Home / Pendekar / Janu: Tahap Awal / CP 9. Pertempuran Di Gerbang Desa

Share

CP 9. Pertempuran Di Gerbang Desa

Author: Moa
last update Last Updated: 2021-05-21 17:49:01

Demang Yasa mencoba untuk menahan amarah, dia tampak tenang.

"Ada apa dengan sikap kalian ini? Datang kemari dengan senjata penuh darah di tangan. Siapa yang tahu sudah berapa banyak yang kalian sakiti. Aku tidak tahu apa yang kalian maksud, dan aku harap kalian segera pergi dari sini! Kalian tidak diterima di sini!" Tegas sang demang.

"Hahaha... Tuan demang tidak usah mengalihkan pembicaraan. Saya harap tuan segera menjawab pertanyaan saya."

"Kau berani mengancamku?"

"Cuih... Andaka, tak usah basa basi lagi. Langsung saja kita hajar mereka! Semakin cepat kita mendapat gulungan itu, semakin cepat pula kita pulang ke markas. Aku sudah tidak sabar ingin mencicipi para gadis yang sudah kita tangkap." Sela lelaki kelabu dibelakang sang lelaki gemuk.

Mendengar hal itu wajah Demang Yasa kian memerah menahan amarah. Dalam hatinya semakin dingin, dia ingin segera menghajar para perampok itu. Namun disisi lain, kesadarannya terus mengingat para warga desa yang lain.

Para prajurit kademangan yang kini berada di dalam pusat kademangan jumlahnya tidak lebih dari tiga puluh orang, sisanya hanyalah warga biasa yang tidak pernah bertarung sama sekali. Sementara musuh di depan ada sekitar empat puluh orang, belum kemungkinan ada musuh yang masih bersembunyi.

Hening sejenak mereka saling bertatapan.

Tanpa ada tanda tiba tiba sebuah anak panah melesat dari balik pohon, mengarah kearah Demang Yasa. Reflek sang demang menahan dengan pedang yang berada di tangan. Pengalaman bertarung sebagai prajurit kerajaan Mataram tidak sia sia. Anak panah itu berhasil ditahan dan terpental saat mengenai sisi pedang.

"Prajurit Janti, serang!" Teriaknya.

Mendengar teriakan itu, para prajurit dan sesepuh yang berada di depan gerbang segera maju ke depan.

Sementara itu, para penjaga yang sebelumnya berjaga berkelompok kini mulai membagi diri lagi. Masing masing orang menempatkan satu atau dua orang di tiap titik penjagaan, sisanya berlari ke gerbang desa. Mereka juga bergegas menghadapi serangan para perampok.

Para penunggang kuda juga tidak tinggal diam. Sambil berteriak teriak, mereka maju menyerang para penjaga gerbang. Disini kedua kubu tampak tegang, senjata saling bersinggungan. Bunyi nyaring terdengar saat dua senjata saling berhadapan, menambah ketegangan suasana.

Di malam yang cerah itu pertumpahan darah tak terelakkan.

Tanpa kenal takut, para pemuda Janti ikut maju menghadapi perampok. Beberapa orang warga bersimbah darah saat menghadapi langsung keganasan para perampok. Mereka yang belum berpengalaman banyak yang tergelepar saat senjata lawan menembus kulit.

Di pihak para perampok sendiri juga ada beberapa yang bersimbah darah. Ada yang terluka karena jatuh dari kuda, ada pula yang tidak kuat menahan gempuran senjata para prajurit Janti.

Perang memang tidak mengenal ampun. Dalam beberapa saat saja sudah ada belasan yang bergelimpangan di depan gerbang desa. Kebanyakan korban berada di pihak Janti, namun keberanian mereka membara. Tanpa kenal takut mereka bersatu untuk menghadapi musuh. Dengan jumlah yang lebih banyak, pihak Janti mulai melancarkan siasat mengelompok.

Demang Yasa sendiri sedari awal sudah seperti banteng yang mengamuk. Pemimpin Janti itu seolah sedang menari di tengah gempuran para perampok. Dengan pedang di tangan dia menebas setiap musuh dihadapannya.

Andaka, si lelaki gemuk yang ikut menyerang sang demang merasa sedikit panik saat melihat anak buahnya satu per satu berjatuhan. Fokusnya sedikit terbagi saat melihat anak buahnya yang lain tengah bertarung dengan pasukan Janti.

Melihat Andaka sedikit lengah, sang demang tidak menyia nyiakannya. Dia yang sedari tadi hanya pasif bertahan, kini mulai mengerahkan segenap kekuatannya. Serangannya kini mulai dituju kepada Andaka yang pikirannya sedang terpecah.

Perampok gemuk itu agak kewalahan, serangan bertubi tubi dilancarkan kepadanya. Keringat dingin mulai membasahi keningnya. Anak buahnya yang hendak membantu tidak mampu menahan laju serangan sang demang. Mereka semua dipukul mundur oleh sang demang.

Melihat serangan serangannya tidak mampu menahan kekuatan sang demang, Andaka mulai berpikir untuk mundur. Dia memberi isyarat kedipan mata kepada anak buahnya.

Sesaat mereka agak mundur perlahan, dari arah pepohonan muncul beberapa orang misterius.


Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Janu: Tahap Awal   CP 121. Para Pemberontak Takdir

    Para pendekar sakti mandraguna bertempur dengan si raksasa Kurupa. Mereka melakukan pertempuran dengan berbagai serangan yang luar biasa kuat dan dalam jangkauan yang luas. Beberapa hari mereka bertempur, menyebabkan wilayah itu menjadi hancur. Badai angin, gempa bumi, gunung meletus, bahkan sungai pun meluap menyebabkan banjir bandang ke segala penjuru. Tanah di hutan Trangil sudah tidak berbentuk, rusak dan gersang, tidak ada tanda kehidupan di atasnya.Selama lima hari bertempur, Kurupa mulai terdesak. Dia yang hanya seorang diri akhirnya tidak mampu mengimbangi kekuatan para pendekar yang bersatu. Kurupa kemudian melarikan diri dengan menghilang dibalik udara hampa. Para pendekar tidak mampu melacak keberadaannya, aura dan jejaknya semua hilang seketika."Aaarrgghh! Kurang ajar si Kurupa itu! Kita tidak boleh membiarkannya lolos begitu saja, kuta harus mencarinya sampai ketemu!" Ki Ekadanta marah mengetahui Kurupa hilang di depan mata."Kalian semua tidak us

  • Janu: Tahap Awal   CP 120. Kurupa

    "Hei, babi dari Pinus Angin! Hadapi aku kalau kau sanggup!" Tantang si wanita penghadang."Huh! Nyi Kupita, suamimu sudah mati di tangan kami! Kini saatnya giliranmu ikut suamimu ke alam kematian!""Heh! Kejar aku kalau kau sanggup!"Nyi Kupita bergerak bagai angin, dia berlalu menghindari keramaian, diikuti oleh Suli yang mengejarnya. Mereka berdua bergerak menembus kobaran api, menuju ke suatu tempat yang lain.Di sebuah bukit sang wanita berhenti, punggungnya membelakangi Suli."Kena kau sekarang! Beraninya kau mengacaukan rencanaku yang sudah aku buat selama bertahun tahun." Ucap wanita itu.Suli berhenti, dia waspada. Apa maksud dari ucapan Nyi Kupita itu."Apa kau tahu siapa aku?" Tanya Nyi Kupita. Suaranya perlahan mulai berubah agak berat."Apa kau tahu? Ha?!""Aku adalah Gendri Kupita! Penguasa gunung dan lembah! Kau tak akan sanggup melawanku! Hahaha..." Wanita itu berteriak dan tertawa terbahak bahak. Dia kemu

  • Janu: Tahap Awal   CP 119. Target Berkumpul

    Beberapa waktu para panglima Mataram dan pendekar dari berbagai perguruan melanjutkan pembicaraan. Mereka membahas teknis pergerakan mereka. Suli dan para murid Perguruan Pinus Angin bergerak dari arah barat. Mereka mengepung ke timur dan langsung menuju ke sumber ritual berlangsung.Selesai pembahasan, mereka pun segera bertindak. Selesai persiapan, Suli menuju ke bagian barat hutan Trangil, lantas bersembunyi di balik pepohonan.Tidak lama, sebuah asap hitam membubung tinggi dari berbagai arah. Api menggelora tinggi melebihi pohon, membakar sisi sisi hutan. Api itu menjalar dari satu pohon ke pohon yang lain, menutup bagian luar hutan, terus merasuk semakin jauh ke dalam.Para prajurit dan pendekar yang bersembunyi di luar hutan juga mulai merangsek masuk dari celah kobaran api. Mereka bergerak sesuai rencana, menutup seluruh pergerakan para penganut ilmu hitam.Melihat api yang berkobar sangat besar dari segala arah, para penganut ilmu hitam tetap tena

  • Janu: Tahap Awal   CP 118. Penyerapan Belum Usai

    Beberapa hari setelah penyerangan ke sarang perampok Tanduk Api, Janu dan kawan kawan berpisah dengan Suli. Mereka kembali ke Perguruan Pinus Angin, sementara Suli masih melanjutkan tugasnya. Sebelumnya, para tawanan sudah dikembalikan ke desa masing masing oleh para prajurit Lasem."Kalau kalian mendapat tugas semacam ini lagi, butuh dua kali lagi agar nilainya bisa ditukar dengan ramuan mantra ilusi. Aku jamin ramuan itu akan sangat berguna bagi kalian." Saran Suli saat mereka hendak balik ke perguruan."Ramuan mantra ilusi? Apa itu kak?" Tanya Malya penasaran."Itu adalah semacam ramuan mujarab untuk melancarkan kemampuan berpikir kita. Ramuan itu sangat penting apabila kalian menginginkan sebuah pencerahan. Tapi ingat! Ramuan itu hanya boleh diminum sekali saja.""Hmm, baik kak! Sekarang kami balik dulu, selamat tinggal kak Suli! Sampia jumpa nanti di perguruan."Tujuh orang lelaki dan dua perempuan berjalan kembali menuju ke perguruan. Mereka

  • Janu: Tahap Awal   CP 117. Pasca Penyerangan

    "Kak Suli! Semua kawanan perampok sudah kami tumbangkan. Jalada, Andaka, dan Kijan sudah tewas semua, sisa Nyi Kupita yang berhasil melarikan diri ke hutan." Lapor Wulung."Coba kalian periksa sekali lagi, siapa tahu masih ada yang bersembunyi di dalam pondok tau di pinggir bukit.""Baik kak!"Wulung lantas mengajak beberapa murid lain untuk berkeliling. Sementara itu Malya berdiri terpaku menatap Janu yang tengah bermeditasi menyembuhkan diri."Kak, apa dia baik baik saja?" Tanya Malya kepada Suli."Dia baik baik saja, serangan tadi hanya melukai bagian dalam sedikit saja, tidak berpengaruh besar. Dengan ramuan buatanku ini, semua luka dalam akan sembuh seketika, bahkan mungkin bisa memicu peningkatan kekebalan tubuh menjadi lebih baik lagi." Jawab Suli santai."Ramuan macam apa itu kak?" Gumam Malya."Hehehe, kau tidak perlu tahu. Ini rahasia!" Suli tersenyum tipis."Aish! Dasar kakak gendut!" Umpat Malya sedikit kecewa. Dia

  • Janu: Tahap Awal   CP 116. Kehancuran Tanduk Api

    Jalada menyerang dengan membabi buta, tidak sadar bahwa senjatanya rusak parah melawan pisau Dwitungga Baruna. Sampai akhirnya goloknya patah, barulah dia mampu dibekuk oleh Janu. Dengan mengorbankan dada kanannya, Janu berhasil menghujamkan pisaunya ke perut Jalada. Ditambah dengan luka yang cukup lebar di leher, membuat lelaki itu pun terjatuh kehilangan nyawa.Para pengikut Jalada kaget melihat pimpinan mereka tewas di tangan Janu. Mereka serasa tidak percaya melihat junjungannya yang selama ini dianggap paling kuat dan brutal bisa sampai meregang nyawa dikalahkan oleh Janu.Kijan, Andaka, dan para wakil perampok yang lain pun juga ikut kaget. Keringat dingin mengucur deras, kini tidak ada lagi yang mampu menahan serangan para murid Perguruan Pinus Angin. Beberapa langsung berlari melarikan diri, sebagian besar masih terdiam di tempat.Melihat Jalada tewas, Nyi Kupita langsung ambil langkah seribu. Dia pergi begitu saja dari hadapan Suli yang tadi sempat mela

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status