Beranda / Pendekar / Janu: Tahap Awal / CP 8. Sebelum Penyerangan

Share

CP 8. Sebelum Penyerangan

Penulis: Moa
last update Terakhir Diperbarui: 2021-05-21 17:48:22

Sambil menghela nafas, kini Demang Yasa mulai menemukan titik terang dari semua informasi yang dia dapat. Dia kini dapat menyimpulkan kenapa dan bagaimana para perampok Tanduk Api yang biasanya menyerang wilayah Gunung Rahastra bisa berada di wilayah Janti.

Penyerangan yang selama ini dilakukan oleh para perampok itu tak lain tujuannya adalah untuk menemukan gulungan kitab itu. Karena mereka tidak tahu siapa yang mengambil gulungan tersebut, maka mereka mencurigai suami dari Rantini yang berpapasan di hutan. Disitulah awal mula mereka menyerang semua desa di dekat hutan.

"Nak Rantini, sekarang ananda sudah aman disini. Beristirahatlah dengan tenang, pulihkan tenaga dan pikiran. Istri demang, Nyi Aluh, sebentar lagi kemari untuk menemani ananda. Mbok Yah dan Mbah Kunti juga selalu disini untuk menemani ananda."

"Terima kasih tuan demang." Rantini kini sudah mulai tenang.

Setelah memberikan perintah dan pesan kepada Mbok Yah dan Mbah Kunti, Demang Yasa dan Darwis keluar dari bilik. Di depan rumah Mbah Kunti, sang demang menceritakan semua informasi yang dia dapat. Mereka kini kembali membahas apa yang akan mereka lakukan selanjutnya.

"Bagaimana menurutmu, Ki Nambi?" Tanyanya kepada Ki Nambi yang sudah balik dari lokasi penyimpanan harta.

Sang sesepuh desa yang terkenal bijak itu pun berkata, "Tuan demang, saya rasa dari informasi ini menunjukkan bahwa gerombolan ini tidak akan berhenti sampai mendapat gulungan tersebut. Saya pikir mereka sudah tahu kalau gulungan itu berada di pusat kademangan sini. Mungkin mulai malam ini kita harus semakin memperketat penjagaan."

"Kali ini saya setuju!" Teriak Joko Seno bersemangat.

Pendapat para sesepuh desa kini juga hampir sama. Mereka sepakat untuk menambah jumlah penjagaan desa.

"Baiklah kalau begitu, Joko Seno, kau pimpin para pemuda desa untuk menambah jumlah pasukan penjaga. Untuk Darwis, aku akan mengutusmu besok ke kadipaten untuk meminjam beberapa prajurit penjaga. Mari kita semua berjaga bersama." Tegas sang demang.

Sebelum senja, beberapa orang warga memasang obor penerangan di berbagai sudut desa yang gelap. Mereka juga membagi warga menjadi beberapa kelompok kecil pasukan penjaga. Sementara itu sang demang dan sepuluh orang prajurit termasuk Darwis berjaga di depan gerbang desa.

Matahari turun dan malam pun tiba. Langit malam tampak indah, bulan membulat dikelilingi bintang bintang.

Seorang prajurit muncul dari balik pepohonan. Dia lantas menghadap sang demang.

"Lapor tuan demang, dari arah utara muncul segerombolan pasukan berkuda sedang menuju kemari. Jumlah mereka kurang lebih tiga puluh sampai empat puluh orang."

"Terima kasih Lam, sekarang kau masuk ke desa dan berkumpul dengan kelompokmu." Perintah sang demang.

"Darwis, tolong suruh para warga yang tidak berjaga untuk segera masuk ke dalam rumah dan beritahu juga kelompok kelompok lain untuk bersiap siap."

Darwis segera berlari menghilang dibalik gerbang. Beberapa saat kemudian dia kembali dan memberitahu kalau semuanya sudah siap.

Para warga dan prajurit yang berjaga kini mulai tegang. Mereka sudah bersiap siap memegang senjata masing masing. Yang memegang parang, golok, tombak, dan keris berada di paling depan. Sementara yang membawa busur dan tongkat kayu atau bambu berada di belakang.

Lama mereka menunggu, akhirnya terdengar suara berisik langkah kuda yang berlarian. Suara tawa dan teriakan kencang juga terdengar semakin jelas dari kejauhan. Sosok sosok itu mulai nampak mendekati desa yang terang penuh dengan obor.

Seorang lelaki bertubuh gemuk berada paling depan, diikuti oleh puluhan orang lainnya. Wajah mereka garang, buas, dan tak terawat dengan rambut yang acak acakan. Mereka mendekat sambil tertawa, berteriak, dan bersumpah serapah. Di tangan mereka senjata senjata terlihat ada kilatan merah darah yang masih segar. Tampaknya mereka baru saja menghabisi beberapa desa sebelum tiba di pusat kademangan.

Rombongan berkuda itu memelankan laju kudanya saat mendekati gerbang desa, lantas berhenti tak jauh dari sang demang dan pasukannya yang tengah bersiaga. Si lelaki gemuk tersenyum sinis, matanya menyipit penuh kelicikan.

"Salam tuan demang, saya Andaka. Kami kemari hanya ingin bertanya, apa tuan tahu atau melihat seorang wanita hamil lewat ke wilayah ini?"


Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Janu: Tahap Awal   CP 121. Para Pemberontak Takdir

    Para pendekar sakti mandraguna bertempur dengan si raksasa Kurupa. Mereka melakukan pertempuran dengan berbagai serangan yang luar biasa kuat dan dalam jangkauan yang luas. Beberapa hari mereka bertempur, menyebabkan wilayah itu menjadi hancur. Badai angin, gempa bumi, gunung meletus, bahkan sungai pun meluap menyebabkan banjir bandang ke segala penjuru. Tanah di hutan Trangil sudah tidak berbentuk, rusak dan gersang, tidak ada tanda kehidupan di atasnya.Selama lima hari bertempur, Kurupa mulai terdesak. Dia yang hanya seorang diri akhirnya tidak mampu mengimbangi kekuatan para pendekar yang bersatu. Kurupa kemudian melarikan diri dengan menghilang dibalik udara hampa. Para pendekar tidak mampu melacak keberadaannya, aura dan jejaknya semua hilang seketika."Aaarrgghh! Kurang ajar si Kurupa itu! Kita tidak boleh membiarkannya lolos begitu saja, kuta harus mencarinya sampai ketemu!" Ki Ekadanta marah mengetahui Kurupa hilang di depan mata."Kalian semua tidak us

  • Janu: Tahap Awal   CP 120. Kurupa

    "Hei, babi dari Pinus Angin! Hadapi aku kalau kau sanggup!" Tantang si wanita penghadang."Huh! Nyi Kupita, suamimu sudah mati di tangan kami! Kini saatnya giliranmu ikut suamimu ke alam kematian!""Heh! Kejar aku kalau kau sanggup!"Nyi Kupita bergerak bagai angin, dia berlalu menghindari keramaian, diikuti oleh Suli yang mengejarnya. Mereka berdua bergerak menembus kobaran api, menuju ke suatu tempat yang lain.Di sebuah bukit sang wanita berhenti, punggungnya membelakangi Suli."Kena kau sekarang! Beraninya kau mengacaukan rencanaku yang sudah aku buat selama bertahun tahun." Ucap wanita itu.Suli berhenti, dia waspada. Apa maksud dari ucapan Nyi Kupita itu."Apa kau tahu siapa aku?" Tanya Nyi Kupita. Suaranya perlahan mulai berubah agak berat."Apa kau tahu? Ha?!""Aku adalah Gendri Kupita! Penguasa gunung dan lembah! Kau tak akan sanggup melawanku! Hahaha..." Wanita itu berteriak dan tertawa terbahak bahak. Dia kemu

  • Janu: Tahap Awal   CP 119. Target Berkumpul

    Beberapa waktu para panglima Mataram dan pendekar dari berbagai perguruan melanjutkan pembicaraan. Mereka membahas teknis pergerakan mereka. Suli dan para murid Perguruan Pinus Angin bergerak dari arah barat. Mereka mengepung ke timur dan langsung menuju ke sumber ritual berlangsung.Selesai pembahasan, mereka pun segera bertindak. Selesai persiapan, Suli menuju ke bagian barat hutan Trangil, lantas bersembunyi di balik pepohonan.Tidak lama, sebuah asap hitam membubung tinggi dari berbagai arah. Api menggelora tinggi melebihi pohon, membakar sisi sisi hutan. Api itu menjalar dari satu pohon ke pohon yang lain, menutup bagian luar hutan, terus merasuk semakin jauh ke dalam.Para prajurit dan pendekar yang bersembunyi di luar hutan juga mulai merangsek masuk dari celah kobaran api. Mereka bergerak sesuai rencana, menutup seluruh pergerakan para penganut ilmu hitam.Melihat api yang berkobar sangat besar dari segala arah, para penganut ilmu hitam tetap tena

  • Janu: Tahap Awal   CP 118. Penyerapan Belum Usai

    Beberapa hari setelah penyerangan ke sarang perampok Tanduk Api, Janu dan kawan kawan berpisah dengan Suli. Mereka kembali ke Perguruan Pinus Angin, sementara Suli masih melanjutkan tugasnya. Sebelumnya, para tawanan sudah dikembalikan ke desa masing masing oleh para prajurit Lasem."Kalau kalian mendapat tugas semacam ini lagi, butuh dua kali lagi agar nilainya bisa ditukar dengan ramuan mantra ilusi. Aku jamin ramuan itu akan sangat berguna bagi kalian." Saran Suli saat mereka hendak balik ke perguruan."Ramuan mantra ilusi? Apa itu kak?" Tanya Malya penasaran."Itu adalah semacam ramuan mujarab untuk melancarkan kemampuan berpikir kita. Ramuan itu sangat penting apabila kalian menginginkan sebuah pencerahan. Tapi ingat! Ramuan itu hanya boleh diminum sekali saja.""Hmm, baik kak! Sekarang kami balik dulu, selamat tinggal kak Suli! Sampia jumpa nanti di perguruan."Tujuh orang lelaki dan dua perempuan berjalan kembali menuju ke perguruan. Mereka

  • Janu: Tahap Awal   CP 117. Pasca Penyerangan

    "Kak Suli! Semua kawanan perampok sudah kami tumbangkan. Jalada, Andaka, dan Kijan sudah tewas semua, sisa Nyi Kupita yang berhasil melarikan diri ke hutan." Lapor Wulung."Coba kalian periksa sekali lagi, siapa tahu masih ada yang bersembunyi di dalam pondok tau di pinggir bukit.""Baik kak!"Wulung lantas mengajak beberapa murid lain untuk berkeliling. Sementara itu Malya berdiri terpaku menatap Janu yang tengah bermeditasi menyembuhkan diri."Kak, apa dia baik baik saja?" Tanya Malya kepada Suli."Dia baik baik saja, serangan tadi hanya melukai bagian dalam sedikit saja, tidak berpengaruh besar. Dengan ramuan buatanku ini, semua luka dalam akan sembuh seketika, bahkan mungkin bisa memicu peningkatan kekebalan tubuh menjadi lebih baik lagi." Jawab Suli santai."Ramuan macam apa itu kak?" Gumam Malya."Hehehe, kau tidak perlu tahu. Ini rahasia!" Suli tersenyum tipis."Aish! Dasar kakak gendut!" Umpat Malya sedikit kecewa. Dia

  • Janu: Tahap Awal   CP 116. Kehancuran Tanduk Api

    Jalada menyerang dengan membabi buta, tidak sadar bahwa senjatanya rusak parah melawan pisau Dwitungga Baruna. Sampai akhirnya goloknya patah, barulah dia mampu dibekuk oleh Janu. Dengan mengorbankan dada kanannya, Janu berhasil menghujamkan pisaunya ke perut Jalada. Ditambah dengan luka yang cukup lebar di leher, membuat lelaki itu pun terjatuh kehilangan nyawa.Para pengikut Jalada kaget melihat pimpinan mereka tewas di tangan Janu. Mereka serasa tidak percaya melihat junjungannya yang selama ini dianggap paling kuat dan brutal bisa sampai meregang nyawa dikalahkan oleh Janu.Kijan, Andaka, dan para wakil perampok yang lain pun juga ikut kaget. Keringat dingin mengucur deras, kini tidak ada lagi yang mampu menahan serangan para murid Perguruan Pinus Angin. Beberapa langsung berlari melarikan diri, sebagian besar masih terdiam di tempat.Melihat Jalada tewas, Nyi Kupita langsung ambil langkah seribu. Dia pergi begitu saja dari hadapan Suli yang tadi sempat mela

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status