Share

2. Terserah

Author: Jana Indria
last update Last Updated: 2024-03-07 01:01:43

"Saah!"

Spontan para saksi meneriakkan satu kata secara serempak.

"Alhamdulillah ...." desis Evan lirih. Menyapu wajah yang mulai rileks, dengan kedua telapak tangannya.

"Tunggu sebentar, aku panggilkan istrimu," ujar pak Ali sambil menepuk bahu kanan Evan. Dan setelah melihat anggukan Evan, pak Ali terus berdiri dan melangkah masuk ke dalam rumahnya.

Selang beberapa saat, terdengar suara kasak kusuk di belakang punggung Evan tentang betapa cantiknya si mempelai perempuan. Karena penasaran Evan pun akhirnya memberanikan diri mengangkat wajahnya ke arah tangga, di mana perempuan yang sudah sah jadi istri seorang Evan sedang di giring menuju ke arahnya.

Mata Evan membeliak dengan mulut terkatub rapat, bukan karena kecantikan dari mempelai wanita, Namun karena perempuan yang sedang melangkah di samping perempuan yang saat ini berstatus sebagai istrinya adalah perempuan yang dulu pernah ia perjuangkan dengan seluruh nafasnya, Nilla.

Sepertinya, Nilla pun tak kalah terkejut saat pandangan mereka bertemu, mungkin dia tak menyangka, kalau yang baru saja mengucapkan ijab kabul adalah lelaki yang pernah ia tinggalkan, dulu.

"Nak Evan ...!" panggil pak Ali saat melihat tak ada respon dari Evan ketika tangan kanan putrinya, beliau serahkan.

Tetap tak ada reaksi, Evan seperti sudah tidak berada di tempatnya. Matanya nanar menatap lantai.

Bukh!

Pak Dimas dengan sedikit keras menepuk bahu kirinya dari arah belakang, hingga membuat Evan kembali tersadar dan langsung menoleh pada pak Dimas.

Dengan gerakan mata, pak Dimas menunjuk tangan pak Ali yang menggantung di depannya.

"Maaf ...!" ujar Evan saat sudah menyadari kesalahannya, dan kemudian mengulurkan tangannya, menyambut tangan perempuan yang kini sah menjadi istrinya.

"Bawa duduk dulu, nak Evan," suruh pak penghulu.

Dan Evan menurutinya. Dia menarik pelan tangan istrinya agar duduk di dekatnya.

"Pegang kening istrimu dan bacakan doanya."

Menuruti apa yang dikatakan pak petugas, Evan memejamkan mata, dengan tangan kanan berada di kening istrinya, dia mulai membaca doa.

"Pasangkan cincinnya dan cium telapak tangan suamimu, nak Isaura!"

Sama seperti Evan. Isaura pun melakukan apa yang diperintahkan oleh bapak petugas dari KUA.

"Alhamdulillah, tanda tangan di sini!"

Lagi lagi pak petugas dari KUA menyuruh Evan dan Isaura untuk menanda tangani buku nikah dengan warna yang berbeda.

"Simpanlah, sekarang kalian sudah resmi, menjadi suami istri, belajar saling memberi, menerima dan saling mengalah. Allah tidak melarang perpisahan atau cerai, namun Allah membencinya."

Pesan pak petugas sambil mengulurkan tangan ke arah Evan sambil mengucapkan selamat menempuh hidup baru.

Kemudian satu persatu para tamu berdatangan untuk mengucapkan selamat kepada Evan dan Isaura. Termasuk Nilla. Mata mereka saling bertatap, dengan tangan dalam genggaman, sejenak, Namun sungguh mampu mengubah dunia Evan. Hingga mereka terpisahkan oleh tamu lain yang juga ingin mengucapkan selamat kepada mempelai.

Pak Dimas menepuk pundak Evan dan berkata, "Semoga kalian menjadi keluarga sakinah, mawardah, dan warohmah. Jadilah imam yang bisa menjadi tauladan bagi istrimu. Ingat! Wajib mendidik dengan lembut."

Evan mengangguk sambil memeluk erat pak Dimas. Dan pada saat itulah dia melihat kelebatan orang yang dikenalnya sebagai salah satu dari orang orang kepercayaan sang Papa, sedang berbicara serius dengan pak Ali, yang kini menjadi mertuanya. Entah apa yang sedang mereka bicarakan, Namun dari wajah yang pak Ali tunjukkkan, ada keterkejutan dan ketakutan.

"Van ... ada apa, apakah karena Nilla?" tanya Pak Dimas dengan suara pelan sekali, sebelum akhirnya mengurai pelukan dan kini menatap anak dari perempuan yang di cintainya itu dengan penuh kasih sayang.

Evan menghela nafas panjang, kemudian menggelengkan kepalanya.

Pak Dimas tersenyum, senyum yang artinya sulit untuk dijelaskan, kemudian beliau bergeser ke arah Isaura untuk mengucapkan kata selamat dan doa untuk pernikahan mereka.

Selang tiga puluh menit kemudian, tak ada lagi orang yang datang mengucapkan selamat, semuanya tengah asik menikmati makanan yang disajikan oleh tuan rumah. Evan langsung duduk dan bersandar di kursi pelaminannya.

"Kenapa kamu mau menerima pernikahan ini?" tanya Isaura, ia pun ikut duduk walau agak menjauh.

Evan tersenyum mendengar pertanyaan dari istrinya, sepertinya ia tak berniat untuk menjawabnya. Matanya meneliti sekitar mencari sesuatu.

"Berapa kamu di bayar Ayah untuk menggantikan Dani? Jangan kau pikir setelah kita menikah, aku akan mencintaimu, karena aku masih setia pada Dani."

Isaura sepertinya juga tak perduli dengan ke-cuek-an yang suaminya tunjukkan. Ia terus menerus mengocehkan sesuatu yang sebenarnya sedang menunjukkan ketak berdayaannya.

Evan tetap diam, walau dia mendengar dengan jelas apa yang dikatakan Isaura, tadi. Entah apa yang sedang ia pikirkan, hanya senyum yang mengembang di bibirnya saja yang tampak, hingga membuat Isaura semakin kesal.

"Dengar, kalau kau pikir dengan diam aku akan mengasihani, kamu salah. Aku adalah putri tunggal dari seorang Ali Sofyan. Manager eksekutif dari PT. Drabara --Sebuah perusahaan yang sudah sangat terkenal namanya dalam bidang pertambangan. Yang paling besar di negara ini," ujar Isaura dengan sombongnya.

"Ayah akan mengabulkan semua yang aku pinta, jadi bersiap siaplah menjadi duda dalam hitungan jam."

Evan hanya menghela nafas panjang begitu mendengar ucapan Isaura.

Namun tiba tiba, Evan berdiri melangkah tepat ke depan Isaura, membungkuk dengan wajah yang sengaja ia sodorkan hingga hampir mengenai wajah istrinya.

Isaura yang kaget karena perlakuan suaminya, mencoba mundur menghindar Namun tak bisa lagi bergeming saat kepalanya membentur sandaran, hingga membuatnya dapat mencium nafas wangi lemon.

"Lakukan semaumu!" ucap Evan tanpa tekanan yang berarti, kemudian dia berdiri meninggalkan Isaura yang masih duduk sendirian sambil menghentak hentakkan kakinya ke lantai karena kesal akibat perlakuan Evan.

Evan mendekati pak Dimas yang tengah duduk sendiri sambil menikmati sepiring makanan, dengan santai.

"Pak ...!" sapa Evan sambil memposisikan dirinya duduk di kursi samping kanan pak Dimas.

"Van! Kenapa kau tinggalkan istrimu sendirian, ada apa?" Pak Dimas yang kaget karena Evan datang tiba tiba dan langsung duduk di sampingnya, sendirian tanpa di ikuti oleh istrinya

"Tidak ada apa apa, Pak. Hanya ingin menemani bapak saja."

Evan menjawab tanpa menoleh pada si empunya tanya.

"Hahahhaha."

"Kok tertawa, Pak? Nggak percaya kalau saya benar benar ingin menemani?" tanya Evan yang masih menyimpan rasa kagetnya karena pak Dimas yang tiba tiba terbahak..

"Percaya kok, Van. Sana ambil piringmu dan isilah, kemudian kembali ke sini, makan bersama. Itu yang namanya menemani."

"Hahahaha!"

Kini berganti Evan yang terbahak menyadari kesalahannya.

"Pak, masalah mahar yang tadi, akan say--"

"Tidak usah kau pikirkan, terima saja itu sebagai kado pernikahan kalian. Dan ... ku beri kau cuti selama tiga hari saja, karena ini mendadak," potong Pak Dimas.

"Hahaha ...! Makasih, Pak!" ujar Evan sambil tersenyum lebar.

"Sudahlaah, jangan kaku seperti itu, balas saja dengan memberikanku cucu yang banyak dan lucu lucu. Ok?!"

"Permintaan yang mudah Namun sebenarnya sangat susah. Tapi, pak Dimas tenang saja, akan aku usahakan, walau mungkin tidak secepat bus trans Jakarta, hahahaha!"

Evan tertawa sendiri dengan bahasa yang ia ucapkan.

"Uhuuuk ... Uhuks."

Dan nampaknya juga berhasil membuat pak Dimas tersedak, dengan segera Evan mengambilkan segelas besar teh manis dan menyerahkannya ke pak Dimas yang terbatuk batuk akibat ulahnya .

Pak Dimas menerima teh manis yang sengaja Evan ambil tadi di meja, tempat banyak makanan enak dan mewah di sajikan. Dan segera meminumnya hingga tandas.

"Kau mencari dia, Van?" tanya pak Dimas dengan tiba tiba, sambil menunjukkan arah dengan isyarat gerakan kepala.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Jangan Menolakku    Tebakan Mamanya Rara

    Evan kembali melangkah sendirian ke rumah sakit, tampak olehnya Mama dan Ayah yang duduk di sisi ranjang tempat Rara berbaring. "Sudah kembali, Van?" tanya Mama saat mereka mendengar bunyi pintu yang di buka oleh Evan. "Iya, Ma." jawab Evan yang dengan senyum khasnya mendekati mereka dan mencium punggung tangan keduanya dengan Takzim."Kamu bawa apa?" tanya Mama yang melihat salah satu tangan Evan sedang menenteng sebuah kresek yang lumayan besar bentuknya."Aku bawa makanan untuk ayah dan mama, takutnya ayah dan mama tidak keluar karena menjaga Rara."Evan memberikan kresek warna hitam dengan logo wajah bapak tua itu pada mama. Kemudian menghampiri Rara yang memejamkan matanya. Tanpa bersuara lagi, pak Ali dan istrinya bangun dari kursinya dan melangkah mendekati ranjang kosong di sebelah ranjang pasien, yang menjadi fasilitas untuk kamar ber-vvip.Beliau berdua sepertinya sengaja memberikan Evan tempat untuk menemani Rara."Dia tidur, Van. Mungkin dia lelah karena nangis tadi."

  • Jangan Menolakku    Menikahlah

    "Aku merasa berdosa sekali telah beranggapan yang tidak tidak padamu, di masa lalu." ujar pak Dimas yang kembali terduduk di kursinya, wajahnya yang menunduk dengan pandangan nanar ke lantai."Ini terjadi karena ketiadaan kedua mertua kita, apalagi saat itu kak Bastian seperti tak lagi memperhatikan kedua adik perempuannya yang telah menginjak usia dewasa. Dia lebih memperhatikan Mieke karena saat itu cinta perempuan itu adalah segalanya bagi kak Bastian." jelas pak Hendra dengan mata menatap ke luar rumah seperti sedang mengingat kejadian kemarin."Apa maksudmu, Ndra?" tanya pak Dimas yang tak mengerti dengan penjelasan yang baru saja pak Hendra katakan "Ayah Nilla adalah kakak lelaki dan anak tertua dari keluarga istri kita. Namun Ayahnya Nilla yang awalnya sangat mencintai Mieke karena beranggapan cinta wanita itu tulus padanya, akhirnya berubah. Suatu ketika dia ingin tahu apakah Mieke akan tetap setia kepadanya atau berubah saat tahu kalau dia hanyalah seorang supir di keluarga

  • Jangan Menolakku    Dia Anakmu

    Di waktu yang sama .... Pak Dimas turun dari mobil dan berdiri tak jauh dari mobilnya, matanya menyapu dan menatap rumah asri di depannya, rumah sederhana dengan tembok berwarna biru, berpagar hanya sebatas pinggang orang dewasa. Dengan di dalamnya berjenis jenis tanaman berbeda disusun rapi dan indah. Tampaknya dia masih sangsi dengan apa yang di lihatnya, dia masih tak percaya, tangannya membuka ponsel yang sedari tadi ia genggam, di cocokkan nya lagi alamat yang ia dapat dari salah satu kaki tangannya. Dan alamat itu benar karena di tembok dekat pintu tertempel nama dan alamat lengkap, yang terbuat dari hiasan kayu. Sama seperti yang tertera di layar ponselnya. Pak Dimas melangkah mendekati pagar, dan membukanya dengan mudah karena ternyata tak terkunci. Dengan mata masih memperhatikan sekelilingnya. Pak Dimas melangkah masuk mendekati pintu rumah yang terdiri dari dua daun pintu bercat putih. Rumah yang sejuk dan nyaman. Angin bertiup dari segala arah. Dengan wangi b

  • Jangan Menolakku    Om Tyo

    Evan sebenarnya tahu kalau Rara sudah sadar dan tidak sedang tertidur, dia pasti juga sudah sangat mengerti kalau kedua orangtuanya datang, Namun mungkin sedang tak ingin melakukan apa pun karena sedang kehilangan."Apa kau ingin makan sesuatu?" tanya Evan yang melangkah mendekati ranjang pembaringan Rara.Tak ada jawaban, bergerak pun tidak. Evan hanya bisa kembali mencium kening Rara, dan melihat sepintas mata dari istrinya yang masih terpejam. "Sabar ya Sayang, Allah masih ingin menguji kesabaran kita," bisiknya pas di telinga Rara.Pun saat Ayah dan Mama kembali masuk ke dalam ruangan itu, Rara masih tetap membatu. Hingga saat seorang Dokter yang di ikuti dua perawat perempuan masuk ke dalam kamar untuk pemeriksaan rutin pun, Rara masih tetap terdiam walau kini matanya tak lagi terpejam."Mbak, tetap semangat ya, jangan sedih terus, nanti kalau sedih terus susah sembuhnya." Nasehat bu Dokter sambil mengajak bercanda, Namun Rara masih tetap bergeming.Sampai rombongan Dokter it

  • Jangan Menolakku    Mereka Adalah

    Mendengar penjelasan dari sang Dokter, Evan hanya bisa menggenggam jari tangannya sendiri kuat kuat, ada perasaan perih yang menyayat."Saya harap bapak tidak kecil hati, tolong berikan semangat buat istri bapak, karena biasanya perempuan yang baru saja kehilangan bayinya akan berubah menjadi wanita sensitif--gampang marah hanya kerana masalah masalah kecil," ujar Dokter perempuan itu dengan senyum perduli. "Apakah kami masih bisa punya anak lagi, Dok?" tanya Evan dengan wajah penuh harap. "Bisa! Tentu saja bisa, tidak ada kendala dengan rahim si ibu kok, pak," jawab Dokter dengan senyum yang menenangkan hati Evan."Yang penting sekarang adalah bagaimana cara bapak untuk menguatkan mental si ibu bahwa semua baik baik saja."Kembali Dokter memberikan pesan berharga buat Evan."Baik, Dok. Akan saya perhatikan semua yang dokter pesan. Terimakasih."Dokter perempuan separuh baya yang mengenakan hijab lebar itu hanya bisa tersenyum melihat ke kondisi Evan. Dan menganggukkan kepala mem

  • Jangan Menolakku    Maap

    "Ya, kamu benar. Maaf kalau selama ini ayah tidak pernah menceritakan pada kalian, tapi bukankah kalian sudah mengatakan bahagia atas pernikahan ini?"Rara tak menjawab pertanyaan ayahnya, malah kini dia berpaling ke arah Evan, yang kini juga tengah memandangnya."Apakah kamu bahagia hidup bersamaku, Mas?" Dengan wajah serius, Rara bertanya pada Evan yang menaikkan kedua alisnya sambil tersenyum saat mendengar istrinya bertanya."Alhamdulillah, insya Allah selamanya, aku bakalan bahagia dan akan membahagiakanmu," jawab Evan dengan rona muka serius, memandang silih berganti Rara, dan kedua mertuanya."Aamiin aamiin." sahut semuanya dengan penuh keyakinan."Jadi pengin muda lagi aku, Ayah." ujar Mama, dengan muka merajuk sambil memeluk satu lengan Ayah dan menggelayutinya mesra. "Hahahaha!"Tentu saja sikap Mama membuat Evan dan Rara terkekeh spontan. "Sudah malam, apakah kalian masih kekeh untuk pulang malam, ini?""Mungkin ada baiknya bila kita menginap saja, besok setelah subuh k

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status