Semua butuh uang! Kalau
Terakhir Diperbarui : 2025-05-10 Baca selengkapnya