Compartir

Bab 13

Autor: Nikki
Suasana di ujung telepon hening sejenak sebelum terdengar suara dingin Kaivan berkata, "Adeline, kamu yang bilang mau putus sebulan lagi. Sekarang, yang meneleponku untuk putus tanpa alasan juga kamu. Bisa nggak kamu batasi kegilaanmu? Aku nggak punya waktu untuk bicara omong kosong denganmu sekarang. Kita bicara lagi habis aku pulang."

Setelah itu, Kaivan langsung menutup telepon.

Adeline meletakkan ponselnya dan langsung mengirim rekaman panggilannya dengan Lesya kepada Kaivan. Tentu saja, dia juga mengirimkannya kepada Prisa.

Setelah mengirim rekaman panggilan itu, Adeline menelepon pihak penyelenggara pernikahan. "Halo, aku Adeline Thomas. Sebelumnya, aku ada pesan tempat pernikahan dari perusahaanmu. Tolong bantu aku batalkan semuanya."

Hening sejenak di ujung telepon, lalu terdengar suara staf bertanya, "Bu Adeline, kamu yakin mau batalkan tempat pernikahan yang kamu pesan sebelumnya?"

Ujung jari Adeline yang memegang telepon sedikit mengerat, tetapi tidak terdengar emosi dalam suaranya saat menjawab, "Emm, yakin."

"Baiklah, aku mengerti. Kalau begitu, aku akan bantu kamu membatalkannya."

"Terima kasih."

Setelah mengakhiri telepon, Adeline melepas cincin pertunangan di jari manisnya dan meletakkannya di atas meja. Tepat saat dia hendak bangkit dan mengemasi barang-barangnya, Prisa menelepon.

"Adeline, maafkan Bibi. Bibi yang nggak mendidiknya dengan baik."

Suaranya dipenuhi rasa bersalah. Seandainya dia tahu Kaivan akan bersikap seberengsek ini, dia tidak akan pernah menebalkan muka untuk meminta Adeline memberinya kesempatan lagi.

Adeline bisa menerima permintaan maaf ini. Sebab, dia bukan hanya kehilangan sebuah hubungan, tetapi juga delapan tahun terbaik dalam hidup seorang perempuan.

Orang yang seharusnya meminta maaf padanya adalah Kaivan. Namun, mereka berdua sudah berjalan sampai pada titik ini. Tak ada gunanya lagi mempermasalahkan siapa yang benar atau salah.

"Bibi, kamu juga sudah dengar rekamannya. Kurasa kita nggak perlu ulur waktu sampai sebulan lagi."

Prisa menghela napas. "Emm, anggap saja kamu nggak pernah dengar apa yang kukatakan sebelumnya. Kamu itu gadis yang baik, kamu pasti akan ketemu sama orang yang lebih baik di masa depan. Kai yang nggak beruntung ...."

Ketika berbicara sampai akhirnya, suara Prisa pun tercekat. Dia telah melihat dedikasi Adeline terhadap Kaivan selama bertahun-tahun, juga tulus menganggap Adeline seperti putrinya sendiri. Sekarang, dia tidak punya muka untuk bertemu dengan Adeline lagi.

Adeline tanpa sadar mengeratkan pegangannya pada ponselnya. Keluhan di hatinya meluap dari segala arah dan menenggelamkannya bagaikan air pasang.

Dia mungkin tegar. Akan tetapi, ketika ada yang menghiburnya, dia tetap bisa merasa sedih. Dia mengedipkan mata untuk menahan air matanya, lalu berbisik, "Bibi, aku masih ada urusan lain. Aku tutup teleponnya dulu."

Setelah mengakhiri panggilan, Adeline duduk di sofa sebentar, lalu menghapus informasi kontak Kaivan satu per satu. Yang terakhir dihapusnya adalah LINE.

Ketika mereka mendaftar akun LINE dulu, orang pertama yang mereka tambahkan menjadi teman adalah satu sama lain. Saat itu, Adeline tidak pernah menyangka ada hari di mana dirinya akan menghapus kontak Kaivan dari LINE.

Untuk menghapus seseorang di LINE, pertama-tama harus masuk dulu ke ruang obrolan, lalu mengklik gambar profil lawan bicara hingga muncul informasi pribadi dan halaman postingannya. Setelah itu, baru bisa klik tiga titik di pojok kanan atas dan tulisan merah "Hapus Kontak" akan muncul.

Adeline terlebih dahulu melihat layar percakapan yang penuh gelembung hijau, lalu memandang gambar pemandangan laut Maldiva yang merupakan postingan teratas Kaivan. Akhirnya, dia masuk ke antarmuka penghapusan kontak.

Saat jarinya mengklik "Hapus Kontak", di layar bagian bawah muncul sebuah kotak notifikasi berwarna putih dengan satu baris tulisan abu-abu di atasnya.

[ Hapus kontak "Kaivan" dan semua riwayat obrolan dengannya? ]

Di bawahnya terdapat dua pilihan "Hapus Kontak" dan "Batal".

Adeline membaca kata-kata di dalam kotak notifikasi beberapa kali sebelum akhirnya mengklik "Hapus Kontak".

Setelah menghapus LINE Kaivan, Adeline juga menghapus album fotonya. Kemudian, dia bangkit dan mulai mengemas barang-barang Kaivan. Ada banyak kenangan mereka di rumah ini. Saat berkemas, kenangan-kenangan itu terus bermunculan di benaknya.

Hiasan beruang kecil di samping tempat tidur dibawa pulang oleh Kaivan saat dia sedang dalam perjalanan bisnis. Sikat gigi elektrik pasangan di kamar mandi yang dibeli oleh mereka di supermarket. Mug bergambar kucing di atas meja yang dibuat oleh mereka di studio keramik ....

Ketika melihat barang-barang ini sebelumnya, hati Adeline selalu dipenuhi kebahagiaan. Setelah melihatnya lagi sekarang, dia merasa bahwa segala sesuatu telah berubah.

Seusai mengemasi semuanya, Adeline mengeluarkan cincin dari kotak perhiasan. Dia menatap cincin itu untuk sejenak, lalu memasukkannya ke dalam koper.

Adeline telah membuang perhiasan lainnya, tetapi cincin ini diberikan oleh Kaivan di saat Kaivan paling mencintainya. Cincin ini melambangkan ketulusan cinta Kaivan. Sekarang, mengembalikan cincin ini bisa dianggap sebagai akhir dari hubungan delapan tahun ini.

Di tengah proses berkemas, Kaivan kembali. Ketika melihat semua barangnya yang ada di ruang tamu sudah dimasukkan ke dalam koper, dia menatap Adeline dengan tatapan mengejek.

"Kali ini, sandiwaramu sangat bagus. Kamu begitu nggak bisa terima Lesya sampai kamu harus ribut untuk paksa aku pilih antara kamu dan dia? Adel, kamu seharusnya tahu aku nggak mungkin pilih kamu. Kenapa kamu harus permalukan dirimu sendiri?"

Ujung jari Adeline yang memegang bingkai foto terlihat memutih. Setelah beberapa detik, dia baru mendongak dan menatap Kaivan. "Kamu nggak harus memilih, aku sudah bantu kamu buat pilihan. Kita putus, sedangkan kamu boleh tetap bersamanya."

Setelah mengamati wajah pucat Adeline sejenak, Kaivan merasakan gelombang amarah yang tak terjelaskan di hatinya dan mencibir, "Oke, terus sandiwara saja. Aku mau tahu kamu bisa drama sampai tahap apa!"

Setelah mengatakan itu, Kaivan pun membanting pintu dan pergi. Adeline menunduk dan menahan gejolak emosi di hatinya, lalu lanjut berkemas.

Keesokan paginya, Adeline memesan kurir untuk mengambil paket di depan pintunya. Kurir itu datang dengan cepat. Ketika dia memindahkan barang-barang ke bawah, Adeline juga sekalian membawa turun gaun pengantin itu dan membuangnya.

Melihat becak barang itu berangsur-angsur menghilang dari pandangannya, hati Adeline terasa agak getir. Masa lalu selama delapan tahun terakhir itu juga perlahan-lahan memudar. Untungnya, semua ini tidak sesakit dan sesulit yang dibayangkannya.

Pukul 10 pagi, Kaivan kembali ke kantor setelah rapat pagi. Joel, sekretarisnya itu mengetuk pintu.

"Pak Kaivan, Bu Adeline kirim paket kemari. Sepertinya itu barang-barang pribadimu. Sekarang, semuanya ada di lantai satu. Kamu mau aku bantu kirim barangnya ke Vila Paradise atau ada perintah lain?"

Gerakan Kaivan mengambil dokumen berhenti sejenak. Kemudian, dia mengulurkan tangan untuk menarik dasinya dan hanya memasang wajah dingin.

Lesya hanya menelepon Adeline untuk memprovokasinya, tetapi Adeline malah mengadu pada Prisa dan minta putus, lalu juga mengemasi barang-barang Kaivan dan mengirimkannya ke tempat ini. Apa Adeline mengira dia akan berkompromi karena ini?

Jika Kaivan membiarkan Adeline mengendalikannya sebelum menikah, entah drama apa lagi yang akan ditimbulkan Adeline setelah menikah. Berhubung Adeline ingin menimbulkan masalah, Kaivan akan menunggu sampai dia tenang sebelum mendiskusikan masalah pernikahan. Lagi pula, setiap bertengkar, bukankah Adeline yang akhirnya akan mengalah dan meminta berdamai?

Melihat Kaivan diam saja, Joel tidak yakin apa maksudnya, tetapi tidak berani berbicara dengan gegabah.

Kaivan mengambil sebuah dokumen dan membukanya, lalu menjawab dengan tenang, "Buang saja semuanya."

"Baik, Pak Kaivan."

Setengah jam kemudian, Joel mengetuk pintu lagi dan masuk ke kantor Kaivan. Dia membuka kotak di tangannya dan menyerahkannya kepada Kaivan.

"Pak Kaivan, petugas daur ulang melihat barang ini di antara barang-barang pribadimu. Karena terlalu berharga, mereka nggak berani ambil keputusan sendiri. Jadi, mereka mengembalikannya. Apa kamu mau membuangnya juga?"

Kaivan mengangkat kepalanya dan tertegun ketika melihat cincin itu. Dia masih ingat bahwa dirinya yang membuat cincin berlian itu untuk Adeline saat kuliah. Namun, sesaat kemudian, raut wajahnya kembali dingin seperti semula.

"Emm."

"Oke."

Saat keluar dari kantor, Joel memotret cincin itu dan mengirimkannya kepada seorang teman yang berkecimpung di bidang daur ulang perhiasan untuk menanyakan berapa harga cincin itu jika dijual. Temannya itu baru membalas setelah lebih dari satu jam.

[ Dua puluh ribu. ]

Joel pun terdiam. Setelah ragu sejenak, dia membuang cincin beserta kotaknya ke tempat sampah.

Sore itu, Adeline meminta cuti selama seminggu kepada atasannya, lalu memesan penerbangan dini hari ke Maldiva.

Setelah melewati penerbangan delapan jam, pesawat mendarat dengan mulus di Bandara Valane. Waktu Maldiva tiga jam lebih lambat daripada dalam negeri. Saat Adeline tiba di Maldiva, waktu sudah menunjukkan pukul enam lebih waktu setempat.

Setelah mengambil bagasi, ada petugas penjemputan hotel yang memegang spanduk di gerbang bandara untuk menjemput Adeline. Adeline menunjukkan pesanan hotelnya dan menunggu sebentar. Setelah semua orang tiba, dia mengikuti petugas tersebut berjalan keluar dan naik perahu motor ke pulau. Setelah check-in, petugas mengantarkan bagasinya ke kamar.

Adeline mengambil foto pemandangan laut dan memostingnya ke media sosial.

[ Tempat yang sudah ingin kukunjungi dari delapan tahun lalu. Sekarang, aku akhirnya sampai dengan selamat! ]

Tidak lama setelah gambar itu terposting, Carissa pun menelepon.

"Kaivan akhirnya punya waktu untuk temani kamu?"
Continúa leyendo este libro gratis
Escanea el código para descargar la App
Comentarios (2)
goodnovel comment avatar
Lilies
Apa sebegitu besar nya cinta adel pada kaivan sampai ga perduli sama semua hinaan kaivan
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
coba kau sedikit punya harga diri dan tidak membiarkan dirimu dihina mungkin kamu punya sedikit harga dimata kaivan
VER TODOS LOS COMENTARIOS

Último capítulo

  • Jatuh Bangun sang Pengacara Cantik   Bab 400

    Setelah ragu sejenak, Herman akhirnya mengangguk. "Oke, kalau begitu, kamu buatkan secangkir kopi dan bawa masuk ke kantor.""Oke."Sepuluh menit kemudian, Adeline mengetuk pintu kantor Delon, lalu berjalan masuk sambil memegang secangkir kopi.Kedua orang yang awalnya sedang berdiskusi pun menoleh ke arah pintu. Setelah melihat orang yang masuk adalah Adeline, Kaivan tanpa sadar memicingkan matanya. Dia sudah mendengar kabar mengenai Adeline yang bergabung dengan Grup Thomas. Namun, dia tidak menyangka Adeline akan menjadi asisten Delon.Adeline meletakkan kopi itu di depan Kaivan, lalu berdiri di belakang Delon.Delon tersenyum dan berkata, "Pak Kaivan, mari kita lanjutkan. Mengenai produk-produk yang kita bahas sebelumnya, aku rasa ada beberapa hal yang perlu ditingkatkan ...."Ketika berdiskusi dengan Delon selanjutnya, perhatian Kaivan agak teralihkan. Dia akan melirik ke arah Adeline di belakang Delon dari waktu ke waktu, juga hampir tidak mendengar apa yang dikatakan Delon.Satu

  • Jatuh Bangun sang Pengacara Cantik   Bab 399

    Henry terlihat keberatan. "Nenek, aku bukan detektif swasta. Kalau Nenek mau awasi Paman, cari saja orang lain. Aku nggak bisa melakukannya."Kamala menatapnya dengan dingin dan menyahut, "Kamu mau aku suruh orang tuamu buat kamu kembali ke ibu kota, atau awasi pamanmu? Pilih salah satu."Henry pun tidak bisa berkata-kata. Setelah meninggalkan hotel, Henry segera menelepon Petra."Paman, sebaiknya kamu turuti kata Nenek dan kembali ke ibu kota saja, deh! Kalau kalian lanjut berselisih, yang akan menderita itu aku."Terutama, tidak ada anggota Keluarga Suryata lainnya di Kota Senara untuk saat ini. Kamala hanya bisa memberi perintah kepada Henry."Daripada bujuk aku untuk kembali ke ibu kota, lebih baik kamu bujuk nenekmu untuk kembali."Setidaknya, masih ada peluang 1% bagi Henry untuk membujuk Kamala kembali ke ibu kota."Apa sebenarnya yang terjadi lima tahun lalu? Kenapa hubunganmu dengan Nenek bisa jadi seperti ini?"Lima tahun yang lalu, Henry masih duduk di kelas tiga SMA dan tin

  • Jatuh Bangun sang Pengacara Cantik   Bab 398

    Seusai berbicara, Kamala berbalik dan pergi.Henry ragu sejenak, lalu mencondongkan tubuh ke arah Petra dan berbisik, "Paman, memangnya kamu nggak bisa tenangkan Nenek dulu? Apa kamu harus memperkeruh masalah ini?"Petra menatapnya dengan dingin dan menyahut, "Ini urusanku dengannya. Kamu nggak usah ikut campur.""Aku cuma merasa ... Nenek sudah kelihatan jauh lebih tua dalam beberapa tahun terakhir. Kalau kalian lanjut berselisih seperti ini, yang akan terluka tetap adalah orang yang paling kalian sayangi."Melihat tampang muram Petra, Henry juga tidak berani lanjut membujuknya. Dia berbalik dan mengikuti Kamala.Saat menunggu lift, mereka kebetulan bertemu dengan Adeline. Kamala mengamatinya dari atas ke bawah, lalu berujar dengan nada merendahkan, "Sepertinya kamu sama sekali nggak anggap serius kata-kataku sebelumnya."Adeline menoleh ke arahnya dan menyahut, "Bu Kamala, cuma orang-orang dari Keluarga Suryata yang perlu patuhi kata-katamu. Margaku bukan Suryata, aku juga nggak suka

  • Jatuh Bangun sang Pengacara Cantik   Bab 397

    Ini sudah pukul 7.30!Adeline tidak menyangka dirinya tidak mendengar alarm yang disetelnya di pukul tujuh. Dia segera meraih ponselnya, lalu berlari keluar sambil berujar, "Petra, aku hampir terlambat masuk kerja. Aku ...."Sisa kata-katanya seketika terhenti ketika dia melihat orang-orang di ruang tamu. Melihat pakaian Adeline yang berantakan dan rambutnya yang acak-acakan, ekspresi Kamala langsung menjadi suram."Petra, kalau nggak datang kemari, aku nggak akan tahu kamu dan wanita ini sudah capai tahap ini! Apa yang kukatakan waktu itu? Kamu anggap itu angin lalu?"Henry juga tercengang ketika melihat Adeline keluar dari kamar Petra. Setelah tersadar kembali, ada kesedihan yang muncul di matanya. Dia pun menunduk dan berpura-pura tidak melihat apa-apa. Petra melangkah maju untuk mengadang di depan Adeline, lalu berkata dengan dingin, "Itu nggak ada urusannya sama Ibu. Kalau Ibu merasa nggak senang, hadapi saja aku."Kemudian, dia menoleh ke arah Adeline dan berujar dengan suara s

  • Jatuh Bangun sang Pengacara Cantik   Bab 396

    Seusai berbicara, tanpa memberi Adeline kesempatan untuk berbicara, Petra berbalik dan masuk ke kamar. Dia baru keluar sepuluh menit kemudian.Melihat tubuh Petra yang terbungkus rapat, Adeline mengerutkan kening. "Kamu mau lindungi diri dari siapa?""Aku biasanya memang berpakaian begini. Cepat masuk dan tidur."Begitu Petra selesai berbicara, Adeline tiba-tiba menghampirinya, lalu berjinjit dan mencium dagunya. Petra yang tidak menyangka Adeline akan bersikap seperti ini pun tertegun beberapa detik sebelum tersadar kembali."Adel ... kamu ....""Kamu benar-benar bodoh atau cuma pura-pura bodoh? Aku mau kamu temani aku tidur malam ini."Petra pun terdiam.Melihat wajah dan telinganya yang memerah, Adeline mau tak mau tersenyum dan menggodanya, "Kamu lagi mikir yang aneh-aneh, ya? Aku cuma sedikit ketakutan habis nonton film itu, makanya aku mau ditemani."Dia menambahkan, "Kalau nggak ada orang di dekatku, aku mungkin akan terlalu takut untuk tidur malam ini."Petra menatapnya dengan

  • Jatuh Bangun sang Pengacara Cantik   Bab 395

    "Tunggu!"Adeline berjalan cepat ke hadapan Petra dan berujar, "Aku belum keringkan rambutku. Tunggu sampai aku selesai keringkan rambut dulu, ya."Petra menunduk untuk menatap Adeline. Dari sudut pandangnya .... Dia segera memalingkan muka dan menjawab, "Jangan deh. Ini sudah terlalu malam.""Rumahmu cuma di seberang. Kalau kamu khawatir pulang terlalu larut, gimana kalau kamu mandi di sini saja? Setelah kamu selesai mandi, aku juga seharusnya sudah selesai keringkan rambut.""Ng ... nggak usah. Aku akan tunggu sampai kamu selesai keringkan rambut.""Oke."Adeline mengambil pengering rambut dari kamar mandi, lalu duduk di sofa dan mulai mengeringkan rambutnya. Setelah beberapa saat, dia melihat Petra masih berdiri dan mau tak mau mengangkat alisnya. "Kamu nggak capek berdiri terus?""Nggak ....""Ya sudah."Adeline selesai mengeringkan rambutnya belasan menit kemudian."Adel, ini sudah sangat malam. Aku pulang dulu, ya."Jika tinggal lebih lama lagi di sini, Petra mungkin tidak akan b

Más capítulos
Explora y lee buenas novelas gratis
Acceso gratuito a una gran cantidad de buenas novelas en la app GoodNovel. Descarga los libros que te gusten y léelos donde y cuando quieras.
Lee libros gratis en la app
ESCANEA EL CÓDIGO PARA LEER EN LA APP
DMCA.com Protection Status