Share

7. Drama

Author: Jana Indria
last update Last Updated: 2024-03-07 23:21:30

"Akhirnya kalian turun juga, apa yang membuat kalian lama sekali?" tanya Mama Isaura pada sepasang pengantin baru yang melangkah mendekat.

"Maaf, Ma. Ketiduran tadi sore, hingga melewatkan sholat maghrib dan ashar, jadi sebelum turun saya selesaikan dulu urusan dengan Al Khaliq," jawab Evan sambil menarik salah satu kursi di sebelah mama untuk di duduki Isaura, yang tengah memandangnya dengan heran.

Perempuan itu menyangka kursi itu akan Evan duduki sendiri, kemudian saat Evan kembali menarik salah satu kursi lagi untuk dirinya sendiri, barulah Isaura tersenyum dengan perlakuan manis Evan padanya.

"Alhamdulillah ... baguslah kalau begitu!" seru Mama dengan mata berbinar bahagia. Tangannya mengulurkan satu piring yang masih kosong pada anaknya.

Isaura pun mengambil piring itu dan mengisinya dengan nasi dan lauk yang ia kehendaki, hingga membuat Mama, Ayah dan Evan memandang padanya.

"Kenapa tak kau tanyakan dulu pada suamimu. Makanan apa yang ingin ia makan?!" tegur ayahnya, dengan tatapan tajam.

"Kenapa harus aku yang bertanya, bukankah mama yang biasanya bertanya saat ada tamu yang berkunjung," jawab Isaura dengan cueknya, malah menaruh piring yang ia isi tadi, tepat di depannya.

"Tapi dia bukan tamu, Ra. Dia suamimu, kamu harus belajar untuk melayani suamimu," tegur Ayah Ali yang berhenti makan, tangannya langsung meletakkan sendok dan garpu di piring. Ucapannya pun terdengar naik satu oktaf.

Isaura tercekat, dia tak menyangka ayahnya akan semarah itu padanya. Evan melirik istrinya yang sepertinya sedang menarik nafas panjang berulang kali, kedua matanya tampak sudah berkaca kaca. Tampak sekali kalau sedang menahan kesal.

"Ayah, Mama. Saya mau minta izin untuk membawa Isaura ke rumah saya yang berada di perumahan Griya Kahyangan, besok," pinta Evan, berharap fokus tidak lagi pada Isaura.

"Silahkan, aku sudah memberikan tanggung jawab padamu untuk menjaga, membimbing dan mengajarinya menjadi istri yang sempurna," jawab Ayah Ali, langsung menyetujui permintaan Evan.

"Ayah, kenapa kau seperti sudah tidak mencintaiku, bukankah aku adalah putrimu yang sangat ayah cintai, selama ini ayah tak pernah menolak, dan memarahiku, kenapa sekarang seperti tak berdaya saat di hadapan dia."

Isaura serta merta menunjuk tepat di muka Evan yang memejamkan mata karena terlalu dekatnya telunjuk Isaura ke matanya.

"Sopanlaah pada suamimu, apakah kau pernah melihat mamamu memperlakukan ayahmu seperti itu?" Sentak pak ali dengan tatapan tak suka ke arah Isaura.

"Tapi dia berbeda, dia bukan pilihanku?" bantah Rara, panggilan kesayangan untuk Isaura.

"Buka matamu lebar- lebar, orang yang menjadi pilihanmu, bukannya menjagamu, tapi dia telah melempar kotoran di muka keluarga kita!"

Suara ayah yang menggelegar membuat Mama serta merta mendekat dengan memberikan segelas air bening pada Ayah sambil meminta Ayah untuk lebih bersabar.

Ayah meminum air dalam gelas hingga habis, sedangkan Evan berbalas pandang dengan Rara dan kedua orang tuanya.

"Van ... ceraikan aku, sekarang juga! aku tak mau ikut denganmu!" Suara Isaura yang pelan Namun gaungnya melebihi toa di mesjid bagi yang mendengar.

"Bila kau bercerai bukan karena inginnya si Evan, maka pintu rumah ini akan tertutup untukmu! dengarkan itu Isaura!" bentak Ayah Ali, yang langsung berdiri dengan kedua tangannya pun terkepal. Evan yang semula diam, kaget dan spontan berdiri.

"Ayah ...!" jerit mama dan Rara, hampir bersamaan

Mama memegang tangan kanan Ayah, Namun Ayah mengurainya. Kemudian melangkah pergi meninggalkan meja makan dengan raut muka merah padam, menaiki tangga ke lantai atas.

"Ka--!"

"Ra, jangan kasar pada suamimu!" Lagi lagi mama menegur Rara yang kembali menatap Evan seperti sedang menatap mangsa yang tak bisa ia makan.

"Ayahmu benar, setelah pernikahan, anak perempuan sudah bukan milik keluarga lagi, tapi kepunyaan suaminya, belajarlah menjadi istri yang baik, yang patuh pada suamimu."

Mama dengan nada lirih dan pelan menghampiri Isaura dan membelai rambutnya, semata untuk membuat reda amarah putri tunggalnya itu.

"Mama dan Ayah sudah tidak mencintaiku!"

Dengan setengah berlari, Isaura melangkah menaiki tangga ke lantai atas.

"Jangan di kejar Van. Biarkan dulu dia sendiri. Biar nanti mama yang akan membujuknya," cegah Mama membuat Evan yang sudah berdiri dari duduknya, kembali menghentikan niatnya.

"Rara memang keras hati, sama seperti yang ayahnya punya. Rara anak baik kok, hanya saja mungkin dia masih kecewa, kenapa Dani tidak datang di hari pernikahannya, tanpa ada alasan." Mama menjelaskan kemungkinan kenapa Isaura bersikap kasar seperti itu terhadap Evan.

"Ya, saya paham, Ma."

"Dia juga bukan orang yang susah jatuh cinta, dengan perhatian perhatian kecil aja, dia akan cepat luluh. Mama harap, kamu mau bersabar, ya?!"

Mama memberikan semangat dengan nada yang enak terdengar di telinga Evan.

"Iya, Ma."

"Kamu teruskan makan, mama mau bujuk istri manjamu dulu," ujar Mama, yang melangkah ke tangga, dan saat melewati Evan, tangan kanan mama memukul pelan bahu Evan sembari mengucapkan kata sabar.

Sepertinya hanya Mama yang mempunyai sifat dewasa di rumah ini, kata katanya membuat tenang dan bersemangat.

Evan yang sudah tak merasakan lapar lagi, akhirnya juga bangun dari kursi dan melangkah ke halaman belakang.

Sambil rebahan menikmati bintang, Evan akhirnya kembali tertidur di gazebo, gigitan dan bunyi nyamuk sepertinya tak lagi jadi penghalang dia lelap.

Entah berapa lamanya Evan tertidur dengan posisi meringkuk, akhirnya terbangun karena dingin yang menusuk hingga tulang.

Duduk sebentar di tepian gazebo, akhirnya Evan memilih untuk melangkah meninggalkan halaman belakang, menuju kamarnya.

Dengan pelan dan tak bersuara, Evan membuka pintu dan masuk ke dalam kamar. Di ranjang terlihat Isaura sedang tertidur, dengan banyak tumpukkan bantal di tengah ranjang.

Membuat Evan tersenyum karena mengerti maksud dari tumpukan bantal.

Dilihatnya jam di atas pintu ke arah balkon. Jarum pendek berada di angka tiga dan jarum pangan di angka dua belas.

Evan langsung menuju ke kamar mandi, terdengar suara gemericik air, tak lama kemudian Evan keluar dengan keadaan wajah, separuh rambut, kedua kaki dan tangan dalam kondisi basah.

Kemudian mengganti baju dan celana dengan kaos dan sarung yang tadi ia pakai buat sholat isya. Kemudian berdiri tegak, sholat malam.

"Ya ... Tuhan." seru Evan saat selesai sholat, kemudian duduk bersila dengan kedua tangan mengulur ke atas.

"Ya Allah, hamba memohon cinta-Mu, cinta seorang yang mencintai-Mu, dan cinta amal yang membawaku ke samping-Mu. Jadikan Engkau lebih aku cintai dari pada selainngkau. Jadikan cintaku pada-Mu dapat membimbingku pada ridho-Mu. Jadikanlah kerinduanku pada-Mu sehingga mencegahku dari maksiat. Anugrahkanlah padaku pandangan-Mu. Tataplah diriku dengan pandangan kasih sayang. Jangan palingkan wajah-Mu dariku. Jadikanlah aku di antara para penerima anugerah dan karunia-Mu."

"Ya ... Allah, aku tahu, masih belum ada cinta di hatiku dan di hati istriku, tapi apalah kami di mata-Mu, sang pembolak balikkan hati manusia. Aku tahu pasti takdirmu lebih indah dibandingkan apa yang menjadi rencanaku dan rencana istriku, Isaura."

"Jadikanlah aku di antara para penerima anugerah dan karunia-Mu. Wahai Dzat yang Maha Pemberi Ijabah. Ya Arhamar rahimin."

Evan mengatubkan kedua tangan dan menyapukan ke wajahnya sambil terus mengucapkan kata Aamiin.

Tanpa Evan sadari, Isaura yang saat itu terbangun, mendengar semua apa yang di ucapkan Evan dalam doa malamnya.

Hatinya luluh, air matanya menetes, entah amal baik apa yang pernah di buatnya hingga berjodoh dengan seorang Evan yang sangat taat agamanya, dan perduli pada dirinya.

"Aku masih tak percaya, lelaki ini pasti sedang ber - drama di depanku," ujar Isaura yang mengusap pipinya dengan sedikit kasar.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Jangan Menolakku    Tebakan Mamanya Rara

    Evan kembali melangkah sendirian ke rumah sakit, tampak olehnya Mama dan Ayah yang duduk di sisi ranjang tempat Rara berbaring. "Sudah kembali, Van?" tanya Mama saat mereka mendengar bunyi pintu yang di buka oleh Evan. "Iya, Ma." jawab Evan yang dengan senyum khasnya mendekati mereka dan mencium punggung tangan keduanya dengan Takzim."Kamu bawa apa?" tanya Mama yang melihat salah satu tangan Evan sedang menenteng sebuah kresek yang lumayan besar bentuknya."Aku bawa makanan untuk ayah dan mama, takutnya ayah dan mama tidak keluar karena menjaga Rara."Evan memberikan kresek warna hitam dengan logo wajah bapak tua itu pada mama. Kemudian menghampiri Rara yang memejamkan matanya. Tanpa bersuara lagi, pak Ali dan istrinya bangun dari kursinya dan melangkah mendekati ranjang kosong di sebelah ranjang pasien, yang menjadi fasilitas untuk kamar ber-vvip.Beliau berdua sepertinya sengaja memberikan Evan tempat untuk menemani Rara."Dia tidur, Van. Mungkin dia lelah karena nangis tadi."

  • Jangan Menolakku    Menikahlah

    "Aku merasa berdosa sekali telah beranggapan yang tidak tidak padamu, di masa lalu." ujar pak Dimas yang kembali terduduk di kursinya, wajahnya yang menunduk dengan pandangan nanar ke lantai."Ini terjadi karena ketiadaan kedua mertua kita, apalagi saat itu kak Bastian seperti tak lagi memperhatikan kedua adik perempuannya yang telah menginjak usia dewasa. Dia lebih memperhatikan Mieke karena saat itu cinta perempuan itu adalah segalanya bagi kak Bastian." jelas pak Hendra dengan mata menatap ke luar rumah seperti sedang mengingat kejadian kemarin."Apa maksudmu, Ndra?" tanya pak Dimas yang tak mengerti dengan penjelasan yang baru saja pak Hendra katakan "Ayah Nilla adalah kakak lelaki dan anak tertua dari keluarga istri kita. Namun Ayahnya Nilla yang awalnya sangat mencintai Mieke karena beranggapan cinta wanita itu tulus padanya, akhirnya berubah. Suatu ketika dia ingin tahu apakah Mieke akan tetap setia kepadanya atau berubah saat tahu kalau dia hanyalah seorang supir di keluarga

  • Jangan Menolakku    Dia Anakmu

    Di waktu yang sama .... Pak Dimas turun dari mobil dan berdiri tak jauh dari mobilnya, matanya menyapu dan menatap rumah asri di depannya, rumah sederhana dengan tembok berwarna biru, berpagar hanya sebatas pinggang orang dewasa. Dengan di dalamnya berjenis jenis tanaman berbeda disusun rapi dan indah. Tampaknya dia masih sangsi dengan apa yang di lihatnya, dia masih tak percaya, tangannya membuka ponsel yang sedari tadi ia genggam, di cocokkan nya lagi alamat yang ia dapat dari salah satu kaki tangannya. Dan alamat itu benar karena di tembok dekat pintu tertempel nama dan alamat lengkap, yang terbuat dari hiasan kayu. Sama seperti yang tertera di layar ponselnya. Pak Dimas melangkah mendekati pagar, dan membukanya dengan mudah karena ternyata tak terkunci. Dengan mata masih memperhatikan sekelilingnya. Pak Dimas melangkah masuk mendekati pintu rumah yang terdiri dari dua daun pintu bercat putih. Rumah yang sejuk dan nyaman. Angin bertiup dari segala arah. Dengan wangi b

  • Jangan Menolakku    Om Tyo

    Evan sebenarnya tahu kalau Rara sudah sadar dan tidak sedang tertidur, dia pasti juga sudah sangat mengerti kalau kedua orangtuanya datang, Namun mungkin sedang tak ingin melakukan apa pun karena sedang kehilangan."Apa kau ingin makan sesuatu?" tanya Evan yang melangkah mendekati ranjang pembaringan Rara.Tak ada jawaban, bergerak pun tidak. Evan hanya bisa kembali mencium kening Rara, dan melihat sepintas mata dari istrinya yang masih terpejam. "Sabar ya Sayang, Allah masih ingin menguji kesabaran kita," bisiknya pas di telinga Rara.Pun saat Ayah dan Mama kembali masuk ke dalam ruangan itu, Rara masih tetap membatu. Hingga saat seorang Dokter yang di ikuti dua perawat perempuan masuk ke dalam kamar untuk pemeriksaan rutin pun, Rara masih tetap terdiam walau kini matanya tak lagi terpejam."Mbak, tetap semangat ya, jangan sedih terus, nanti kalau sedih terus susah sembuhnya." Nasehat bu Dokter sambil mengajak bercanda, Namun Rara masih tetap bergeming.Sampai rombongan Dokter it

  • Jangan Menolakku    Mereka Adalah

    Mendengar penjelasan dari sang Dokter, Evan hanya bisa menggenggam jari tangannya sendiri kuat kuat, ada perasaan perih yang menyayat."Saya harap bapak tidak kecil hati, tolong berikan semangat buat istri bapak, karena biasanya perempuan yang baru saja kehilangan bayinya akan berubah menjadi wanita sensitif--gampang marah hanya kerana masalah masalah kecil," ujar Dokter perempuan itu dengan senyum perduli. "Apakah kami masih bisa punya anak lagi, Dok?" tanya Evan dengan wajah penuh harap. "Bisa! Tentu saja bisa, tidak ada kendala dengan rahim si ibu kok, pak," jawab Dokter dengan senyum yang menenangkan hati Evan."Yang penting sekarang adalah bagaimana cara bapak untuk menguatkan mental si ibu bahwa semua baik baik saja."Kembali Dokter memberikan pesan berharga buat Evan."Baik, Dok. Akan saya perhatikan semua yang dokter pesan. Terimakasih."Dokter perempuan separuh baya yang mengenakan hijab lebar itu hanya bisa tersenyum melihat ke kondisi Evan. Dan menganggukkan kepala mem

  • Jangan Menolakku    Maap

    "Ya, kamu benar. Maaf kalau selama ini ayah tidak pernah menceritakan pada kalian, tapi bukankah kalian sudah mengatakan bahagia atas pernikahan ini?"Rara tak menjawab pertanyaan ayahnya, malah kini dia berpaling ke arah Evan, yang kini juga tengah memandangnya."Apakah kamu bahagia hidup bersamaku, Mas?" Dengan wajah serius, Rara bertanya pada Evan yang menaikkan kedua alisnya sambil tersenyum saat mendengar istrinya bertanya."Alhamdulillah, insya Allah selamanya, aku bakalan bahagia dan akan membahagiakanmu," jawab Evan dengan rona muka serius, memandang silih berganti Rara, dan kedua mertuanya."Aamiin aamiin." sahut semuanya dengan penuh keyakinan."Jadi pengin muda lagi aku, Ayah." ujar Mama, dengan muka merajuk sambil memeluk satu lengan Ayah dan menggelayutinya mesra. "Hahahaha!"Tentu saja sikap Mama membuat Evan dan Rara terkekeh spontan. "Sudah malam, apakah kalian masih kekeh untuk pulang malam, ini?""Mungkin ada baiknya bila kita menginap saja, besok setelah subuh k

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status