Home / Pendekar / Janu: Tahap Awal / CP 10. Pertarungan Pemimpin

Share

CP 10. Pertarungan Pemimpin

Author: Moa
last update Last Updated: 2021-05-21 17:49:34

Sesaat Andaka dan anak buahnya mulai mundur, dari arah pepohonan muncul beberapa orang misterius yang segera datang mengepung pasukan Janti. Seorang lelaki kekar dengan bekas luka di pelipis mata berjalan ke arah Demang Yasa. Dia tertawa, dan tawanya sangat berat mengerikan.

"Kakak! Kau datang juga akhirnya. Sekarang si tua bangka ini bisa kita habisi bersama." Cicit Andaka.

"Hahaha... Memalukan sekali kau Andaka, hanya melawan satu orang tua saja sudah kewalahan. Sekarang menyingkirlah! Biar aku yang menghadapinya."

"Baik kak." Andaka segera menyingkir, wajahnya memerah.

"Muncul juga sang kepala ular. Namamu Jalada kan? Sekarang rasakan seranganku ini!" Teriak Demang Yasa.

Tanpa pikir panjang Demang Yasa langsung menyerang Jalada, sang pemimpin perampok Tanduk Api. Pedangnya mengarah tepat ke perut Jalada, siap menyobek kulit dan dagingnya.

Dengan segenap tenaga Jalada berusaha menghindari serangan itu. Lantas dikeluarkannya sebuah golok dari sarungnya. Dikeluarkannya jurus jurus mematikan untuk menghentikan laju serangan sang demang.

Sang demang dengan sigap menangkis jurus yang dikeluarkan Jalada. Dia pun mengeluarkan jurus lain untuk melawannya.

"Hah, jurusmu tak mampu untuk melawanku!" Teriak Jalada kepada sang demang.

"Sombong sekali kau Jalada! Terima ini, jurus pedang pembelah bukit!"

Pedang sang demang diangkat ke atas. Dari ujung pedang berkilatan cahaya terpantu cahaya rembulan. Sesaat kemudian pedang itu diayunkan ke arah Jalada.

Seakan hendak membelah sang pimpinan perampok, pedang itu meluncur tak tertahankan. Kilatan cahaya dari pedang seakan membutakan mata. Terdengar suara agak bising dari ayunan pedang.

Jalada yang sudah siap menghadapi serangan itu tersenyum sinis.

"Jurus golok sutra!" Teriaknya.

Dari goloknya seperti muncul sulur sulur benang yang menyelimuti tangannya. Tangan kanan yang menggenggam goloknya seperti dibungkus sebuah benang putih yang mengikat dengan gagang golok.

Dengan kekokohan golok dan tangan yang disatukan oleh semacam benang, Jalada menahan serangan pedang Demang Yasa. Serangan Demang Yasa tersebut pun ditahan seketika itu pula.

Sadar kalau serangannya mampu dihentikan oleh Jalada, sang demang segera melompat mundur. Dia mulai menyusun strategi lagi.

'Hmm... Aku sudah berada pada tahap keenam, tahap pengerasan kulit. Kekuatanku seharusnya mampu melawan sepuluh hingga belasan orang sekaligus. Apa mungkin dia juga berada di tahap ini?' Batin sang demang.

Di lain pihak, Jalada juga berpikiran sama. Dia kaget dengan tingkat tenaga dalam sang demang. Pikirnya dengan kekutannya dia akan mampu menaklukkan sang demang.

Sambil menyusun strategi, sang demang kembali menyerang Jalada. Kini dia menyerang dengan lebih kuat. Beberapa kali dia mengeluarkan sebuah serangan yang membabi buta.

Jalada pun tidak mau tinggal diam. Serangan dan pertahanannya yang beringas segera dikeluarkan kembali. Debu dan dedaunan kering yang berjatuhan di tanah pun terkena imbasnya, sampah sampah itu beterbangan kesana kemari atas dahsyatnya tenaga dalam mereka berdua.

Para prajurit dan perampok tanduk api yang berada di sekitar keduanya kini mulai menyingkir. Mereka memberi ruang untuk keduanya bertarung segenap tenaga. Bukan karena mereka menghormati pertarungan itu, namun mereka takut dengan kemampuan serangan keduanya. Mereka takut terkena imbas serangan yang membabi buta tersebut. Mereka sadar ilmu tenaga dalam mereka masih kurang dibandingkan keduanya.

Pertarungan dan kemampuan mereka seimbang. Tidak ada yang mampu melukai masing masing dari mereka. Demang Yasa dengan kemampuan berpedangnya yang mumpuni tidak mampu menguasai jalannya pertarungan. Serangan Jalada bagai ombak di tepi pantai, terkadang kuat dan agresif, kadang pula tenang dan hanya bertahan.

Sementara itu para perampok Tanduk Api lain mulai mampu bertahan. Mereka yang sebelumnya kalah jumlah, dengan datangnya bala bantuan kini berhasil menyeimbangkan tempo pertempuran. Walaupun satu orang perampok tewas, namun dia juga berhasil menyeret satu atau dua orang dari pihak Janti ke liang kubur.

Malam semakin larut, tanah semakin memerah karena darah. Puluhan nyawa berjatuhan, puluhan luka pun menghias di sekujur tubuh orang orang yang bertarung.

Di sudut lain pusat kademangan, enam sosok berlari menembus malam. Di belakang mereka, dua jasad tergeletak bersimbah darah.


Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Janu: Tahap Awal   CP 121. Para Pemberontak Takdir

    Para pendekar sakti mandraguna bertempur dengan si raksasa Kurupa. Mereka melakukan pertempuran dengan berbagai serangan yang luar biasa kuat dan dalam jangkauan yang luas. Beberapa hari mereka bertempur, menyebabkan wilayah itu menjadi hancur. Badai angin, gempa bumi, gunung meletus, bahkan sungai pun meluap menyebabkan banjir bandang ke segala penjuru. Tanah di hutan Trangil sudah tidak berbentuk, rusak dan gersang, tidak ada tanda kehidupan di atasnya.Selama lima hari bertempur, Kurupa mulai terdesak. Dia yang hanya seorang diri akhirnya tidak mampu mengimbangi kekuatan para pendekar yang bersatu. Kurupa kemudian melarikan diri dengan menghilang dibalik udara hampa. Para pendekar tidak mampu melacak keberadaannya, aura dan jejaknya semua hilang seketika."Aaarrgghh! Kurang ajar si Kurupa itu! Kita tidak boleh membiarkannya lolos begitu saja, kuta harus mencarinya sampai ketemu!" Ki Ekadanta marah mengetahui Kurupa hilang di depan mata."Kalian semua tidak us

  • Janu: Tahap Awal   CP 120. Kurupa

    "Hei, babi dari Pinus Angin! Hadapi aku kalau kau sanggup!" Tantang si wanita penghadang."Huh! Nyi Kupita, suamimu sudah mati di tangan kami! Kini saatnya giliranmu ikut suamimu ke alam kematian!""Heh! Kejar aku kalau kau sanggup!"Nyi Kupita bergerak bagai angin, dia berlalu menghindari keramaian, diikuti oleh Suli yang mengejarnya. Mereka berdua bergerak menembus kobaran api, menuju ke suatu tempat yang lain.Di sebuah bukit sang wanita berhenti, punggungnya membelakangi Suli."Kena kau sekarang! Beraninya kau mengacaukan rencanaku yang sudah aku buat selama bertahun tahun." Ucap wanita itu.Suli berhenti, dia waspada. Apa maksud dari ucapan Nyi Kupita itu."Apa kau tahu siapa aku?" Tanya Nyi Kupita. Suaranya perlahan mulai berubah agak berat."Apa kau tahu? Ha?!""Aku adalah Gendri Kupita! Penguasa gunung dan lembah! Kau tak akan sanggup melawanku! Hahaha..." Wanita itu berteriak dan tertawa terbahak bahak. Dia kemu

  • Janu: Tahap Awal   CP 119. Target Berkumpul

    Beberapa waktu para panglima Mataram dan pendekar dari berbagai perguruan melanjutkan pembicaraan. Mereka membahas teknis pergerakan mereka. Suli dan para murid Perguruan Pinus Angin bergerak dari arah barat. Mereka mengepung ke timur dan langsung menuju ke sumber ritual berlangsung.Selesai pembahasan, mereka pun segera bertindak. Selesai persiapan, Suli menuju ke bagian barat hutan Trangil, lantas bersembunyi di balik pepohonan.Tidak lama, sebuah asap hitam membubung tinggi dari berbagai arah. Api menggelora tinggi melebihi pohon, membakar sisi sisi hutan. Api itu menjalar dari satu pohon ke pohon yang lain, menutup bagian luar hutan, terus merasuk semakin jauh ke dalam.Para prajurit dan pendekar yang bersembunyi di luar hutan juga mulai merangsek masuk dari celah kobaran api. Mereka bergerak sesuai rencana, menutup seluruh pergerakan para penganut ilmu hitam.Melihat api yang berkobar sangat besar dari segala arah, para penganut ilmu hitam tetap tena

  • Janu: Tahap Awal   CP 118. Penyerapan Belum Usai

    Beberapa hari setelah penyerangan ke sarang perampok Tanduk Api, Janu dan kawan kawan berpisah dengan Suli. Mereka kembali ke Perguruan Pinus Angin, sementara Suli masih melanjutkan tugasnya. Sebelumnya, para tawanan sudah dikembalikan ke desa masing masing oleh para prajurit Lasem."Kalau kalian mendapat tugas semacam ini lagi, butuh dua kali lagi agar nilainya bisa ditukar dengan ramuan mantra ilusi. Aku jamin ramuan itu akan sangat berguna bagi kalian." Saran Suli saat mereka hendak balik ke perguruan."Ramuan mantra ilusi? Apa itu kak?" Tanya Malya penasaran."Itu adalah semacam ramuan mujarab untuk melancarkan kemampuan berpikir kita. Ramuan itu sangat penting apabila kalian menginginkan sebuah pencerahan. Tapi ingat! Ramuan itu hanya boleh diminum sekali saja.""Hmm, baik kak! Sekarang kami balik dulu, selamat tinggal kak Suli! Sampia jumpa nanti di perguruan."Tujuh orang lelaki dan dua perempuan berjalan kembali menuju ke perguruan. Mereka

  • Janu: Tahap Awal   CP 117. Pasca Penyerangan

    "Kak Suli! Semua kawanan perampok sudah kami tumbangkan. Jalada, Andaka, dan Kijan sudah tewas semua, sisa Nyi Kupita yang berhasil melarikan diri ke hutan." Lapor Wulung."Coba kalian periksa sekali lagi, siapa tahu masih ada yang bersembunyi di dalam pondok tau di pinggir bukit.""Baik kak!"Wulung lantas mengajak beberapa murid lain untuk berkeliling. Sementara itu Malya berdiri terpaku menatap Janu yang tengah bermeditasi menyembuhkan diri."Kak, apa dia baik baik saja?" Tanya Malya kepada Suli."Dia baik baik saja, serangan tadi hanya melukai bagian dalam sedikit saja, tidak berpengaruh besar. Dengan ramuan buatanku ini, semua luka dalam akan sembuh seketika, bahkan mungkin bisa memicu peningkatan kekebalan tubuh menjadi lebih baik lagi." Jawab Suli santai."Ramuan macam apa itu kak?" Gumam Malya."Hehehe, kau tidak perlu tahu. Ini rahasia!" Suli tersenyum tipis."Aish! Dasar kakak gendut!" Umpat Malya sedikit kecewa. Dia

  • Janu: Tahap Awal   CP 116. Kehancuran Tanduk Api

    Jalada menyerang dengan membabi buta, tidak sadar bahwa senjatanya rusak parah melawan pisau Dwitungga Baruna. Sampai akhirnya goloknya patah, barulah dia mampu dibekuk oleh Janu. Dengan mengorbankan dada kanannya, Janu berhasil menghujamkan pisaunya ke perut Jalada. Ditambah dengan luka yang cukup lebar di leher, membuat lelaki itu pun terjatuh kehilangan nyawa.Para pengikut Jalada kaget melihat pimpinan mereka tewas di tangan Janu. Mereka serasa tidak percaya melihat junjungannya yang selama ini dianggap paling kuat dan brutal bisa sampai meregang nyawa dikalahkan oleh Janu.Kijan, Andaka, dan para wakil perampok yang lain pun juga ikut kaget. Keringat dingin mengucur deras, kini tidak ada lagi yang mampu menahan serangan para murid Perguruan Pinus Angin. Beberapa langsung berlari melarikan diri, sebagian besar masih terdiam di tempat.Melihat Jalada tewas, Nyi Kupita langsung ambil langkah seribu. Dia pergi begitu saja dari hadapan Suli yang tadi sempat mela

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status