LOGINjangan lupa untuk mampir ke buku baru Thor yaaa SEPANAS BELAIAN MANTAN KEKASIHKU, akan ada Brianna dan Leon yang bikin jantungan wkwkwwk
“Eliza ….”Suaranya menggema, membuat Eliza gemetar. Ia ingin berlari tetapi tidak bisa. Kakinya terlalu kebas bahkan jika itu untuk bergerak seinchi saja.“KAMU SUDAH MATI!” teriak Eliza teriring tubuhnya yang jatuh tak berdaya di lantai.Tangannya yang membawa ponsel berkeringat dingin. Gawainya tergeletak di sampingnya dengan pencahayaan yang menerangi ke atas sehingga membuat sosok makhluk itu terlihat semakin menyeramkan.‘Bayangkan bagaimana kalau ada orang jahat yang masuk ke kamarmu dan berwujud seperti ini. Apa tidak akan mati berdiri kita? Aah—bagaimana kalau rohnya tidak tenang dan dia berkeliaran menghantui Berlin?’Kalimat Ivy tadi menghantuinya. Apa yang tadi ia abaikan ternyata menjadi kenyataan.Orang yang sudah mati benar-benar gentayangan dan menerornya. Seakan ia sedang menuntut keadilan atas apa yang dilakukan oleh Eliza.“PERGI!”Eliza menyeret tubuhnya ke belakang. Benar-benar tak sanggup berdiri.“Ayo ikut aku, Eliza ….” ucap pria berwajah hancur itu.“TIDAK!”“
….Di dalam apartemen yang ditinggali oleh Eliza, ia sedang duduk di sofa ruang tamunya malam hari ini.Tangannya sibuk menggulir layar ponsel, mencari tahu siapa saja nama korban tewas dalam kecelakaan yang terjadi di jalan Nebelweg kemarin, yang hingga hari ini masih belum dirilis oleh pihak kepolisian.Eliza tidak peduli dengan semua orang itu. Ia hanya menginginkan satu nama saja: Samantha Celestine.Dengan kecelakaan yang begitu parah, harusnya Samantha menjadi salah satu korbannya, bukan?Tak mungkin wanita itu memiliki sembilan nyawa untuk selamat dari kematian.Eliza sudah mengupayakan agar segala hal terjadi.Sebelumnya ia telah meminta seseorang untuk mengikuti mobil yang dikemudikan oleh Samantha, yang memberitahukan bahwa ia menuju ke jalan Nebelweg. Eliza yang saat itu berada tak jauh dari sana kemudian meminta sopir truk yang sedang ditemuinya untuk menabrak sedan yang ia sebutkan itu, bagaimanapun caranya.Dan untuk memperluas kemungkinannya, Eliza menggunakan sentuhan
“Tapi hal seperti itu memang bisa terjadi, Anna,” kata Damien.“Benarkah, Tuan Damien?”“Ya. Saat si pengendara tewas, mesin masih menyala. Saat dia sekarat, otot-ototnya menegang. Kakinya yang menginjak gas akan memperburuk keadaan. Mobilnya terus bergerak tanpa tahu tujuan, menabrak apapun dan kejadian seperti pagi inilah hasilnya.”Anna mengangguk mengerti. Sementara Samantha yang ada di samping Damien tampak mengerutkan alisnya. Menatap prianya itu. “Tapi yang mencurigakan bukankah si sopir yang overdosis?” tanyanya.“Truknya masih diperiksa karena bagian depannya juga terbakar. Tapi teman saya bilang kalau itu pasti narkoba, Nona Samantha,” sahut Giovanni.“Pertemuan yang dilakukan oleh Eliza dan sopir itu sebelumnya sepertinya bukan hanya untuk membayarnya saja, Pak Gio,” ujar Samantha menelaah. “Dari wajahnya yang manis dan selalu bisa memanipulasi orang lain, bisa saja ada ... makanan, atau minuman yang sudah diberi obat diserahkan Eliza pada sopir itu. Eliza memastikan ia men
Giovanni tak ingin berprasangka seorang diri. Ia segera menghubungi Damien. Tuannya itu tak begitu saja menjawabnya. Sepertinya memang karena ia masih bersama Samantha sehingga ia tak akan mengatakan hal-hal tentang kecelakaan itu. Oleh karena itulah Damien mengirim pesan padanya.Saat Giovanni berpikir akan menutup panggilan itu, rupanya Damien menerimanya.“Gio,” sapanya dari seberang sana.“Maaf mengganggu, Tuan Damien. Bagaimana keadaan Nona Samantha dan Pak Reid?”“Mereka baik-baik saja, hanya saja ... memang masih shock. Lalu Robin bagaimana?”“Dia masih ada di ruang bedah. Dari informasi yang saya dapatkan, dia mengalami ruptur jantung. Saya sudah memberitahu orang tuanya dalam perjalanan ke sini tadi, setelah itu saya akan ke kantor polisi untuk mencari informasi bagaimana kecelakaan itu bisa terjadi.”Helaan Damien terdengar berat. Ada jeda yang membuat Giovanni tahu betapa Damien berterima kasih pada pria itu.“Aku berutang nyawa besar pada Robin karena dia sudah menyelamatk
Reid tidak berhenti, ia terus berlari dan memastikan mereka ada di jarak paling aman dari tempat kejadian perkara.Barulah saat mereka berada di jalur pejalan kaki yang tidak sekacau persimpangan jalan itu, Reid melambatkan derapnya.Pria itu menurunkan Samantha di bangku yang ada di sana, memintanya untuk duduk.Reid tampak memeriksa kaki Samantha yang berdarah, tapi syukurnya itu tidak terlalu dalam.“Robin bagaimana, Pak Reid?” tanyanya.Wajah robin yang bersimbah darah itu menghantuinya. Matanya basah, ia tidak bisa berpikir selain pada keselamatan Robin.“Saya melihat mobilnya dicongkel tadi, Nona. Sepertinya dia bisa dikeluarkan.”Mereka melihat sebuah mobil ambulans yang melaju kencang di hadapan mereka. Sirinenya seperti meminta tolong pada semua pengendara yang kebetulan lewat untuk sementara menyisih.“Tunggu di sini sebentar, akan saya belikan minuman,” pinta Reid.Ia bangun dari hadapan Samantha, meninggalkannya yang tergugu dalam tangis dan amarah.Kenapa?Kenapa truk ter
Samantha terpaku di tempat ia duduk. Air matanya tanpa sadar mengalir saat ia mengenali siapa pengemudi yang telah menyelamatkannya itu.Seorang pria yang sepertinya melihat mobilnya dalam bahaya dan memilih untuk menjadi perisai meski itu harus mengorbankan dirinya sendiri.“ROBIN!”Samantha gemetar, ia mendengar suara ledakan dari seberang sana. Beberapa puluh meter di belakang truk yang lajunya telah berhenti itu.Sebuah mobil terbakar, asap abu-abunya mengepul di udara. Kekacauan terjadi pada pagi yang harusnya tenang ini.Samantha ingin segera keluar dan memastikan keadaan Robin baik-baik saja.Tapi bagaimana caranya?Bahkan hanya untuk bergerak pun mereka kesulitan.Mobilnya terhimpit dengan mobil lain. Kecelakaan beruntun ini adalah sebuah momok yang tak mereka duga dalam perjalanan.“Nona?” panggil Reid dari balik kemudinya.Pria itu menoleh ke belakang, pada Samantha yang pandangannya tidak beralih dari Robin sama sekali.“Nona baik-baik saja?” tanyanya memastikan. “Nona terl







