Selepas kepergian Aldi dan Langit, Noah membawa Alin untuk kembali ke kosannya. Dalam perjalanan, Alin masih tenggelam dalam dunianya. Bahkan saat Noah meletakkan Tissu dipangkuan Alin pun, ia tak bergeming.Hingga mobil yang Noah kendarai sampai di depan kosan Alin. Wanita yang sedang patah hati itu masih diam ditempatnya. Noah menatap lama pada wanita berwajah sendu disampingnya."Kau mau aku membawamu ke tempat yang menyenangkan?"Alin menoleh pelan dengan tatapan tanya. Noah tersenyum tipis, ia melajukan lagi mobilnya membelah jalanan.Noah fokus menyetir. Menatap lurus kedepan. Hingga mobil itu berhenti di jalan beraspal di pinggiran pantai. Mereka terdiam di dalam mobil. Alin masih menangis walau lirih, dan Noah tetap setia menunggui pujaan hati disampingnya.Pria itu menyandarkan punggung dan kepalanya. Matanya masih lekat menatap wanita yang sedang menangis itu. Hingga tetesan airmata terakhir Alin usap dengan tissu.Alin menoleh melihat ke arah
"Aku hanya merasa sangat bodoh...Aku merasa sangat buruk...Aku merasa sangat kotor..." Alin menjeda sesaat,"Melihat wanita itu, berdiri didepanku, kaki jenjangnya yang indah, tubuhnya yang terbentuk sempurna, kulit putih dan mulus. Wajah yang cantik tanpa cacat.Membuatku bercermin pada pantulan diri yang hina ini. Benar kata mas Aldi....""Berhenti!"sela Noah mengeratkan pelukannya."Aku dekil, jelek." mata Alin mulai berembun lagi."Berhenti!" Noah dengan tak sabar menyela lagi. Ia menjadi sangat kesal dan mencoba menguasai emosinya."Berjerawat dimana-mana. Kusam.""Berhenti disana Alin!"Noah yang makin kesal mendengar rengekan Alin yang terus menghujat dirinya sendiri mulai mengepalkan tangan dengan kuat."Hitam, tidak menarik. Siapa laki-laki yang mau denganku, memang benar kata Mas Aldi...""Shut up Baby!" Noah menggeram, rahangnya sudah mengeras, bibirnya mengatup rapat menahan emosinya."Aku hanya membuat malu sa... uum
Bu Romlah, mendapati rumahnya berantakan saat ia baru saja pulang arisan. Hatinya geram dan diliputi kemarahan. Bagaimana tidak, semenjak Aldi dan keluarga nya tinggal dirumahnya, kediamannya itu selalu berantakan. "Aldi!""Aldi!"Bu Romlah terus berteriak memanggil anaknya. Melin yang sedang tiduran dikamar mendengar suara calon mertua-nya itu berteriak-teriak mengambil bantal dan menutup telinganya. Namun, teriakan Bu Romlah memang tiada duanya. Suaranya bahkan sampai tembus walau Melin sudah menyumpal dengan bantal. Dengan jengkel, Melin melempar bantalnya di kasur. Ia dengan terpaksa bangkit dan keluar kamar. Tak lupa dengan mulut yang cemberut."Aldi!""Aldi!""Apalah Mak lampir ini, siang-siang mau istirahat juga, malah ngganggu." gerutu Melin melihat Bu Romlah yang berdiri dengan tak tenang di ruang depan. Melin merubah mimik mukanya, di buat seramah mungkin. Padahal aslinya ogah juga."Ada apa sih Ma?" tanya Melin lembut dengan langkah
Noah berjalan keluar dari ruangannya denga terburu-buru. Di kejauhan, Robin yang melihat Noah kelaur dari ruang nya dengan terburu, langsung menahan bosnya itu."kau mau kemana?""Langit....""kau masih ada meeting,Noah.""Tapi...""Kau tak bisa meninggalkan begitu saja. Ingatlah, ini klien kita yang paling penting. apa kau mau kehilangan bermiliar-miliar demi Bocah itu?"Noah menatap Robin dengan memohon. Ia tak bisa membiarkan Langit yang sudah penuh luka itu menunggunya lebih lama. Tapi, jika kesepakatan dengan klien ini sampai gagal, mungkin Noah akan mengalami kerugian yang sangat besar. Ia sangat dilema."Aku harus menjemput Langit.""Katakan itu pada ibunya. Dia bukan tanggung jawabmu."kedua pria itu saling menatap dengan mata yang sama tegas dan tajam."Kau benar-benar akan melepaskan kesempatan ini? Apa kau siap dengan konsekuensi nya?"Tanpa menjawab Noah hanya menatap tajam Robin. Bisa Robin lihat seberapa tekat didalam di
"Apa?"Alin tercengang mendengar penuturan Noah. Mulutnya terbuka dan netranya melebar. Tangan Alin perlahan bergerak menutup mulutnya. Ia sangat tak percaya Mertuanya bisa begitu tega memukul cucunya sendiri. Ia tau jika Bu Romlah tak menyukainya, tapi, sampai memukul Langit?Dengan reflek, Alin melangkah. Namun dengan cepat Noah menahan lengannya."Kau mau kemana?""Menemui wanita itu.""Lalu? Apa yang akan kau lakukan? Melabraknya? Atau membalas memukulnya? Heemm??""Lalu? Apa aku harus diam saja? Mereka membuat langit seperti itu? Kau mau aku diam saja?" tangis Alin dengan penekanan dan emosi yang meluap."Tidak. Kami sudah melakukan visum. Tinggal membuat laporan. Kau yang membuat laporan, kau ibunya."Alin tertawa pahit, "Apa kau pikir mereka akan mendapatkan hukuman yang setimpal? Bagaimana jika mereka justru menggunakan uang jaminan?""Itu tidak akan terjadi. Aku tidak akan membiarkannya.""Kita buat laporan, dan tuntut mereka seb
Pagi ini, Langit muntah lagi. Alin yang merasa cemas anak lelakinya berulang kali muntah sejak kejadian penganiyayaan oleh neneknya itu. Cemas, dan membawa Langit ke rumah sakit. Tentu saja Noah menyertai, sejak Noah membawa Langit, ia sudah mengatur agar Alin dan Langit tinggal di rumahnya saja. Walau awalnya Alin menolak. Namun begitu Noah memberi tahu rencana dan segala kemungkinan, mereka akan mendapat perlakuan buruk dari Aldi dan keluarganya. Akhirnya, Alin pun menyetujui nya.Noah juga menyarankan agar Langit pindah sekolah. Alin yang sudah buntu itu, menurut saja apa yang Noah lakukan dan sarankan. Ia hanya memikirkan Langit yang kini berada dirumah sakit.Selama hampir dua hari lamanya Alin menunggui Langit yang keadaannya makin memburuk. Akibat pukulan benda tumpul yang bertubi-tubi ditubuhnya, organ dalam Langit tidak bekerja sebagai mana mestinya. Meski dirawat, namun kecil kemungkinan untuk Langit sembuh. Alin hanya meratap dan menangisi anaknya.###
"Apa yang terjadi?" tanya Noah yang sudah sampai di lorong rumah sakit. Di hadapannya Robin sedang menunggu. ia menatap Alin yang sudah berderai."Bersabarlah. Dokter sedang menangani nya." ucap Robin mencoba menenangkan, walau ia sendiri tak yakin akan keselamatan bocah kecil itu."Langit anakku, apa yang terjadi?" gumam Alin tersedu.Noah memandang Robin, ia tau sesuatu terjadi dan mungkin pria itu enggan untuk mengungkapkan nya pada Alin yang terlihat sangat sedih itu."apa yang sebenarnya terjadi?" bisik Noah membawa Robin sedikit menjauh dari Alin."sebenarnya," bisik Robin ragu. ia melirik Alin tang masih terlihat gelisah di depan ruang khusus."Langit drop, dokter bilang, kemungkinan jika malam ini lewat, Langit selamat, tapi, jika tidak.....""Apa itu artinya?""Kita berdoa saja. Semoga Langit bisa melalui mal ini."Noah melemas, ia menatap Alin yang terus gelisah itu. Entah bagaimana reaksi nya jika mendengar ini semua."Kita sudah lakukan yang harus di lakukan Noah,jangan me
"Kau tidak berhak sedikitpun untuk berada di sini. Kau memang ayahnya, tapi kau lalai dalam menjaganya." sergah Alin dengan mata yang membulat dan merah."Aku bekerja, Lin! Aku juga harus memberinya nafkah. Aku tidak bisa terus menjaga Langit sepanjang waktu." sanggah Aldi dengan wajah memelas. "Ini semua diluar kendaliku.""Hahaha, sepertinya, kamu juga lupa jika pernah kehilangan Langit saat sedang berpiknik dengan istri barumu." Alin mengingatkan dengan pandangan meremehkan sambil melipat tangannya di dada."Saat itu kamu tidak sedang bekerja, kan? Apa kamu sedang mengelak, heem?"Aldi diam, apa yang Alin katakan benar. Dan ia tak bisa mengelak dari itu."Pergilah, aku tak ingin bertengkar di depan jenazah Langit?" pinta Alin, karena ia sudah sangat lelah. Dan kehadiran Aldi semakin membuatnya lelah."Alin pliss..." Aldi memohon. Bu Reni yang merasa kasihan juga pada Aldi mengusap lengan Alin. "Biarkan saja dia ikut di sini Lin." Alin langsung menatap Bu Reni."Demi Langit. biar dia