JANGAN BANGUNKAN SINGA TIDUR
#JBSTPART 4Hidungku menghirup aroma minyak kayu putih yang sangat menyengat. Perlahan ku kerjapkan mataku agar menyesuaikan dengan keadaan sekitar.Aku mencoba mengingat apa yang terjadi sebelumnya. Pertama aku dan Mas Idris sedang di kamar mendiskusikan tentang acara akad-an akhir bulan, lalu Delisa pingsan, kami berempat ke rumah sakit, Delisa harus di operasi dan Saputra!!!Aku langsung terduduk dan mengedarkan pandanganku. Aku hanya berdua dengan Diandra di ruangan ini. Dimana Mas Idris dan Saputra?"Mana Ayah dan Saputra Di?" Tanyaku"Ayah dan Kak Putra nunggu didepan Ruang Operasi Kak Isa Buu.""Sebaiknya Ibu minum dulu yaa? Kalau Ibu sudah nggak pusing kita nyusulin kesana." Ucapnya seraya mengulurkan sebotol air mineral padaku.Aku hanya meneguk beberapa tegukan saja. Jika seperti ini rasanya perutku tak bisa menerima makanan atau minuman terlalu banyak."Berapa lama Ibu pingsan?""Hampir dua jam dan Kak Isa masuk ruang operasi setengah jam lalu." Papar Diandra.Lumayan lama ternyata aku pingsan. Sebetulnya kepalaku masih sangat pusing, tubuhku juga lelah. Tapi putriku sedang berjuang dengan maut disana.Bissmillah..."Ibu sudah tidak pusing. Aku kita nyusul Ayah dan Kak Putra." PintakuDiandra membantuku turun dari ranjang pasien. Kami berjalan perlahan menuju Ruang Operasi yang terletak di ujung lorong lantai 2 ini.Jika aku berhadapan dengan Saputra nanti apa yang harus aku lakukan? Bolehkah aku memberinya luka cambukan juga? Apa aku juga boleh menyiksanya?Pikiran warasku menolak untuk melakukan itu. Disini masih belum jelas siapa yang melakukan itu pada anakku. Tapi jika aku menemukan siapa yang melakukan ini pada putriku, bolehkan aku memberinya pelajaran?"Ayah ..." lirihkuMas Idris menghampiriku. Beralih menuntunku dan mendudukkanku disebelahnya."Sudah jangan menangis terus. Lebih baik kita doakan agar Delisa dan bayinya selamat." Ucapnya. Tangannya terulur menghapus air mata yang mengalir dipipiku."Ayah atas nama Delisa Ibu mohon maaf Yah. Anak kita sedang bertaruh nyawa di dalam Yah. Ibu tak akan sanggup jika harus kehilangan putri Ibu." Ucapku sesenggukan.Saat ini rasanya air mataku tak akan bisa mengering. Ya Allah mengingat nama Delisa air mataku sudah luruh. Bagaimana jika dia meninggalkanku?Tidak! Tidak!Putriku kuat!Putriku akan berjuang hidup untuk ibunya!Putriku akan berjuang hidup untuk anak dan keluarganya!"Dimana Saputra?" Tanyaku lirihAku mengikuti arah pandang yang ditunjukkan suamiku.Disana ia berdiri dengan tegang disamping pintu Ruang Operasi. Dari wajahnya terlihat jika ia sangat khawatir. Pancaran matanya menunjukkan betapa ia sangat takut akan terjadi sesuatu pada putriku.Apa benar jika ia yang melakukan cambukan itu pada putriku? Jika dia yang melakukan kenapa sekarang wajahnya sedih? Seharusnya dia senang bukan melihat putriku kesakitan?Sekali lihat saja orang akan tau jika dia terlihat begitu khawatir pada putriku. Pancaran matanya menunjukkan ia tak akan bisa melihat putriku terluka. Tapi bekas luka itu?Siapa yang bisa menjelaskan semua ini padaku???Ku tekan semua rasa sakit dihatiku. Aku harus mencari tau siapa pelaku yang menyakiti putriku.Kudekati Saputra yang terlihat melamun. Benar saja dia melamun, ia sampai tak menyadari jika aku berdiri disampingnya."Kenapa berdiri saja? Ayo duduk disamping ibu." Ucapku pelan. Tanganku terulur menyentuh pundaknya dengan pelan.Reflek yang ditujukan Saputra sungguh diluar dugaanku. Ia malah mencengkeram tanganku dengan kuat. Sorot matanya, kenapa terlihat bahwa ia begitu terluka? Banyak kesedihan dan amarah yang ada di sorot mata itu.Sebenarnya dia kenapa?"Aduuhh..." rintihkuMendengar rintihanku sontak Saputra melepaskan cengkeraman tangannya padaku. Sedang suamiku langsung berlari mendengar aku merintih kesakitan."Ibu kenapa? Kau apakan istriku haa? Tak cukup kah kau buat putriku seperti ini? Dan sekarang kau ingin melukai ibunya?" Ucapnya mendesis.Saputra segera mentralkan ekspresinya. Sorot matanya kembali seperti tadi, sendu."Maaf Ibu saya tidak sengaja, saya reflek barusan. Ayah maaf saya tidak bermaksud menyakiti Ibu." Jelas Saputra pelanMas Idris mendelik!"Kau memanggilku Ayah? Lucu sekali kedengarannya." Ucapnya sinis. Ku genggam tangan suamiku agar ia diam."Sudah Yah. Ibu nggak papa. Kita duduk saja yuk. Kamu duduk samping Ibu yaa?" Pintaku pada SaputraSaputra hanya mengangguk dan duduk disebelahku. Akhirnya kami duduk berdampingan. Terlihat seperti saling menguatkan."Boleh Ibu panggil kamu Putra saja?" Tanyaku"Boleh." Jawabnya singkat"Maaf yaa? Tadi pas kamu tanya ke Ibu, Ibu malah pingsan." Sesalku"Kamu tau darimana kalau Delisa masuk Rumah Sakit?" Tanyaku. Karena seingatku, aku tak mengubunginya. Tak kepikiran malah."Saya sedang memantau cabang restoran saya di dekat Rumah Sakit ini Bu. Lalu---"CeklekAku memalingkan wajahku ke arah pintu Ruang Operasi. Kami serentak berlari ke arah Dokter yang sedang melepas masker itu. Tapi tunggu!Kenapa wajah dokter itu lesu? Ah.. mungkin ia kelelahan setelah proses operasi barusan, pikirku."Dokter bagaimana keadaan anak saya? Apa operasinya lancar? Cucu saya mana Dok? Kok nggak kedengeran tangisnya?" Cecarku tak sabar.Terlihat Dokter itu menghela nafas berat. Aku jadi degdegan menunggu jawaban beliau.Semoga putriku baik-baik saja Ya Allah ..."Sebelumnya saya mohon Ibu dan Keluarga bisa bersabar. Jantung pasien tadi sempat berhenti beberapa menit. Beruntung atas rahmat Allah kami tim Dokter bisa menyelamatkan pasien. Tetapi karena kekurangan oksigen di otaknya membuat pasien jadi koma."DegPutriku koma?Koma?Bagaimana bisa?Jadi putriku akan tertidur terus?Kapan putriku bisa bangun?Ya Allah Delisa ...."Lalu keadaan cucu saya bagaimana Dok?" Tanya Mas Idris"Cucu Bapak dan Ibu sedang berada di Ruang NICU. Menurut diagnosa saya dan tim medis, cucu Bapak dan Ibu mengidap kelainan jantung bawaan dan Thalassemia."...❤❤❤Bersambung ...JANGAN BANGUNKAN SINGA TIDUR#JBSTPART 22“Bagaimana Nyonya Nafisa yang terhormat, apa anak buahmu sudah sampai dengan selamat?” tanyaku sarkas kemudian aku tertawa. “Kamu mencoba main-main denganku?” tanyaku lagi“Oh, jadi kamu sudah tau? Bagaimana keadaan bocah kecil itu? Ia baik-baik saja? Atau ada yang terluka?” tanyanya beruntun disertai tawa.“Tentu saja aku tau, bahkan aku sudah memberi pelajaran untuk anak buahmu. Tinggal dirimu, suamimu lalu anakmu.” Jawabku santai. “Oh tidak-tidak. Bagaimana kalau aku membuat perhitungan terlebih dahulu untuk anak perempuanmu? Hmm… Adik perempuanku mengalami lecet-lecet dibeberapa bagian tubuhnya, bagaimana kalau itu juga ku lakukan pada anakmu?” tanyaku seraya tertawa kecil, mendengar nafasnya yang mulai berat aku semakin semangat untuk membuatn
JANGAN BANGUNKAN SINGA TIDUR#JBSTPART 21“Tuan, saya mau melaporkan hal penting.” Suara Anton disebrang telfon terdengar sangat serius. Anton merupakan bodyguard yang ku suruh mengawasi Ayah dan Ibu jika aku tidak bisa ke rumah sakit. Tidak hanya itu, anak buah Anton juga ada yang mengawasi disekitar rumah dan mengawasi Diandra jika ke sekolah. Semua itu ku lakukan secara diam-diam, Ayah maupun Ibu tidak ada yang tau. Awalnya aku hanya ingin memantau keadaan disekitar rumah, namun, setelah kedatangan Papa. Aku jadi meningkatkan kewaspadaan. “Ada apa?”“Maaf tuan, saya lalai menjalankan tugas. Nona Diandra tertabrak mobil, sekarang sudah dibawa ke UGD oleh warga.” Jawabnya lugas, rahangku mengetat. Anton ceroboh, umpatku. “Saya sudah menfoto plat nomor mobil tadi tuan, firasat saya ini bukan kecelakaan biasa. Tapi sudah direncanakan.” I
JANGAN BANGUNKAN SINGA TIDUR#JBSTPART 20Dari yang aku pelajari dari situs web di internet, Ibu memiliki pengaruh besar terhadap perkembangan anak laki-laki. Ini disebabkan hubungan pertama yang dimiliki anak laki-laki adalah ibunya. Jika anak laki-laki memiliki hubungan emosional yang baik dengan sang ibu, biasanya ia akan baik secara akademis, emosional, perilaku, dan menunjukkan resistensi terhadap tekanan teman sebaya.Kecerdasan emosional yang diajarkan seorang ibu kepada anak laki-laki, pada akhirnya memastikan anak tidak hanya dapat memahami perasaannya sendiri, tetapi juga memiliki wawasan yang luas, empatik, dan memiliki belas kasih sayang terhadap orang lain. Ini menjadi keunggulan besar bagi anak laki-laki untuk menuju kehidupan yang sukses.Selain itu, Ibu memiliki peran penting di mata anak laki-laki
JANGAN BANGUNKAN SINGA TIDUR#JBSTPART 16Semalam hujan turun dengan deras, membuat suasana pagi ini menjadi lebih sejuk, sisa-sisa air hujan pun masih menempel di dedaunan maupun rumput yang ada di halaman rumah.Biasanya jika hari minggu pagi, kami sekeluarga akan jalan kaki bersama-sama ke pasar tradisional. Tidak terlalu jauh, jaraknya dari rumah kurang lebih 2 kilometer. Jika bukan hari minggu kami tak akan bisa jalan-jalan bersama, Diandra masih harus sekolah, Ayah bekerja, juga Delisa yang masih diluar kota.Minggu pagi ini aku menyempatkan membersihkan halaman depan. Ada pohon mangga besar, jika waktu musim berbuah pohon mangga ini berbuah lebat, rasa buahnya pun manis. Selain itu, banyak bunga juga yang tumbuh subur, Delisa sangat suka bunga, apalagi bunga anggrek putih. Dulu, setiap sore ia y
JANGAN BANGUNKAN SINGA TIDUR#JBSTPART 18Seminggu ini, keadaan Delisa sudah membaik. Selang oksigen yang biasanya menempel dihidungnya pun sudah dilepas.Beberapa hari ini, Delisa sudah mulai terapi berjalan. Agak susah, sebab lebih dari sebulan Delisa tidak menggerakkan badan sama sekali. Aku, Mas Idris, Saputra juga Diandra bergantian menemani juga membantunya dalam melakukan terapi.Ternyata Delisa tak melupakan aku, ibunya, ia masih mengingatku dengan jelas. Bahkan kemarin ia menangis tersedu-sedu dipelukanku, apalagi melihat Mas Idris, ia semakin menangis tergugu. Mungkin Delisa ingat, terakhir sebelum ia koma, Delisa hampir dipukuli Mas Idris yang hampir kalap.Sebenarnya ada yang mengganjal dihatiku, keadaan Delisa yang terl
JANGAN BANGUNKAN SINGA TIDUR#JBSTPART 17Uang memang bisa membeli kemewahan, tetapi juga mampu menyamarkan kebaikan. Anggapan tersebut bisa jadi benar.Nyatanya, makin berkuasa dan banyak uang, maka orang makin rentan berperilaku tidak sopan dan melanggar aturan.Salah satunya wanita angkuh didepanku ini. Apa ia pikir segalanya dapat dibeli dengan uang? Termasuk harga diri, meski diriku bukan orang kaya, aku tidak silau dengan uang yang ditawarkan olehnya.Dengan susah payah, aku berusaha merubah sikap Saputra yang semula dingin, yang kini menjadi hangat. Bagaimana bisa aku mempertaruhkan hidupnya hanya demi segepok kertas merah?"Apa tidak sebaiknya kita berkenalan dulu? Rasanya tidak etis,