Share

PART 6

JANGAN BANGUNKAN SINGA TIDUR

#JBST

PART 6

"Apa yang Ibu lakukan?" Tanya Putra, selepas aku melipat mukena

"Ibu sholat tahajud."

"Sholat tahajud?" Tanyanya memastikan

"Iya. Sholat tahajud. Sholat yang dilakukan disepertiga malam. Dengan syarat harus tidur terlebih dahulu meskipun hanya sebentar. Banyak sekali keutamaan sholat tahajud ini salah satunya dilapangkan segala permasalahan hidupnya. Ibu berdoa agar Delisa segera sadar." Paparku dengan mata berkaca-kaca.

"Kamu tidak sholat?" Tanyaku padanya

Saputra bungkam. Matanya tak berkedip memandang putriku yang terbaring lemah disana. Kamu harus kuat yaa sayang?

"Nak."

"Ah.. iyaa Buu?"

"Kamu tidak sholat?" Tanyaku lembut

"Sholat?" Tanyanya kembali

"Iyaa. Kenapa kamu mengulang-ulang terus perkataan Ibu?" Gerutuku

"Ah. Bagaimana yaa saya menjelaskannya." Ucapnya bingung, tangannya terangkat menggaruk kepalanya yang tidak gatal

"Sebenarnya, saya tidak begitu paham tentang agama Buu." Lirihnya

Kepalaku kembali berdenyut-denyut. Sebenarnya lelaki ini darimana asalnya? Sampai agama pun dia tidak begitu paham.

"Status agama cuma sebatas di KTP. Selebihnya saya tidak paham." Sahutnya lagi

Sebegitu menyepelekannya dia tentang agama? Agama hanya sebuah status di KTP? Bagaimana bisa? Dimana akalnya anak ini.

Subhanallah... Lelaki macam apa yang akan menjadi imammu ini Delisa???

"Lalu kamu tak berniat belajar agama? Bagaimana nanti kamu akan mendidik anak dan istrimu kalau kamu sendiri tidak paham agama?" Tanyaku serius

Saputra hanya menunduk. Tak berniat mengangkat wajahnya dan menjawab pertanyaan yang kuajukan padanya.

"Apa orangtuamu tak mengajarkan agama padamu? Ibumu tak mengajarinya sama sekali? Atau Ayahmu juga tak pernah sempat?" Cercaku tak sabar

Mendengar cercaanku Saputra malah semakin menunduk. Sebenarnya ada setitik rasa bersalah karena menyudutkannya. Tapi aku tak salah bukan? Ini demi masa depan anakku.

Aku benar-benar tak habjs fikir. Bagaimana mungkin agamanya hanya sebuah pelengkap identitas di KTP. Apa orangtuanya hanya melahirkan tanpa mengajarkan apapun?

"Mama meninggal saat usiaku lima tahun." Jawabnya lirih

Jadi, dia piatu? Ya Allah maafkan hamba uang sudah suudzon terhadap Ibunya. Hamba mengira Ibunya tak memberi pendidikan agama sedari kecil.

Kasihan sekali kamu Nak, belum lama merasakan kasih sayang Ibu tapi sudah ditinggal pergi ke surga.

Apa jangan-jangan Saputra tertarik karena sifat penyayang dari Delisa? Bisa jadi karena sedari kecil dia tak pernah merasakan kasih sayang Ibunya.

"Dan Papa menikah lagi saat tanah kuburan Mama masih basah." Jawabnya mendesis

Ada kobaran kemarahan saat Putra menyebut kata 'Papa'.

Dahiku mengernyit. Seingatku sewaktu mengantar Delisa dua minggu yang lalu Putra terlihat akrab dengan Pak Rahmat. Bagaimana bisa sekarang dia menyebut Papa dengan penuh kemarahan?

"Maaf Ibu tidak bermaksud membuatmu bersedih." Sesalku

"Tak apa." Jawabnya singkat

Aku benar-benar merasa bersalah. Tanpa bukti aku menyudutkannya. Bahkan aku suudzon terhadap Ibunya.

Pasti Putra tersinggung dengan ucapanku tadi. Maafkan Ibu yaa, Nak...

***

"Ibuu... Buu..."

Samar-samar kurasakan ada yang mengguncang bahuku dengan pelan. Sepertinya itu suara Ayah. Kenapa Ayah kemari? Ini jam berapa?

Perlahan kubuka mataku. Dan benar saja kini suamiku ada dihadapanku.

"Ayah kenapa kemari?" Tanyaku pelan

Aku bangkit dari pembaringan ke posisi duduk. Menjejerkan di samping suamiku.

"Ayah bawa baju ganti Ibu. Kasihan kalau Ibu ganti bajunya nanti sore. Biar Diandra bawa makan siang aja nanti ke Ibu." Jawab Mas Idris

Tangannya meletakkan tas berukuran sedang diatas meja.

Kuhembuskan nnafas dengan perlahan. Aku harus tinggal disini untuk sementara. Aku tak mungkin meninggalkan anakku disini sendirian.

"Sebaiknya Ibu sholat subuh dulu. Nih bajunya mandi sekalian." Titah Mas Idris

Tanganku meraih baju ganti dan handuk di dalam tas. Kuedarkan pandanganku ke penjuru ruangan. Hanya ada aku, Mas Idris dan Delisa yang masih betah dengan tidur panjangnya.

"Saputra kemana?" Tanyaku

"Ayah tidak tau. Saat Ayah sampai hanya ada Ibu dan Delisa yang berada disini." Jelasnya

***

"Ayah sudah sholat?" Tanyaku selepas melipat mukena

"Sudah tadi di musholla."

"Diandra tau Ayah kemari?"

"Tau. Sempat merengek mau ikut tadi dia. Tapi Ayah melarangnya, Ayah suruh bersiap ke sekolah saja."

Diandra pasti selalu ingin bersama Delisa. Meskipun terpaut usia yang cukup jauh mereka memang dekat. Mungkin karena hanya dua bersaudara.

"Permisi."

Keningku mengernyit bingung.

Ini masih jam lima pagi. Kenapa ada Dokter kemari? Jika hanya mengganti infus kurasa perawat saja cukup. Lagipula jadwal kontrol Dokter jam 7 pagi bukan?

Perasaanku tiba-tiba jadi tidak enak. Apa jangan-jangan cucuku kenapa-kenapa?

"Saya ingin memberi kabar terbaru mengenai---"

"Cucu saya baik-baik saja kan Dok?" Selaku dengan cemas

"Saya mohon Bapak dan Ibu bisa ikhlas. Kami dari tim medis sudah berusaha semaksimal mungkin, tapi Allah berkehendak lain. Cucu Bapak dan Ibu tidak bisa kami selamatkan. Kelahirannya yang prematur dan juga penyakit bawaan yang dideritanya membuat kami tidak bisa menyelamatkan cucu Bapak---"

Brak

Bukan, bukan! Aku tidak jatuh pingsan.

Tapi bubur ayam dua kotak yang dibawa Saputra terjatuh berceceran di lantai kamar.

.

.

.

❤❤❤

Bersambung ...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status