Share

Jangan Jadikan Aku Babumu, Dik!
Jangan Jadikan Aku Babumu, Dik!
Penulis: Embusan Angin

Bab 1 : Setengah Jam

"Bangun, Kak! Hebat, ya, enak-enakan tidur jam segini! Lihat tu, rumah masih berantakan begitu. Bukannya beberes rumah, malah molor. Dasar, pemalas! Ayo bangun!" Teriak Dinda kepada Mayang yang tertidur di sofa. Dia membangunkan sang kakak dengan sebelah kakinya.

Mayang terkejut dan refleks terbangun serta langsung berdiri oleh suara teriakan Dinda. Ternyata adiknya baru saja pulang.

"Lihat anakmu itu, kak. Sudah membuat rumahku berantakan! Dia membuang semua tisu kotakku! Emang, kakak pikir, tisu itu dibeli tidak menggunakan uang? Dan, astaga, lihat ini, ompolnya berceceran kemana-mana. Bau pesing. Jijik tau! Sudah cacat, nyusahin lagi!" Teriak Dinda lagi, sambil menutup hidungnya dengan sebelah tangan. Dia merasa jijik, melihat suasana rumah sore ini.

Mendengar ucapan dari sang adik, membuat hati Mayang terluka dan juga perih. Apalagi, mendengar umpatan dan hinaan yang dilontarkan kepada anak lelakinya itu. Membuat hati Mayang benar-benar sangat hancur.

Memang, benar. Mayang tidak sempat membereskan rumah hari ini. Mungkin karena lelah dan juga kecapean, jadinya Mayang tertidur. Ditambah lagi, Mayang juga merasakan tubuhnya kurang sehat dari tadi pagi.

Dengan perasaan yang teramat sakit, dan juga merasa sangat sedih. Dengan berurai air mata, Mayang pun merangkul tubuh Fikry, anak semata wayangnya yang berkebutuhan khusus. Dan Mayang, langsung mendekap Fikry, ke dalam pelukan.

"Maaf, Din. Kakak tidak lihat kalau Fikry mengambil tisu itu. Kakak sekarang lagi sakit. Kepala kakak pusing dan perut kakak mual. Dari tadi pagi, kakak juga muntah-muntah. Mungkin penyakit maag kakak, kambuh lagi. Soalnya, kemarin malam, kakak belum sempat makan. Dikarenakan, kakak ketiduran saat menidurkan keponakan kamu, Fikry," ucap Mayang pelan, menjelaskan kepada adiknya itu, tentang kondisinya hari ini.

Melihat Dinda yang diam, mendengar penjelasnya, Mayang pun melanjutkan ucapannya.

"Ditambah lagi, sekarang kakak belum sempat makan nasi. Dari tadi pagi, kakak cuma makan roti dan segelas teh tawar. Sehingga, sekarang kakak merasa kelelahan. Apalagi tadi pagi, kakak juga mencuci semua pakaian kotor, hanya menggunakan tangan. Karena kamu sendiri, tidak memperbolehkan kakak, untuk memakai mesin cuci."

"Dan, juga, tadi pagi, kakak juga disuruh oleh suami kamu. Untuk membersihkan semua rumput, yang ada di kebun belakang. Karena, rumputnya sudah sangat panjang," ungkap Mayang panjang lebar kepada Dinda.

Tetapi, bukannya rasa iba ataupun kasihan yang diterima oleh, Mayang. Melainkan ejekan dan kata-kata yang tidak pantas yang dilontarkan oleh Dinda untuk kakaknya itu.

"Halah! Alasan kakak saja, yang mengaku, sakit. Bilang, saja. Kalau kakak, sebenarnya, mau enak-enakkan, mau tiduran serta bermalas-malasan. Benarkan?" Tanya Dinda yang mengejek Mayang.

"Emang kakak pikir, kakak siapa? Putri raja! Atau nyonya di rumah ini?! Hah!" Bentak Dinda yang melotot marah kepada Mayang, dengan kedua tangan yang berada di pinggang.

"Bukan begitu, Dinda. Kakak tidak ada berpikiran seperti itu. Bukannya kakak, mau bermalas-malasan, tetapi kakak benar-benar merasakan sakit. Dan kakak juga be--," belum selesai ucapan Mayang, Dinda sudah memotong duluan.

"Apa?! Kakak mau bilang, apa? Mau membela diri, dengan mengatakan kalau kakak benar-benar, sakit? Dan, penyakit maag kakak kambuh lagi. Begitu? Ingat, ya kak. Kakak, cuma numpang di sini! Jadi, jangan blagu dan sok-sok'an, deh. Sudah untung, ya, aku mengizinkan kakak sama anak kakak yang tidak berguna itu, untuk tinggal disini." Teriak Dinda, yang makin menjadi-jadi mencela Mayang.

"Ingat, ya, kak. Apa yang kakak makan dan gunakan itu tidaklah gratis? Jadi, kakak harus membayarnya, dengan menggunakan tenaga kakak itu. Kalau kakak memang sudah tidak sanggup lagi, untuk bekerja di sini. Kakak boleh kok, pergi dari sini! Itu, pintu rumahku masih terbuka lebar. Biar kalian jadi gembel sekalian!" Hardik Dinda dengan sombongnya kepada sang kakak.

Mendengar perkataan adiknya itu, Mayang menjadi sangat sedih. Dengan memeluk tubuh Fikry, Mayang mencoba berkata kepada, Dinda, "Jangan berbicara seperti itu, Dinda. Jangan usir kami. Mau pergi kemana lagi, kakak sama Fikry. Kakak cuma punya kamu, saudara kakak," ucap Mayang yang berurai air mata. Meminta belas kasih dari adiknya itu.

"Makanya, kalau kakak masih mau tetap tinggal di sini, kakak jangan suka membantah perkataan, kami. Lakukan apapun, yang aku dan suamiku suruh. Dan sekarang, aku tidak mau tahu. Pokoknya, semua pekerjaan rumah, harus segera selesai. Dan terlihat bersih dalam waktu setengah jam. Oh, ya, jangan lupa, cepat kakak bersihkan noda-noda dari kencing anak kakak itu, dari lantai keramik rumahku. Dan, buat rumahku kembali bersih serta wangi kembali, agar tidak bau seperti ini!"

"Ingat ya kak, SE TE NGAH JAM! Gak lebih. Habis itu, kakak masak. Bahan-bahannya ada di dapur. Sejam lagi suamiku mau pulang. Aku tidak mau tahu, dalam se-jam semua pekerjaan rumah dan masak, sudah selesai. Kalau tidak, kakak boleh kok angkat kaki dari sini!" Ucap Dinda dengan sinis kepada Mayang, sambil menyilangkan kedua tangannya di dada.

"I-iya, Din. Kakak akan usahakan. Dalam se-jam sudah selesai," ucap Mayang terbata, dengan air mata, yang jatuh ke pipi. Dia merasa sangat sedih, melihat dan mendengar atas sikap dan prilaku, serta ucapan Dinda pada dirinya.

"Ya, harus donk, diusahakan. Emang, kakak mau, keluar dari sini dan tinggal di kolong jembatan, kalau tidak selesai. Sudahlah, cepat saja kakak kerjakan! Aku mau tidur dulu, mau istirahat! Capek tahu cari uang! Tidak seperti kakak, sudah tinggal gratis, makan gratis. Tapi, masih saja ngeyel dan tidak bersyukur." Cerca Dinda.

"Harusnya kakak itu bersyukur, punya adik seperti, aku. Yang sudah mau menampung dan membolehkan kalian, untuk tinggal di sini. Jadi, kakak tidak akan capek-capek lagi memikirkan biaya kontrakan, biaya makan, dan biaya lain sebagainya. Kalau orang lain, mana mau menampung saudara seperti kalian, yang hanya menyusahkan saja!" Sindir Dinda, dan berlalu pergi.

💦

Setelah kepergian, Dinda. Mayang menangisi nasibnya yang sangat menyedihkan. Karena, dihina dan dicaci oleh adik kandungnya sendiri. Adik yang selama ini, dia besarkan dengan cicilan peluh dan keringatnya itu, dengan sangat tega mencela serta merendahkan dirinya.

Semenjak ayah dan ibu mereka meninggal dunia. Mayang lah, yang selalu menjaga dan mengasuh adiknya itu. Dengan rasa tanggung jawab serta kasih sayang yang terlalu besar untuk Dinda. Mayang rela banting tulang untuk membiayai semua kebutuhan sang adik, hingga mereka dewasa. Dan, Dinda bisa meraih kesuksesan seperti sekarang.

Semua itu, tidak lepas dari pengorbanan dari Mayang sendiri. Karena, demi adiknya, Dinda. Mayang rela melupakan dan mengesampingkan akan kebutuhan untuk dirinya sendiri. Asalkan kebutuhan adiknya itu, tetap terpenuhi.

Tetapi, apa sekarang. Adik yang selama ini, dia banggakan, malah sampai hati, merendahkan dan menginjak-injak harga dirinya sendiri.

Padahal, dulu demi sang adik, Mayang rela berhenti sekolah dan menghabiskan masa remajanya, hanya untuk bekerja dan bekerja. Agar, cita-cita adiknya tercapai seperti yang sekarang dia dapatkan. Tetapi, apa sekarang? Adiknya sendiri, malah melupakan semua pengorbanan besar yang diberikan sang kakak kepada dirinya selama ini.

Sambil memeluk tubuh Fikry, ke dalam dekapannya. Mayang mulai menangis segegukan, sambil berkata...

"Bu, maafkan Mayang, yang tidak bisa menjaga Dinda dengan baik. Sehingga Dinda mempunyai sifat seperti ini. Apa karena uang dan tahta, hati dan perasaan seseorang menjadi berubah dan tertutup? Sehingga, dapat menghilangkan rasa kasih sayang sesama saudara, huhuhu," ucap Mayang yang berurai air mata, dengan menahan rasa kekecewaan yang sangat mendalam.

Bersambung

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Dhesu Nurill
Lanjutkan, Thor!
goodnovel comment avatar
Multiani Mul To
bagus ceritanya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status