Bab 3 Menanam benih
Dengan nafas yang masih memburu Darren pergi ke bedroom yang ada di sana dan membersihkan diri. Darren bergidik ngeri membayangkan dirinya bisa melakukan hal konyol dan menjijikan itu, bahkan keringatnya mengalir deras di seluruh tubuhnya.
Dengan bantingan yang sangat keras, Darren berjalan keluar dari ruangan dokter Nadia dan meminta obat pada sekretarisnya yang selalu ia bawa kemanapun. Keringat mengucur deras di seluruh tubuhnya, rasa mual mulai dirasakan akibat menghirup cairan yang ia semburkan sendiri. Darren sendiri masih tidak bisa mengerti dengan apa yang ia rasakan atas yang baru saja terjadi. Dengan cepat Darren meneguk obat itu dan berjalan pulang agar bisa menenangkan dirinya yang sedang merasa tidak dalam keadaan baik-baik saja.
**
Di ruangannya, dokter Nadia langsung melakukan tindakan terhadap benih yang telah dikeluarkan oleh Darren.
Dengan langkah cepat Nadia berjalan ke arah laboratorium untuk melakukan pencucian dan memisahkan benih yang berkualitas tinggi agar proses inseminasi buatan yang akan mereka lakukan berjalan dengan lancar.
Dokter Nadia melakukan proses pencucian benih, ini sebenarnya merupakan pemilihan sel benih yang sehat dan tidak.
Dalam proses ini, benih yang sehat akan dipisahkan dengan benih yang kualitasnya buruk. Sprma yang baik adalah sperma yang memiliki konsentrasi dan motilitas (Pergerakan) yang tinggi untuk mencapai telur.
Dua hari kemudian setelah tiba pada masa subur Uuna, dokter Nadia langsung melakukan tahap dimana benih dimasukkan kedalam rahim.
Dengan perasaan cemas Uuna membaringkan tubuhnya, berbagai macam pertanyaan terlintas di benaknya.
Nadia yang mengetahui kegundahan hati Uuna, sebisa mungkin ia pun menenangkan Uuna agar lebih rileks.
"Kamu harus rileks Uuna, coba bayangkan sesuatu yang indah agar perasaanmu tenang," ucap dokter Nadia menenangkan.
Uuna berusaha membayangkan sesuatu yang membuatnya tenang, seperti gemericik air yang mengalir. Kicauan burung yang saling saut menyaut dan hamparan bunga yang sangat indah.
Dokter Nadia melihat Uuna yang mulai menghembuskan nafas teratur dimana Uuna sudah mulai merasa nyaman.
Dokter Nadia dan timnya mulai memasukkan kateter yang sangat kecil, ramping, dan juga fleksibel ke dalam rahim melalui V dan leher rahim Uuna. Setelah dirasa kateter sampai di dalam rahim, dokter mulai melepaskan sel sp**ma dengan harapan sel tersebut berhasil membuahi sel telur.
Hampir 2 jam berada di ruangan steril itu untuk melakukan pelepasan sprma ke dalam rahim. Rasa kram mulai dirasakan oleh Uuna di perut bagian bawahnya, namun dokter Nadia menjelaskan bahwa itu hal yang wajar terjadi.
Dokter Nadia meminta Uuna tetap berbaring selama beberapa saat agar sperma bisa tidak bocor dan keluar saat bangun. Sebenarnya tidak perlu khawatir sperma akan bocor dan keluar saat berdiri, karena sperma sudah dialihkan langsung ke rahim dan tinggal menunggu hasilnya.
Dokter Nadia selalu menemani Uuna selam berbaring di tempat steril itu agar Uuna merasa tidak sendirian.
Selama hampir dua minggu ini Uuna selalu bolak-balik rumah sakit. Bahkan tugas-tugas kuliahnya hampir terbengkalai semua.
Dengan sangat terburu-buru Uuna memasuki ruangan dokter Nadia atas panggilan dari wanita itu.
"Kenapa dokter? Bukankah waktu untuk kita bisa mengetes kehamilan hanya kurang 3 hari lagi?" tanya Uuna heran.
Uuna masih ingat betul ketika dokter Nadia mengatakan hasil tes akan dilakukan 2 minggu setelah pelepasan sperma di rahimnya.
Namun, ini belum juga ada 2 minggu dokter Nadia sudah memintanya untuk melakukan tes kehamilan dan mengambil sampel darahnya.
"Mereka sudah tidak sabar ingin mengetahui hasilnya secepat mungkin." Dokter Nadia menjelaskan seraya mengambil sampel darahnya, "Kamu pergilah ke kamar mandi untuk mengeluarkan urine-mu disini." perintah dokter Nadia dan menyerahkan sebuah wadah yang akan digunakan oleh Uuna.
Uuna pergi ke toilet yang ada di ruangan dokter Nadia dan mengambil urin-nya, lalu menyerahkannya kepada dokter Nadia untuk di tes dengan alat tes kehamilan.
Dokter dan Uuna sama-sama berdoa agar hasil dari tes kehamilan itu positif. Karena sampel darah yang mereka lakukan akan keluar hasilnya besok. Sementara keluarga Abraham Hayes sudah tidak sabar ingin segera mengetahui hadir dari cucu buyut mereka.
Uuna sendiri hanya menutup wajah dengan kedua telapak tangannya. Perasaannya jelas campur aduk, bingung apa yang akan terjadi seandainya hasilnya positif dan jika tidak apa yang ia akan lakukan dengan operasi ibunya yang harus dilakukan sesegera mungkin.
"Uuna, hasilnya masih negatif, entahlah. Kita tunggu hasil dari tes darah besok. Semoga saja berhasil," ucapnya dengan lirih bahkan terdengar sangat frustasi.
"Aku sangat membutuhkan uang itu, ibuku sudah sangat kesakitan."
"Bersabarlah Uuna, kita akan mengetahui hasilnya besok dan kamu bisa memberikan uang itu kepada keluargamu untuk operasi ibumu," ucap dokter Nadia penuh harap.
"Pergi istirahat lah, jangan terlalu dicemaskan. Aku ingin pikiranmu serileks mungkin. Ketenangan pikiranmu juga menjadi salah satu pendukung dari inseminasi buatan ini berhasil, Uuna," ucap dokter Nadia lagi.
"Baiklah, Dok, saya permisi dan akan langsung pulang ke rumah."
Sesampainya di rumah Uuna membaringkan tubuhnya di atas kasur tanpa ranjang di kamar yang tidak begitu besar tapi cukup nyaman untuk anak kost seperti Uuna. Karena kelelahan Uuna pun tertidur.
Hari ini memang hari yang melelahkan untuk Uuna. Tekanan yang di hadapannya begitu bertubi-tubi. Uuna ingin segera pulang dan menemui ibunya dan mengajaknya untuk tinggal di kota bersamanya.
Uuna memang sudah beberapa kali mengajak ibunya untuk ikut dengannya ke kota, namu ibunya itu selalu menolaknya dengan alasan ingin tetap berada di rumah itu sambil mengenang kembali ingatanya tentang suaminya yang baru beberapa tahun ini meninggal.
Sementara di desa ibunya Uuna hanya tinggal dengan bibinya yang tidak menikah. Di desa Uuna sudah tidak ada sanak saudara yang lain. Sementara ini keluarganya hidup dengan mengandalkan diri pensiunan dari almarhum ayahnya yang seorang PNS. Saat ibunya sehat beliau membantu perekonomian dengan berjualan kue di pasar, namun ketika sakit mau tidak mau harus berhenti. Bibi Uuna sendiri sendiri selama ini hanya bisa membantu saja, jika disuruh untuk membuat sendiri jelas tidak bisa.
Uuna sendiri, seharusnya sudah mengurus skripsinya. Namun karena keterbatasan biaya Una harus cuti selama setahun kuliahnya untuk mengumpulkan pundi-pundi agar ia bisa kembali berkuliah. lagi-lagi takdir mempermainkannya, ketika ia sudah mulai fokus untuk kuliah sambil bekerja ibunya malah jatuh sakit dan membutuhkan banyak biaya.
Sedikit demi sedikit tabungan yang disimpan oleh Uuna habis terpakai oleh pengobatan ibunya. Karena tidak ada pilihan lain akhirnya Una menyetujui untuk menyewakan rahimnya tanpa sepengetahuan siapapun selain dokter Nadia itu sendiri. Toh hanya setahun, lebih tepatnya 9 bulan. Uuna akan melakukan cara apapun agar Ibunya bisa segera dioperasi dan sehat kembali.
Darren begitu tidak berdaya, ia hanya dapat melihat semuanya dari jauh. Seharusnya ia ada sana, memeluk wanita itu dan membuatnya tentang, bukan malah disini dan hanya melihat semua kesakitannya."Cepat suruh dokter itu berhenti! Apa dia tuli!""Tenanglah, Tuan! Jika lukanya tidak ditutup itu akan infeksi!" tangkas Dokter Faisal. Ia semakin kuat menahan bahu Darren.Dokter itu dan dua pengawal lainnya sedang menahan bahu dan tubuh Darren agar tidak mendekati Uuna dan menghentikan pengobatannya. Mereka sampai kewalahan dibuatnya."Tapi Uuna kesakitan! Ayolah, meminta dokter itu menyingkir!" pinta Darren semakin frustasi. Darren hampir hilang kendali hingga mambuat pengawal dan dokter itu kewalahan.Darren ingin mendekat, tapi tidak bisa. Darren pasti akan muntah jika mendekati dokter wanita itu dan pastinya akan terlihat tidak cool di mata Uuna. Jelas Darren tidak mau itu. Ia ingin membuat Uuna terkesan dengan penampilan dan sikapnya yang gentle."Tidak bisa, itu sedikit lagi, Tuan. Co
"Kamu bisa teriak kalau mau, jangan ditahan!" Ujar pria itu berusaha kembali menenangkan Uuna. Dia tahu ini terasa sangat pedih."Ta-tapi itu perih! Biar aku sendiri!" Uuna menarik paksa kapas ditangan Darren. Tapi, pria itu menolaknya dengan tegas."No, sedikit lagi, oke!" desak Darren, dan Uuna pun mau tidak mau mengangguk.Tangan Darren, kembali terangkat dan mengarah ke arah pelipisnya dengan wajahnya yang semakin dekat dengan Uuna. Pria itu memonyongkan bibirnya, meniup dengan sangat hati-hati. Perlakuan lembut pria itu membuat pertahanan Uuna runtuh, bahkan pria ini tidak sekalipun membentak atau membalas serangan tangannya. 'Kenapa dia seperti ini? Sebenarnya apa maunya?' Uuna terus meringis menahan rasa perih yang seperti membakar kulitnya. Entah apa yang dioleskan oleh pria ini. Uuna ingin menangis, tapi apa alasannya? Pria ini sudah berjanji akan menjaga keluarganya, bukan? Tidak mungkin Uuna menangis hanya karena rasa perih. Dia tidak selemah itu!Darren semakin kuat meni
Dengan tangan dan kaki yang penuh berlumuran darah, Aisyah berlari kencang mengejar mobil Daren yang sudah jauh membawa tubuh Uuna pergi. Wanita itu terus berlari mengerahkan seluruh tenaganya, memanggil nama keponakannya berulang kali."Uuna, tunggu Bibi, Uuna! Uuna…!" Wanita itu terus berlari kencang mengabaikan suara klakson yang terus memekakkan telinga agar ia minggir dan menjauh dari tengah jalanan.Akan tetapi, Aisyah tidak peduli, wanita itu terus berlari dan berlari meninggalkan jejak kakinya yang penuh dengan darah."Uuna!" Kakinya terseok-seok hingga tidak mampu lagi menopang tubuhnya, ia terkulai dan tersungkur dengan wajah yang menyentuh aspal. "Uuna!"Luna yang baru saja bebas dari cengkraman kedua algojo Darren Hayes langsung mengendarai motor matic milik salah satu pegawainya. Motor itu melaju sekencang mengejar mobil berlogo kuda loncat yang membawa tubuh Uuna. Ia ingin berhenti untuk menyematkan Aisyah, akan tetapi saa
Suara bariton itu membuat semua orang menoleh ke arah sumber suara dengan tatapan penuh tanya. Siapa pangeran yang datang dengan kuda besi berwarna merah itu? Apa benar dia adalah ayah dari bayi yang dikandung oleh wanita ini? Bagaimana wanita ini mengabaikan pria setampan itu dan lebih memilih bekerja keras dan membanting adonan roti setiap hari?! Dan ada banyak lagi pertanyaan di benak penonton dan pengunjung yang datang. Tapi sayangnya, mereka semua hanya bungkam dengan mulut ternganga. Tidak ada satupun dari mereka berani menyuarakan isi pikiran mereka. Entah mengapa, pria itu langsung mendominasi keadaan. Pria itu memiliki aura penguasa yang tidak bisa diabaikan. Semua orang yang sedang bergelut dengan Luna pun tiba-tiba menghentikan serangan mereka. Luna tengah-tengah dengan tangan menjambak rambut keriting dan mencakar wajah wanita bergaun kuning, berusaha mengendalikan amarahnya. Jelas pria di hadapannya ini tengah
Beberapa hari kemudian."Kamu tenang aja, Uuna. Mungkin pemilik Hotel itu hanya menggertak kamu atas kelalaian yang kita lakukan, sekarang kamu lebih baik fokus sama bayi kamu aja, deh!" pinta Luna sambil mengaduk jusnya.Luna begitu mengkhawatirkan sahabatnya, dia bahkan tidak bisa fokus mengurus tokonya sendiri. Setiap hari hanya memastikan keadaan sahabatnya ini baik-baik saja. Luna bahkan memilih untuk tinggal di apartemen bersama dengan Una dan Bi Ai.Uuna hanya menatap makanannya nanar. Dirinya tidak bisa berpikir jernih dalam tiga hari ini. Jika terjadi sesuatu pada toko sahabatnya, entah apa yang bisa dia lakukan."Terkadang buaya bersikap cukup tenang sebelum dia mencapai mangsanya," ungkap Uuna.Faktanya, tidak akan ada orang yang akan menyia-nyiakan kesempatan yang sangat bagus, apalagi jika menyangkut soal ganti rugi. Ini perusahaan besar yang memiliki banyak keterkaitan dengan perusahaan-perusahaan lainnya yang juga tidak ingin d
Tubuh Uuna terkulai lemas dalam dekapan Hanun. Kembali mengingat jumlah denda sebesar dua puluh milyar kembali membuat Uuna tidak sadarkan diri. Hampir seluruh pengunjung toko menoleh ke arah sumber keributan. Sebagian bahkan ada yang berlari ke arah dimana Uuna duduk dan ikut panik melihat pemilik toko yang sering mereka lihat tidak sadarkan diri. "Ada apa ini?" "Kenapa dia pingsan? "Bagaimana keadaannya?" "Kenapa?" Dan ada banyak lagi pertanyaan dari para pengunjung toko. Bi Ai langsung mengambil alih tubuh Uuna dan memeluknya erat. Wanita setengah baya dengan kacamata kotak itu terlihat sangat cemas dengan linangan air matanya. Jika terjadi sesuatu pada keponakannya, ia lebih baik memilih mati! Untuk apa hidup jika tidak memiliki tujuan yang berarti, itulah yang ada di dalam benak Bi Ai. "Uuna, sebenarnya ada apa? Kenapa sampai seperti ini?" tanya bi Ai sambil terus mengusap wajah Uuna. Luna berlari kencang k