Share

PART 6

Author: Lujengg_
last update Last Updated: 2021-08-20 11:20:39

JANGAN BANGUNKAN SINGA TIDUR

#JBST

PART 6

"Apa yang Ibu lakukan?" Tanya Putra, selepas aku melipat mukena

"Ibu sholat tahajud."

"Sholat tahajud?" Tanyanya memastikan

"Iya. Sholat tahajud. Sholat yang dilakukan disepertiga malam. Dengan syarat harus tidur terlebih dahulu meskipun hanya sebentar. Banyak sekali keutamaan sholat tahajud ini salah satunya dilapangkan segala permasalahan hidupnya. Ibu berdoa agar Delisa segera sadar." Paparku dengan mata berkaca-kaca.

"Kamu tidak sholat?" Tanyaku padanya

Saputra bungkam. Matanya tak berkedip memandang putriku yang terbaring lemah disana. Kamu harus kuat yaa sayang?

"Nak."

"Ah.. iyaa Buu?"

"Kamu tidak sholat?" Tanyaku lembut

"Sholat?" Tanyanya kembali

"Iyaa. Kenapa kamu mengulang-ulang terus perkataan Ibu?" Gerutuku

"Ah. Bagaimana yaa saya menjelaskannya." Ucapnya bingung, tangannya terangkat menggaruk kepalanya yang tidak gatal

"Sebenarnya, saya tidak begitu paham tentang agama Buu." Lirihnya

Kepalaku kembali berdenyut-denyut. Sebenarnya lelaki ini darimana asalnya? Sampai agama pun dia tidak begitu paham.

"Status agama cuma sebatas di KTP. Selebihnya saya tidak paham." Sahutnya lagi

Sebegitu menyepelekannya dia tentang agama? Agama hanya sebuah status di KTP? Bagaimana bisa? Dimana akalnya anak ini.

Subhanallah... Lelaki macam apa yang akan menjadi imammu ini Delisa???

"Lalu kamu tak berniat belajar agama? Bagaimana nanti kamu akan mendidik anak dan istrimu kalau kamu sendiri tidak paham agama?" Tanyaku serius

Saputra hanya menunduk. Tak berniat mengangkat wajahnya dan menjawab pertanyaan yang kuajukan padanya.

"Apa orangtuamu tak mengajarkan agama padamu? Ibumu tak mengajarinya sama sekali? Atau Ayahmu juga tak pernah sempat?" Cercaku tak sabar

Mendengar cercaanku Saputra malah semakin menunduk. Sebenarnya ada setitik rasa bersalah karena menyudutkannya. Tapi aku tak salah bukan? Ini demi masa depan anakku.

Aku benar-benar tak habjs fikir. Bagaimana mungkin agamanya hanya sebuah pelengkap identitas di KTP. Apa orangtuanya hanya melahirkan tanpa mengajarkan apapun?

"Mama meninggal saat usiaku lima tahun." Jawabnya lirih

Jadi, dia piatu? Ya Allah maafkan hamba uang sudah suudzon terhadap Ibunya. Hamba mengira Ibunya tak memberi pendidikan agama sedari kecil.

Kasihan sekali kamu Nak, belum lama merasakan kasih sayang Ibu tapi sudah ditinggal pergi ke surga.

Apa jangan-jangan Saputra tertarik karena sifat penyayang dari Delisa? Bisa jadi karena sedari kecil dia tak pernah merasakan kasih sayang Ibunya.

"Dan Papa menikah lagi saat tanah kuburan Mama masih basah." Jawabnya mendesis

Ada kobaran kemarahan saat Putra menyebut kata 'Papa'.

Dahiku mengernyit. Seingatku sewaktu mengantar Delisa dua minggu yang lalu Putra terlihat akrab dengan Pak Rahmat. Bagaimana bisa sekarang dia menyebut Papa dengan penuh kemarahan?

"Maaf Ibu tidak bermaksud membuatmu bersedih." Sesalku

"Tak apa." Jawabnya singkat

Aku benar-benar merasa bersalah. Tanpa bukti aku menyudutkannya. Bahkan aku suudzon terhadap Ibunya.

Pasti Putra tersinggung dengan ucapanku tadi. Maafkan Ibu yaa, Nak...

***

"Ibuu... Buu..."

Samar-samar kurasakan ada yang mengguncang bahuku dengan pelan. Sepertinya itu suara Ayah. Kenapa Ayah kemari? Ini jam berapa?

Perlahan kubuka mataku. Dan benar saja kini suamiku ada dihadapanku.

"Ayah kenapa kemari?" Tanyaku pelan

Aku bangkit dari pembaringan ke posisi duduk. Menjejerkan di samping suamiku.

"Ayah bawa baju ganti Ibu. Kasihan kalau Ibu ganti bajunya nanti sore. Biar Diandra bawa makan siang aja nanti ke Ibu." Jawab Mas Idris

Tangannya meletakkan tas berukuran sedang diatas meja.

Kuhembuskan nnafas dengan perlahan. Aku harus tinggal disini untuk sementara. Aku tak mungkin meninggalkan anakku disini sendirian.

"Sebaiknya Ibu sholat subuh dulu. Nih bajunya mandi sekalian." Titah Mas Idris

Tanganku meraih baju ganti dan handuk di dalam tas. Kuedarkan pandanganku ke penjuru ruangan. Hanya ada aku, Mas Idris dan Delisa yang masih betah dengan tidur panjangnya.

"Saputra kemana?" Tanyaku

"Ayah tidak tau. Saat Ayah sampai hanya ada Ibu dan Delisa yang berada disini." Jelasnya

***

"Ayah sudah sholat?" Tanyaku selepas melipat mukena

"Sudah tadi di musholla."

"Diandra tau Ayah kemari?"

"Tau. Sempat merengek mau ikut tadi dia. Tapi Ayah melarangnya, Ayah suruh bersiap ke sekolah saja."

Diandra pasti selalu ingin bersama Delisa. Meskipun terpaut usia yang cukup jauh mereka memang dekat. Mungkin karena hanya dua bersaudara.

"Permisi."

Keningku mengernyit bingung.

Ini masih jam lima pagi. Kenapa ada Dokter kemari? Jika hanya mengganti infus kurasa perawat saja cukup. Lagipula jadwal kontrol Dokter jam 7 pagi bukan?

Perasaanku tiba-tiba jadi tidak enak. Apa jangan-jangan cucuku kenapa-kenapa?

"Saya ingin memberi kabar terbaru mengenai---"

"Cucu saya baik-baik saja kan Dok?" Selaku dengan cemas

"Saya mohon Bapak dan Ibu bisa ikhlas. Kami dari tim medis sudah berusaha semaksimal mungkin, tapi Allah berkehendak lain. Cucu Bapak dan Ibu tidak bisa kami selamatkan. Kelahirannya yang prematur dan juga penyakit bawaan yang dideritanya membuat kami tidak bisa menyelamatkan cucu Bapak---"

Brak

Bukan, bukan! Aku tidak jatuh pingsan.

Tapi bubur ayam dua kotak yang dibawa Saputra terjatuh berceceran di lantai kamar.

.

.

.

❤❤❤

Bersambung ...

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Jangan Bangunkan Singa Tidur   PART 22

    JANGAN BANGUNKAN SINGA TIDUR#JBSTPART 22“Bagaimana Nyonya Nafisa yang terhormat, apa anak buahmu sudah sampai dengan selamat?” tanyaku sarkas kemudian aku tertawa. “Kamu mencoba main-main denganku?” tanyaku lagi“Oh, jadi kamu sudah tau? Bagaimana keadaan bocah kecil itu? Ia baik-baik saja? Atau ada yang terluka?” tanyanya beruntun disertai tawa.“Tentu saja aku tau, bahkan aku sudah memberi pelajaran untuk anak buahmu. Tinggal dirimu, suamimu lalu anakmu.” Jawabku santai. “Oh tidak-tidak. Bagaimana kalau aku membuat perhitungan terlebih dahulu untuk anak perempuanmu? Hmm… Adik perempuanku mengalami lecet-lecet dibeberapa bagian tubuhnya, bagaimana kalau itu juga ku lakukan pada anakmu?” tanyaku seraya tertawa kecil, mendengar nafasnya yang mulai berat aku semakin semangat untuk membuatn

  • Jangan Bangunkan Singa Tidur   PART 21

    JANGAN BANGUNKAN SINGA TIDUR#JBSTPART 21“Tuan, saya mau melaporkan hal penting.” Suara Anton disebrang telfon terdengar sangat serius. Anton merupakan bodyguard yang ku suruh mengawasi Ayah dan Ibu jika aku tidak bisa ke rumah sakit. Tidak hanya itu, anak buah Anton juga ada yang mengawasi disekitar rumah dan mengawasi Diandra jika ke sekolah. Semua itu ku lakukan secara diam-diam, Ayah maupun Ibu tidak ada yang tau. Awalnya aku hanya ingin memantau keadaan disekitar rumah, namun, setelah kedatangan Papa. Aku jadi meningkatkan kewaspadaan. “Ada apa?”“Maaf tuan, saya lalai menjalankan tugas. Nona Diandra tertabrak mobil, sekarang sudah dibawa ke UGD oleh warga.” Jawabnya lugas, rahangku mengetat. Anton ceroboh, umpatku. “Saya sudah menfoto plat nomor mobil tadi tuan, firasat saya ini bukan kecelakaan biasa. Tapi sudah direncanakan.” I

  • Jangan Bangunkan Singa Tidur   PART 20

    JANGAN BANGUNKAN SINGA TIDUR#JBSTPART 20Dari yang aku pelajari dari situs web di internet, Ibu memiliki pengaruh besar terhadap perkembangan anak laki-laki. Ini disebabkan hubungan pertama yang dimiliki anak laki-laki adalah ibunya. Jika anak laki-laki memiliki hubungan emosional yang baik dengan sang ibu, biasanya ia akan baik secara akademis, emosional, perilaku, dan menunjukkan resistensi terhadap tekanan teman sebaya.Kecerdasan emosional yang diajarkan seorang ibu kepada anak laki-laki, pada akhirnya memastikan anak tidak hanya dapat memahami perasaannya sendiri, tetapi juga memiliki wawasan yang luas, empatik, dan memiliki belas kasih sayang terhadap orang lain. Ini menjadi keunggulan besar bagi anak laki-laki untuk menuju kehidupan yang sukses.Selain itu, Ibu memiliki peran penting di mata anak laki-laki

  • Jangan Bangunkan Singa Tidur   PART 19

    JANGAN BANGUNKAN SINGA TIDUR#JBSTPART 16Semalam hujan turun dengan deras, membuat suasana pagi ini menjadi lebih sejuk, sisa-sisa air hujan pun masih menempel di dedaunan maupun rumput yang ada di halaman rumah.Biasanya jika hari minggu pagi, kami sekeluarga akan jalan kaki bersama-sama ke pasar tradisional. Tidak terlalu jauh, jaraknya dari rumah kurang lebih 2 kilometer. Jika bukan hari minggu kami tak akan bisa jalan-jalan bersama, Diandra masih harus sekolah, Ayah bekerja, juga Delisa yang masih diluar kota.Minggu pagi ini aku menyempatkan membersihkan halaman depan. Ada pohon mangga besar, jika waktu musim berbuah pohon mangga ini berbuah lebat, rasa buahnya pun manis. Selain itu, banyak bunga juga yang tumbuh subur, Delisa sangat suka bunga, apalagi bunga anggrek putih. Dulu, setiap sore ia y

  • Jangan Bangunkan Singa Tidur   PART 18

    JANGAN BANGUNKAN SINGA TIDUR#JBSTPART 18Seminggu ini, keadaan Delisa sudah membaik. Selang oksigen yang biasanya menempel dihidungnya pun sudah dilepas.Beberapa hari ini, Delisa sudah mulai terapi berjalan. Agak susah, sebab lebih dari sebulan Delisa tidak menggerakkan badan sama sekali. Aku, Mas Idris, Saputra juga Diandra bergantian menemani juga membantunya dalam melakukan terapi.Ternyata Delisa tak melupakan aku, ibunya, ia masih mengingatku dengan jelas. Bahkan kemarin ia menangis tersedu-sedu dipelukanku, apalagi melihat Mas Idris, ia semakin menangis tergugu. Mungkin Delisa ingat, terakhir sebelum ia koma, Delisa hampir dipukuli Mas Idris yang hampir kalap.Sebenarnya ada yang mengganjal dihatiku, keadaan Delisa yang terl

  • Jangan Bangunkan Singa Tidur   PART 17

    JANGAN BANGUNKAN SINGA TIDUR#JBSTPART 17Uang memang bisa membeli kemewahan, tetapi juga mampu menyamarkan kebaikan. Anggapan tersebut bisa jadi benar.Nyatanya, makin berkuasa dan banyak uang, maka orang makin rentan berperilaku tidak sopan dan melanggar aturan.Salah satunya wanita angkuh didepanku ini. Apa ia pikir segalanya dapat dibeli dengan uang? Termasuk harga diri, meski diriku bukan orang kaya, aku tidak silau dengan uang yang ditawarkan olehnya.Dengan susah payah, aku berusaha merubah sikap Saputra yang semula dingin, yang kini menjadi hangat. Bagaimana bisa aku mempertaruhkan hidupnya hanya demi segepok kertas merah?"Apa tidak sebaiknya kita berkenalan dulu? Rasanya tidak etis,

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status