Share

Jangan Seperti Pelangi
Jangan Seperti Pelangi
Penulis: dinaqomaria

Mahasiswa Tak Abadi

Violet berdiri di depan rumahnya. Tas yang disandangnya ditaruh kembali ke pagar. Begitu banyak buku yang dia bawa, target kali ini adalah menyelesaikan tugas skripsi yang entah kapan bisa selesai.

Dia membuka map kecil yang ada di dalam tasnya. Map plastik berisi lembaran-lembaran penelitian yang sedang dia kerjakan. Violet mengeluh, dia mengambil ponsel dan memeriksa isi chatt group pribadinya.

"Hari ini sial lagi gees, lapar dan dahaga masih jadi temanku..." - Elisa -

"Weteeuu nongkrong aja kita di kafe. Pegimane sodarah sedarah?? Kita makan sate usus ayam." - Evy -

"Mantul tuuh. @Violet apa kabar dirimu? Mangga udah boleh dipetik belum?" - Riri -

"Mohon doa restu aja ya...aku pergi, tak kan lama. Mangga masih dipingit oleh sang pemilik nantinya. Jadi, mohon sabar. -Violet -

Dia tersenyum membaca isi chattnya dan berjalan ke depan gang. "Apapun yang terjadi, aku harus pergi!" Gumamnya.

Tapi kepalanya pusing dan langkahnya agak terhuyung. Apa karena dia belum makan? Aih...kebiasaan lama bagi seorang Violet, selalu melupakan sarapan.

Daerah rumahnya ini ajaib. Jalanannya naik - turun seperti bukit dan rumah Violet pas turunan. berpagar semen, warna hijau. Ayah yang punya kreasi. Katanya, biar serasi dengan pohon mangga yang ada di depan rumah. Dan pagar hijau memang hanya rumah Violet.

Rumah Violet seperti perumahan, padahal itu adalah tanah kavling yang dibeli orang tuanya dengan hasil menyicil uang gaji. Kedua orang tuanya memang pegawai negeri, tapi gaji pegawai negeri dulu tidak sebesar zaman now. Wajarlah yaa kan zaman terus berkembang.

Waktu Violet masih SD, duit jajannya hanya 300 rupiah. zaman now, abad 21 dimana bioskop 21 kalah dibandingkan youtube. Yang tak berubah adalah, sepeda tetap dipuja sepanjang masa. Setelah lama ditinggalkan, kini booming kembali.

Kali ini Violet memakai angkot ke kampus, Koneng lagi ngambek dan Violet bukan orang yang hobby nongkrong di bengkel. Mending nongkrong di DPR. Dibawah Pohon Rindang, depan perpustakaan kampusnya.

Dia tersenyum saat melewati warung mbak Surti, penjual gado-gado yang bohay dan penggemar duda. Maklum...gadis ting-ting.

"Mbaaak, ya ampun mbaaak. Apa kabar?" Mbak Surti menarik tangan saya untuk duduk di bangku panjang depannya.

Violet hanya tersenyum, mencomot bakwan montok seperti mbak Surti.

"Eh, eh mbak..., tau gak? Duda ganteng dan punya bengkel di dekat rumah mbak itu...keren banget lho..."

Dia mendekatkan wajahnya ke Violet. Bau kacang tanah goreng tercium oleh hidung bangir Violet.

"Teruus kenapa?" Tanya Violet cuek sambil menenggak air putih. Uh...panasnya.

"Dia balas chatt aku!" Surti kegirangan memeluk serbetnya, sementara Violet kebingungan.

"Tapi mbak, yaa aku tuh gak ngerti deh sama dia...masa' balas chatt singkat banget. Mau pesan apa, mas? Gado-gado. Gitu aja jawabnya. Ya, ampun mbaak...aku ya..."

Violet meninggalkan Surti yang masih ngomong tanpa jeda. Cukuplah pelanggannya saja yang mendengar.

Dia berjalan memasuki gang tikus menuju rumah dosen. Melewati asrama putri lalu masuk ke pasar kaget. Violet berhenti sebentar untuk minum es cendol. Siang cerah nan panas, membuat Violet kehabisan separuh napas untuk berjuang mempertahankan pikiran-pikirannya dalam tiap lembar yang diajukan.

Klek. Bunyi pintu rumah dibuka. Seorang gadis berkulit coklat keluar,

"Lho, Violet? Ngapain disini? Minum gak ngajak-ngajak," kakak kelas yang ayu tenan tersenyum menegur Violet yang sedang menikmati cendol.

"Eh kak Diandra. Istirahat dulu sebelum kerumah dosen Sam," jawab Violet santai.

"Sudah bab berapa?" Diandra melirik gelas Violet yang hampir habis.

"Bab las kak...ditolak melulu. Hehehee"

"Coba hubungi asdos Yuda. Dia ok banget lho, pemikirannya."

"Ah, gak pede kak."

"Gampang. nanti kakak yang hubungi yaa. Mana no hp kamu?" Violet pun memberikan no ponselnya pada Diandra, setelah itu mereka berpisah.

Diandra ke kampus, sedangkan Violet ke rumah pak Sam. Dosen yang terkenal killer. Galak, pelit nilai tapi gantengnya ampun-ampunan.

Yuda, dosen muda yang pernah dekat dengan Violet itu entah dimana keberadaannya. Kini, nomor ponselnya sudah didapatkan Violet dari seorang gadis manis populer di kampus.

Violet berdiri di depan rumah pak Sam, membuat hatinya dag-dig-dug-jer. Ditaman kecil yang asri, berdiri sang istri atau siapanya lah menyiram tanaman.

"Cantik sekali. Tanpa berdandan, hanya memakai baju kaus dan rok selutut dengan rambut dikuncir kuda tapi sangat menarik. Kulit kuning langsatnya begitu bersih. Ini istrinya atau saudaranya, ya?" gumam Violet.

"Permisi..." Violet menyapa pelan.

"Ya? Cari siapa?" Rambut kecoklatannya menutupi sebagian wajah saat dia mengalihkan pandangan ke Violet. 

Eh busyeeh...kayak Mut Tari. Sepertinya Violet harus menyiapkan kertas dan pulpen untuk minta tanda tangan nih.

"Permisi, mbak...eh tante...saya mencari pak Sam," kata Violet pelan.

"Hmm sebentar. Sepertinya beliau ada di dalam. Masuk saja" Violet mengangguk dan mengikuti ajakan wanita tersebut.

Rumah yang rapi, bersih dan sangat tertata. Wangi pula. Violet menunggu dengan degup jantung yang masih tak tertata. Dia melihat beberapa photo tersampir di meja kecil dekat tempat dia duduk. "Hmm ini pasti pak Sam, ini istrinya yang agak tua, ini pasti anak laki-lakinya. Mereka saling merangkul penuh cinta. Tapi, siapa wanita tadi? Violet jadi bingung.

Melihat poto tersebut, hati Violet jadi bahagia. Mereka benar-benar seperti keluarga bahagia. Semoga aku bisa seperti ini," Violet terkikik dalam hati.

Violet membetulkan letak duduknya ketika pak Sam masuk ke ruang tamu dan mengambil posisi duduk tak jauh dari Violet.

"Gantengnyaa masyaallah, berasa ketemu artis. Hmm mirip siapa, ya? Sultan Jogi?"

"Hmm sudah bab akhir, ya? Cepat juga. Gak nyangka kamu bisa selesaikan secepat ini. Sudah ada sasaran setelah wisuda nanti?"

Lamunan Violet terputus saat pak Sam bersuara, wisuda? Sidang aja belum.

"Belum ada, pak."

"Cepat selesaikan. Ini kartu nama bapak, kalau sudah wisuda boleh hubungi bapak. Bapak tunggu, ya!"

Mata Violet berbinar tak percaya mendengar kata-kata pak Sam. Dosen killer yang irit omongan itu sedang menawarkan Violet kerjaan setelah wisuda nanti? Ya, Allah...mimpi apa aku semalam? Violet menepuk pipinya dengan kedua tangan.

"Vio, kamu baik-baik saja?" Tanya pak Sam heran.

"Hah? I...iya, pak. Baik....sangaaat baik. Makasih ya, pak. Segera saya selesaikan, pokoknya bapak tidak perlu khawatir. Begitu selesai, saya langsung menghubungi bapak. Saya pastikan kalau saya berhasil dengan sangat baik! Pasti itu pak!"

Violet menepuk dadanya yakin sambil mengedipkan sebelah mata. Sungguh bahagia hatinya.

"Iya...iya. Sudah jelas, kan?" Pak Sam tersenyum geli mendengar kata-kata Violet.

"Sangat jelas, pak! I love you full! Permisi pak. Tetap semangat."

Violet tersenyum dan pamit, tinggallah pak Sam yang termangu mendengar kata-kata Violet

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Felicia Aileen
ceritanya menarik padahal baru awal2.. pengen aku share ke sosmed trs tag akun author tp akunnya ga ketemu :( boleh kasih tau gaa?
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status