Home / Pendekar / Janu: Tahap Awal / CP 18. Kekalahan

Share

CP 18. Kekalahan

Author: Moa
last update Last Updated: 2021-05-29 15:59:30

"Demang Yasa, mari kita buktikan siapa yang lebih kuat diantara kita." Ucap Jalada dengan angkuh.

"Sombong sekali! Sepuluh tahun lalu kau tidak bisa mengalahkanku. Sekarang pun anjing macam kau ini masih tidak pantas menjadi tandinganku!" Ujar sang demang dengan nada emosi.

Senyum sinis tergambar di bibir Jalada, dia menoleh kepada kawanannya, "Anak buahku, lihat orang tua ini! Lihat bagaimana nanti dia mati! Tapi sebelumnya, aku ingin dia melihat bagaimana Janti yang dicintainya ini hancur, hahaha..."

Mendengar tawa Jalada, amarah sang demang semakin memuncak. Tanpa kata, dia melompat menyerang Jalada yang masih berada diatas kudanya. Dengan gerakan cepat, sang demang hendak memukul kepala Jalada, namun dengan mudahnya lelaki itu menghindari serangannya. Jalada menghindar sambil melompat turun dari kudanya.

Para penunggang kuda yang lain segera mundur untuk memberi tambahan ruang gerak bagi keduanya. Mereka tampak tenang menonton sang pemimpin bertarung dengan Demang Yasa. Seakan tidak merasa cemas akan keselamatan Jalada, mereka malah saling beradu seberapa banyak jurus yang akan dikeluarkannya untuk mengalahkan Demang Yasa.

Beberapa kali sang demang mengeluarkan jurus, sekalipun tidak ada yang mengenai tubuh Jalada. Sang kepala perampok itu dengan mudahnya menghindari setiap serangan yang dilancarkan Demang Yasa.

Mengetahui serangan serangannya dengan mudah dihindari orang tersebut, sang demang mulai panik. Berbagai serangan yang dilancarkan selanjutnya kini menjadi tidak beraturan, bahkan terkesan nekad. Tawa Jalada kian nyaring melihat gerakan sang demang yang mulai kelimpungan.

Lama Jalada hanya bermain main saja menghindari serangan sang demang, akhirnya dia pun mulai melepas kesabarannya. Saat sang demang melancarkan pukulan ke depan, Jalada dengan gesit agak memiringkan tubuhnya. Dengan gerakan cepat, dilayangkannya sebuah tendangan tepat kearah perut sang demang. Tendangan itu mengenai telak dan bersarang di perut Demang Yasa, membuatnya terpental agak jauh ke belakang.

Sang demang jatuh tersungkur di tanah, dia lantas memuntahkan semua isi perutnya. Dia pun kini tersujud sejenak, masih meringis kesakitan. Melihat hal itu sontak membuat Jalada dan para pengikutnya tertawa terbahak bahak.

Disini sang demang mencoba menenangkan diri, dia mulai mengatur nafasnya kembali. Sambil menatap tajam lawannya, dia mengeluarkan pedang dari sarungnya.

"Mati kau Jalada!" Teriaknya sambil mengacungkan pedang.

Jalada yang sadar akan serangan itu pun berhenti tertawa. Tenang saja dia menangkap ujung pedang sang demang dengan tangan kirinya. Lalu dengan tangan kanan yang masih bebas, dipukulnya pedang tersebut hingga patah.

Sang demang kaget bukan main. Pedang perunggu yang dimilikinya patah begitu saja saat terkena pukulan dari Jalada. Dia pun mundur beberapa langkah, matanya membelalak. Gagang pedang yang digenggamnya terjatuh.

"Tidak mungkin! Ini tidak mungkin terjadi! Kau tidak mungkin berada di tahap ketujuh. Tidak mungkin! Aku tidak boleh kalah!" Gumam Demang Yasa.

Disini aura keputus asaan terpancar dari gurat wajah sang demang. Sambil mundur perlahan, dia terus berpikir mencari cara untuk mengalahkan sang pemimpin para perampok.

Dia melihat ke sekeliling, para perampok penunggang kuda telah mengepungnya dengan sangat ketat. Raut mukanya semakin gelap, tubuhnya kelihatan semakin menua. Tawa para perampok itu kian membuatnya jatuh dalam lubang keputus asaan.

Sang demang menoleh ke arah desa, teriakan para warga bercampur dengan tawa para perampok. Teriakan meminta tolong itu terdengar sayu, kian menyayat hatinya yang patah. Kobaran api membakar rumah rumah warga, terlihat dari depan gerbang desa.

Karena fokusnya tadi pada Jalada, membuatnya lupa akan kondisi desa. Dia yang perhatiannya pecah pada kekuatan Jalada, baru menyadari sekarang kalau kondisi desa sedang tidak baik. Kondisi ini tampak lebih parah, jauh, dibandingkan dengan sepuluh tahun yang lalu saat pertama kali para perampok itu menyerang.

Terlihat sudah putus asa, sang demang pun jatuh berlutut. Air matanya terurai memikirkan nasib para warga desa.

"Tolong, bunuh aku saja sekarang. Tapi jangan kalian bunuh para warga yang tidak bersalah." Ujarnya sambil terisak.

Sementara itu, di lain tempat di atas bukit, seorang anak sedang bersantai sambil tiduran di bawah pohon mangga. Di atasnya, duduk seorang anak kecil di sebuah cabang pohon tersebut. Mereka sedang asyik mengobrol tatkala sang anak yang berada di atas pohon tiba tiba terdiam. Buah mangga yang sedari tadi dipegangnya jatuh ke bawah, menimpa perut rekannya.

"Kak... Kak Janu... Sepertinya desa sedang dalam masalah."


Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Janu: Tahap Awal   CP 121. Para Pemberontak Takdir

    Para pendekar sakti mandraguna bertempur dengan si raksasa Kurupa. Mereka melakukan pertempuran dengan berbagai serangan yang luar biasa kuat dan dalam jangkauan yang luas. Beberapa hari mereka bertempur, menyebabkan wilayah itu menjadi hancur. Badai angin, gempa bumi, gunung meletus, bahkan sungai pun meluap menyebabkan banjir bandang ke segala penjuru. Tanah di hutan Trangil sudah tidak berbentuk, rusak dan gersang, tidak ada tanda kehidupan di atasnya.Selama lima hari bertempur, Kurupa mulai terdesak. Dia yang hanya seorang diri akhirnya tidak mampu mengimbangi kekuatan para pendekar yang bersatu. Kurupa kemudian melarikan diri dengan menghilang dibalik udara hampa. Para pendekar tidak mampu melacak keberadaannya, aura dan jejaknya semua hilang seketika."Aaarrgghh! Kurang ajar si Kurupa itu! Kita tidak boleh membiarkannya lolos begitu saja, kuta harus mencarinya sampai ketemu!" Ki Ekadanta marah mengetahui Kurupa hilang di depan mata."Kalian semua tidak us

  • Janu: Tahap Awal   CP 120. Kurupa

    "Hei, babi dari Pinus Angin! Hadapi aku kalau kau sanggup!" Tantang si wanita penghadang."Huh! Nyi Kupita, suamimu sudah mati di tangan kami! Kini saatnya giliranmu ikut suamimu ke alam kematian!""Heh! Kejar aku kalau kau sanggup!"Nyi Kupita bergerak bagai angin, dia berlalu menghindari keramaian, diikuti oleh Suli yang mengejarnya. Mereka berdua bergerak menembus kobaran api, menuju ke suatu tempat yang lain.Di sebuah bukit sang wanita berhenti, punggungnya membelakangi Suli."Kena kau sekarang! Beraninya kau mengacaukan rencanaku yang sudah aku buat selama bertahun tahun." Ucap wanita itu.Suli berhenti, dia waspada. Apa maksud dari ucapan Nyi Kupita itu."Apa kau tahu siapa aku?" Tanya Nyi Kupita. Suaranya perlahan mulai berubah agak berat."Apa kau tahu? Ha?!""Aku adalah Gendri Kupita! Penguasa gunung dan lembah! Kau tak akan sanggup melawanku! Hahaha..." Wanita itu berteriak dan tertawa terbahak bahak. Dia kemu

  • Janu: Tahap Awal   CP 119. Target Berkumpul

    Beberapa waktu para panglima Mataram dan pendekar dari berbagai perguruan melanjutkan pembicaraan. Mereka membahas teknis pergerakan mereka. Suli dan para murid Perguruan Pinus Angin bergerak dari arah barat. Mereka mengepung ke timur dan langsung menuju ke sumber ritual berlangsung.Selesai pembahasan, mereka pun segera bertindak. Selesai persiapan, Suli menuju ke bagian barat hutan Trangil, lantas bersembunyi di balik pepohonan.Tidak lama, sebuah asap hitam membubung tinggi dari berbagai arah. Api menggelora tinggi melebihi pohon, membakar sisi sisi hutan. Api itu menjalar dari satu pohon ke pohon yang lain, menutup bagian luar hutan, terus merasuk semakin jauh ke dalam.Para prajurit dan pendekar yang bersembunyi di luar hutan juga mulai merangsek masuk dari celah kobaran api. Mereka bergerak sesuai rencana, menutup seluruh pergerakan para penganut ilmu hitam.Melihat api yang berkobar sangat besar dari segala arah, para penganut ilmu hitam tetap tena

  • Janu: Tahap Awal   CP 118. Penyerapan Belum Usai

    Beberapa hari setelah penyerangan ke sarang perampok Tanduk Api, Janu dan kawan kawan berpisah dengan Suli. Mereka kembali ke Perguruan Pinus Angin, sementara Suli masih melanjutkan tugasnya. Sebelumnya, para tawanan sudah dikembalikan ke desa masing masing oleh para prajurit Lasem."Kalau kalian mendapat tugas semacam ini lagi, butuh dua kali lagi agar nilainya bisa ditukar dengan ramuan mantra ilusi. Aku jamin ramuan itu akan sangat berguna bagi kalian." Saran Suli saat mereka hendak balik ke perguruan."Ramuan mantra ilusi? Apa itu kak?" Tanya Malya penasaran."Itu adalah semacam ramuan mujarab untuk melancarkan kemampuan berpikir kita. Ramuan itu sangat penting apabila kalian menginginkan sebuah pencerahan. Tapi ingat! Ramuan itu hanya boleh diminum sekali saja.""Hmm, baik kak! Sekarang kami balik dulu, selamat tinggal kak Suli! Sampia jumpa nanti di perguruan."Tujuh orang lelaki dan dua perempuan berjalan kembali menuju ke perguruan. Mereka

  • Janu: Tahap Awal   CP 117. Pasca Penyerangan

    "Kak Suli! Semua kawanan perampok sudah kami tumbangkan. Jalada, Andaka, dan Kijan sudah tewas semua, sisa Nyi Kupita yang berhasil melarikan diri ke hutan." Lapor Wulung."Coba kalian periksa sekali lagi, siapa tahu masih ada yang bersembunyi di dalam pondok tau di pinggir bukit.""Baik kak!"Wulung lantas mengajak beberapa murid lain untuk berkeliling. Sementara itu Malya berdiri terpaku menatap Janu yang tengah bermeditasi menyembuhkan diri."Kak, apa dia baik baik saja?" Tanya Malya kepada Suli."Dia baik baik saja, serangan tadi hanya melukai bagian dalam sedikit saja, tidak berpengaruh besar. Dengan ramuan buatanku ini, semua luka dalam akan sembuh seketika, bahkan mungkin bisa memicu peningkatan kekebalan tubuh menjadi lebih baik lagi." Jawab Suli santai."Ramuan macam apa itu kak?" Gumam Malya."Hehehe, kau tidak perlu tahu. Ini rahasia!" Suli tersenyum tipis."Aish! Dasar kakak gendut!" Umpat Malya sedikit kecewa. Dia

  • Janu: Tahap Awal   CP 116. Kehancuran Tanduk Api

    Jalada menyerang dengan membabi buta, tidak sadar bahwa senjatanya rusak parah melawan pisau Dwitungga Baruna. Sampai akhirnya goloknya patah, barulah dia mampu dibekuk oleh Janu. Dengan mengorbankan dada kanannya, Janu berhasil menghujamkan pisaunya ke perut Jalada. Ditambah dengan luka yang cukup lebar di leher, membuat lelaki itu pun terjatuh kehilangan nyawa.Para pengikut Jalada kaget melihat pimpinan mereka tewas di tangan Janu. Mereka serasa tidak percaya melihat junjungannya yang selama ini dianggap paling kuat dan brutal bisa sampai meregang nyawa dikalahkan oleh Janu.Kijan, Andaka, dan para wakil perampok yang lain pun juga ikut kaget. Keringat dingin mengucur deras, kini tidak ada lagi yang mampu menahan serangan para murid Perguruan Pinus Angin. Beberapa langsung berlari melarikan diri, sebagian besar masih terdiam di tempat.Melihat Jalada tewas, Nyi Kupita langsung ambil langkah seribu. Dia pergi begitu saja dari hadapan Suli yang tadi sempat mela

  • Janu: Tahap Awal   CP 115. Dendam Terbalas

    Janu dan Wulung juga telah selesai dengan pondok terakhir di wilayahnya. Mereka mendengar keributan di sudut bukit, mereka pun lantas segera menghampirinya.Di satu titik, mereka melihat dari kejauhan beberapa murid tengah bertahan dari serangan para perampok. Di sisi lain, mereka juga melihat lawannya, Jalada, dengan amarahnya menyerang membabi buta.Malya pun terlihat tengah menghadapi Andaka yang sedang mengamuk seperti banteng kesetanan. Sementara itu Rangin yang sedari tadi sudah memisahkan diri tengah mengahadapi lima perampok sekaligus. Nyi Kupita yang hendak membantu Jalada juga tengah ditahan oleh Suli."Wulung, aku akan menghadapi Jalada! Kau urus anak buahnya." Tegas Janu."Tapi kak..." Ujar Wulung sedikit emosi. Dia juga ingin menghadapi Jalada.Janu menatap Wulung, matanya memancarkan keinginan yang sangat kuat. Beberapa saat Wulung mendesah. Dia pun mengangguk."Baik lah kak. Hati hati!" Ucap Wulung pelan. Dia kemudian berlari

  • Janu: Tahap Awal   CP 114. Bukit Pembantaian

    "Kita bagi kelompok dalam empat penjuru! Aku ke utara, sisanya kalian bagi saja sendiri, siapa yang akan mengikutiku." Tegas Suli.Para murid pun langsung membagi menjadi empat kelompok, masing masing mengepung dari empat sudut bukit. Janu, Rangin, dan Wulung bergerak ke sisi timur. Sedangkan Malya, bersama murid murid yang lain mengepung dari arah selatan.Disini belum ada yang menyadari pergerakan para murid Perguruan Pinus Angin. Mereka melakukan penyergapan dengan sangat senyap dan tanpa suara, aura mereka pun bahkan dihilangkan. Dengan gesit mereka berjalan mengendap endap dari semak ke semak, pohon ke pohon.Setelah merasa cukup dekat dengan target, mereka langsung menghabisi para penjaga itu dengan senyap. Di luar, para penjaga yang berada di setiap sudut dihabisi tanpa sisa. Tidak ada suara apapun terdengar selain kematian.Para murid berhasil menyusup ke dalam menerobos pagar bambu. Mereka pun bergerak menuju ke pondok pondok yang tersebar disana

  • Janu: Tahap Awal   CP 113. Sarang Tanduk Api

    Melihat pemimpinnya kalah, para kera yang lain berhamburan ke segala arah. Bagai tubuh tak berkepala, kera kera itu seakan kembali ke sifatnya yang biasa, yang biasanya takut apabila melihat manusia. Dengan tewasnya Lutung Kasyapa, selesai pula tugas Janu dan kawan kawan di Masin. Para prajurit dan murid Perguruan Pinus Angin bisa bernafas lega, kewaspadaan mereka mengendor melihat para kera bergelantungan kabur dari lokasi itu. Para murid perguruan, termasuk Rakawan, terlihat kelelahan setelah bertempur dengan hebat dengan sang siluman. Murid murid dan prajurit yang terluka langsung diberikan pertolongan oleh para prajurit yang sehat. Dua minggu berlalu sejak penyerangan ke hutan Segorokayu, Janu dan ketiga rekannya kini sudah tiba di Lasem. Mereka tidak mau berlama lama di Masin, karena masih ada tugas yang harus dikerjakan di Lasem. Mereka harus membasmi komplotan perampok Tanduk Api yang bertahun tahun meresahkan warga. Di pusat kadipaten, mereka

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status