Share

Bab 12

Author: Nikki
"Adeline, kalau terlalu sering berbohong, kamu sendiri juga akan tertipu ucapanmu itu."

Bagi Kaivan, satu bulan itu hanyalah alasan yang dicari Adeline untuk menyelamatkan harga dirinya. Jika dia benar-benar percaya, otaknya pasti sudah rusak.

Melihat Kaivan masih tidak percaya, Adeline juga tidak berencana untuk menjelaskan lebih lanjut. Lagipula, Kaivan juga tidak mungkin putus dengan Lesya. Dia hanya harus bertahan selama sisa waktu itu demi membalas jasa Prisa. Setelah itu, dia sudah bisa pergi.

Tidak lama kemudian, Lesya juga mengetahui tentang batas waktu satu bulan antara Adeline dan Kaivan. Namun, itu hanyalah sebatas candaan yang diceritakan Kaivan kepada Lesya.

Lesya yang duduk di pangkuan Kaivan bertanya dengan tampang cemberut, "Pak Kaivan, apa yang dikatakan Bu Adeline serius?"

Ada nada penuh harap dalam suara Lesya. Jika Adeline benar-benar berinisiatif untuk meninggalkan Kaivan, bukankah dia bisa menjadi pacar Kaivan yang sah? Meskipun dia mengatakan kepada Kaivan bahwa status bukanlah masalah selama mereka bisa tetap bersama, wanita mana yang rela menjadi kekasih gelap pria yang dicintainya selama seumur hidup?

"Nggak mungkin. Aku memahaminya. Setelah tahu aku bersamamu, dia juga nggak pernah minta putus selama tiga tahun ini. Dia bahkan memanfaatkan ibuku untuk memaksaku menikahinya. Bagaimana mungkin dia meninggalkanku?"

Melihat raut wajah Kaivan yang percaya diri, Lesya merasa Kaivan masih belum memahami wanita. Dia pernah berinteraksi dengan Adeline beberapa kali dan merasa dirinya cukup memahami Adeline.

Adeline memang terlihat lembut, tetapi sebenarnya adalah orang yang memiliki harga diri kuat. Dia menolak putus selama tiga tahun terakhir karena terlalu mencintai Kaivan. Sekarang, hanya tinggal selangkah bagi mereka untuk menikah, tetapi Adeline malah ingin memutuskan hubungan mereka. Itu mungkin karena dia sudah sangat kecewa terhadap Kaivan.

Kaivan tidak menyadari hal ini, tetapi Lesya tahu bahwa ini adalah kesempatan baginya untuk benar-benar menyingkirkan Adeline, lalu menggantikan posisi Adeline di sisi Kaivan. Dia harus memikirkan cara agar Adeline benar-benar menyerah soal Kaivan!

...

Pada minggu berikutnya, meskipun Kaivan kembali setiap hari, dia akan mengobrol dengan Lesya di telepon di depan Adeline. Dia tidak lagi sembunyi-sembunyi seperti sebelumnya. Dia jelas ingin menggertak Adeline sebelum menikah, supaya bisa menunjukkan bahwa dia tidak akan putus dengan Lesya.

Adeline tidak peduli dan berpura-pura tidak mendengarnya. Namun, dia masih merasa sedikit tidak nyaman. Dia memang sudah memutuskan untuk menyerah soal Kaivan, tetapi perasaannya tidak bisa langsung dihilangkan. Mungkin dia masih membutuh waktu yang lama sebelum jantungnya berhenti berdebar karena Kaivan.

Setelah melewati hari yang tenang selama lebih dari seminggu, gaun pengantin yang dipesan Adeline pun diantar. Kurir mengantarkan gaun pengantin itu, lalu meminta Adeline menandatangani struk dan pergi.

Gaun pengantin itu tergantung di tengah ruang tamu dan masih secantik dan sememukau ketika Adeline mencobanya di toko terakhir kali. Namun, dia tidak lagi merasakan kegembiraan dan harapan seperti saat itu.

Adeline berdiri di depan gaun pengantin itu dan memandanginya sejenak. Dia mungkin tidak akan pernah memiliki kesempatan untuk mengenakan gaun pengantin ini.

Ketika hendak melepas gaun pengantin itu dari gantungan, lalu melipatnya dan memasukkannya ke dalam tas, Adeline tiba-tiba menyadari ada yang tidak beres. Ada beberapa noda putih dan kuning di ujung gaun pengantin. Berhubung nodanya sangat tipis, noda-noda itu tidak akan terlihat kecuali diperhatikan dengan saksama.

Adeline pun mengerutkan kening dan hendak menelepon toko gaun pengantin. Namun, sebuah pesan teks tiba-tiba masuk.

[ Bu Adeline, ini Lesya. Dari aplikasi pengiriman, aku lihat kamu sudah terima paketnya. Kamu seharusnya sudah menerima gaun pengantinnya, 'kan? ]

Adeline langsung memicingkan matanya. Tangannya yang memegang gaun pengantin perlahan-lahan mengencang. Apakah gaun pengantinnya ini dikirim oleh Lesya?

Adeline pun menelepon toko gaun pengantin dan baru mengetahui bahwa Kaivan telah mengambil gaun pengantinnya dari tiga hari yang lalu. Gaun itu sudah diambil tiga hari yang lalu, tetapi dia baru menerimanya hari ini.

Hati Adeline perlahan-lahan tenggelam.

Ponselnya berdering karena menerima panggilan dari nomor yang mengirim pesan tadi. Dia menggeser layar untuk menjawab panggilan dan berkata dengan suara tanpa emosi, "Lesya, apa yang sudah kamu lakukan pada gaun pengantinku?"

Lesya terkekeh dan menjawab dengan pelan, "Kamu nggak seharusnya bertanya apa yang kulakukan, melainkan apa yang kulakukan dengan Pak Kaivan dan di mana kami melakukannya?"

"Aku pakai gaun pengantinmu dan melakukannya berkali-kali dengan Pak Kaivan di ranjang besar kamar pengantinmu. Setiap kalinya, kami sangat antusias karena itu sangat mendebarkan. Selama kamu bekerja beberapa hari ini, kami selalu ketemuan di rumah baru kalian itu."

"Baik itu di ruang makan, dapur, kamar mandi, atau ruang tamu ... aroma kami masih tertinggal di semua tempat itu. Tapi, aku tetap paling suka melakukannya di ranjang besar di kamar pengantin ...."

Suara Lesya terdengar bangga dan setiap katanya penuh dengan kedengkian.

Awalnya, Adeline mengira dirinya akan marah, menggila, dan histeris setelah mendengar kata-kata itu. Namun, dia tidak merasakan semua emosi itu.

Pada saat ini, dia malah merasa luar biasa tenang, bagaikan suasana setelah diterpa tsunami, yang hanya meninggalkan puing-puing kehancuran dan kesunyian. Dia berdiri di tengah reruntuhan, tetapi tidak merasakan apa-apa.

"Kamu meneleponku cuma untuk menceritakan hal-hal menjijikkan di antara kalian?"

Suara Adeline terdengar dingin, seolah-olah dia sedang membicarakan sesuatu yang tidak ada hubungannya dengan dirinya.

"Tentu saja bukan. Aku cuma ingin kamu tahu, Pak Kaivan sudah lama muak padamu. Jangankan sebulan, bahkan setahun atau sepuluh tahun pun, dia nggak akan pernah menyukaimu lagi. Jadi, jangan buang-buang waktumu."

"Adeline, terkadang aku merasa kamu kasihan banget. Kamu bersikeras mengikat pria yang nggak mencintaimu dan ingin menikahinya tanpa malu. Kamu benar-benar macam anjing jalanan yang terus mengejar orang meski sudah ditendang pergi! Menjijikkan, tahu!"

"Ngomong-ngomong, Pak Kaivan bilang, kamu nggak disukai keluargamu. Ternyata, baik di keluargamu maupun di antara aku dan Pak Kaivan, keberadaanmu selalu sangat mubazir."

Selain Kaivan, Adeline tidak pernah memberi tahu siapa pun mengenai hubungannya dengan keluarganya. Saat itu, Kaivan memeluknya dengan tampang sedih sambil berkata bahwa dirinya masih memiliki Kaivan dan Kaivan juga tidak akan membiarkan siapa pun menindasnya kelak. Sekarang, Kaivan malah menindasnya bersama orang lain.

Namun, itu tidak penting lagi.

"Sudah selesai ngomongnya?"

Tak disangka, reaksi Adeline malah setenang ini. Lesya pun merasa kesal karena tidak berhasil memprovokasi Adeline. Ekspresinya langsung berubah dan nadanya juga meninggi. "Apa pun yang terjadi, aku nggak akan biarkan kamu menikah dengan Pak Kaivan! Satu-satunya orang yang boleh menikah dengan Pak Kaivan cuma aku!"

"Emm, aku harap impianmu itu segera tercapai."

Adeline dengan tenang mengakhiri panggilan telepon dan memblokir nomor Lesya. Kemudian, dia menoleh ke arah gaun pengantin di tengah ruang tamu. Di benaknya, terlintas tampang Kaivan yang tersipu dan dengan hati-hati menyerahkan cincin itu kepadanya dulu.

Cinta saat itu nyata, tetapi hati yang kini sudah berpaling juga nyata.

Dalam tiga tahun sejak Adeline mengetahui bahwa Kaivan berselingkuh, dia pernah merasa hancur, menangis sejadi-jadinya, merasa putus asa, berkompromi, dan bahkan histeris. Dalam pertengkaran terhebat mereka, Kaivan malah menyebutnya gila.

Namun, itu adalah saat-saat Adeline paling mencintai Kaivan. Sekarang, cintanya telah kandas. Mungkin memang sudah waktunya dia merelakan Kaivan dan juga membebaskan dirinya sendiri.

Adeline menunduk dan menatap ponselnya sejenak. Kemudian, dia menekan satu demi satu digit nomor yang sudah dia hafal dengan baik.

Pada panggilan pertama, tidak ada jawaban.

Pada panggilan kedua, masih tidak ada jawaban.

Pada panggilan ketiga, tetap tidak ada jawaban.

Adeline lanjut menelepon dengan sangat sabar.

...

Entah sudah berapa kali Adeline menelepon, teleponnya akhirnya diangkat. Kemudian, terdengar suara Kaivan yang kesal bertanya, "Adeline, aku lagi diskusi bisnis. Kenapa kamu tiba-tiba menggila?"

Adeline bisa membayangkan betapa tidak sabarnya orang di ujung telepon. Namun, ini adalah yang terakhir kalinya.

"Kaivan, kita putus saja."
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Jatuh Bangun sang Pengacara Cantik   Bab 160

    Shinta dan Delon telah mencoba membujuk Christian berkali-kali, tetapi dia menolak untuk kembali dan mewarisi Grup Thomas. Delon merasa marah, tetapi juga tidak berdaya. Dia tidak mungkin mengikat putranya pulang secara paksa."Aku akan berikan kompensasi lain untuk Christian. Pokoknya, kamu harus erahkan gedung perkantoran itu kepada Adeline. Kalau nggak, jangan akui aku lagi sebagai ibumu!"Tanpa memberi Delon kesempatan untuk bicara, Anita langsung menutup telepon.Delon meletakkan ponselnya, lalu berpikir lama. Pada akhirnya, dia memutuskan untuk mematuhi ucapan Anita. Salah satu alasannya adalah karena Anita masih memegang saham terbesar di Grup Thomas. Alasan lainnya adalah, kelak Grup Thomas ingin menjalin kerja sama yang lebih mendalam dengan Nusa Tech. Dengan memberi Adeline sedikit keuntungan sekarang, dia juga bisa menyuruh Adeline bernegosiasi dengan Kaivan demi Keluarga Thomas nantinya.Hanya saja, ketika membayangkan dirinya harus memberi Adeline gedung bagus yang lokasi

  • Jatuh Bangun sang Pengacara Cantik   Bab 159

    Lesya menggigil tanpa sadar dan menatap Kaivan dengan takut."Pak Kaivan, aku mengerti ...."Lesya mengulurkan tangan untuk menyentuh perutnya. Dia belum bisa memberi tahu Kaivan mengenai kehamilannya. Jika tidak, dinilai dari kepribadian Kaivan, Kaivan pasti akan memintanya untuk menggugurkan kandungannya.Lesya harus menunggu sampai aborsi tidak dapat dilakukan lagi atau bayinya lahir. Setelahnya, dia baru bisa memberi tahu Kaivan. Memikirkan hal ini, dia pun memutuskan untuk tidak berulah dulu untuk sementara.Melihat wajah Lesya yang memucat, hati Kaivan pun melunak. Setelah beberapa saat, dia berkata, "Pergilah."Lesya mengangguk, lalu berbalik dengan mata berlinang air mata. Saat dia sampai di pintu, suara Kaivan tiba-tiba terdengar dari belakangnya."Kalau kamu mau cari pekerjaan baru, aku bisa suruh orang untuk membantumu. Tapi, aku harap kamu ingat bahwa hubungan kita sudah berakhir."Lesya membeku dan menjawab, "Pak Kaivan, nggak usah. Aku bisa cari pekerjaan sendiri. Aku ngg

  • Jatuh Bangun sang Pengacara Cantik   Bab 158

    Anita menepuk punggung Adeline dan berkata dengan lembut, "Kamu sudah begitu besar, tapi masih saja bersikap manja!""Sampai seberapa besar pun aku, aku selamanya adalah cucu Nenek. Di depan Nenek, aku tetap adalah anak kecil.""Benar juga."Winda tak kuasa menahan senyum ketika melihat keharmonisan nenek dan cucu itu. Sejak Adeline pindah ke rumah tua, Anita lebih sering tersenyum daripada biasanya. Sangat jelas bahwa Anita sangat menyayangi cucunya itu.Pada saat ini, di kantor presdir Nusa Tech. Joel mengetuk pintu dan masuk dengan memegang sebuah dokumen. "Pak Kaivan, akhir-akhir ini, Bu Adeline lagi cari tempat dan sepertinya berencana untuk sewa unit kantor. Tapi ...."Kaivan yang sedang menandatangani dokumen berhenti sejenak dan menatap Joel. "Tapi apa?""Orang-orang kita temukan bahwa Lesya pergi temui manajernya agen properti yang dicari Bu Adeline dengan pakai namamu."Setelah mendengar ucapan itu, tatapan Kaivan langsung berubah dingin. "Hubungi dia sekarang juga dan suruh

  • Jatuh Bangun sang Pengacara Cantik   Bab 157

    Melihat pesan dari agen tersebut, mata Adeline agak melebar dengan sedikit tidak percaya. [ Cuma dalam semalam, semuanya sudah disewa? ]Jika hanya satu atau dua yang disewa, Adeline masih percaya. Namun, berhubung semuanya sudah disewa, itu justru terasa agak aneh.Setelah jeda panjang, agen itu akhirnya baru membalas lagi.[ Benar, semuanya sudah disewa. Selain itu, belakangan ini, di tempatku seharusnya nggak akan ada lagi unit kantor yang tersedia. Bu Adeline, sebaiknya kamu cari agen lain saja. ] Menyadari sikap pihak lain yang terasa lebih dingin daripada kemarin, Adeline mengerutkan kening. Dia merasa ada yang tidak beres, tetapi tidak bisa menjelaskannya. Namun, ada banyak agen properti di luar sana. Berhubung agen yang satu ini tidak dapat membantunya, dia hanya perlu mencari agen yang lain.Adeline mentransferkan 1,6 juta kepadanya dan mengirim pesan.[ Terima kasih sudah bantu aku cari apartemen selama beberapa hari terakhir. Ini tanda terima kasih kecil dariku. Aku harap

  • Jatuh Bangun sang Pengacara Cantik   Bab 156

    Melihat Anita bangkit dan hendak pergi, Shinta segera berdiri dan ingin berdiskusi lagi dengannya. Namun, dia malah dihentikan oleh Winda."Nyonya Shinta, sebaiknya kalian pulang saja. Nyonya Anita perlu istirahat."Ekspresi Shinta langsung muram, tetapi dia tidak berani mengatakan apa pun kepada Winda. Bagaimanapun juga, Winda telah bekerja untuk Anita selama 30-40 tahun. Ucapannya sangat berpengaruh bagi Anita. Menyinggung Winda tidak ada gunanya bagi Shinta.Shinta menoleh ke arah Amanda dan berkata, "Amanda, ayo kita pulang!"Amanda mengangguk dan mengikuti Shinta keluar.Setelah masuk ke mobil, Shinta berseru marah, "Itu cuma Vila Harmoni kok! Apa hebatnya! Setiap kali datang menemuinya, aku harus menunduk padanya! Aku sudah muak dengan semua ini!"Mata Amanda bergetar sejenak. Kemudian, dia menunduk dan berujar, "Ibu, maaf. Kalau bukan karena aku, hari ini kamu juga nggak perlu datang ke rumah tua dan dibuat kesal sama Nenek."Melihat rasa bersalah dan sedih di wajah Amanda, Shin

  • Jatuh Bangun sang Pengacara Cantik   Bab 155

    "Bu Shinta, selama kamu nggak cari masalah denganku, aku nggak punya keluhan atau pendapat tentangmu."Shinta mencibir. Ekspresinya dipenuhi rasa benci dan kesal."Keluhanmu terhadapku seharusnya nggak akan ada habisnya meski diceritakan selama tiga hari tiga malam, 'kan? Lagian, Amanda juga nggak salah. Meninggalkan Keluarga Thomas itu pilihanmu sendiri. Jangan bersikap seolah-olah orang lain yang bersalah padamu!"Adeline menatap mata Shinta dan merasa agak geli. Shinta masih sama persis seperti beberapa tahun yang lalu, selalu menuduhnya dengan tuduhan palsu tanpa peduli pada kebenarannya."Bu Shinta, aku nggak pernah nyesal karena meninggalkan Keluarga Thomas. Aku juga nggak merasa ada yang bersalah padaku. Kuharap kamu jangan asal berasumsi tentang pemikiranku."Sebagian alasan Adeline memutuskan hubungan dengan Keluarga Thomas memang karena Kaivan. Namun, sebagiannya lagi karena dia benar-benar sudah kecewa dengan anggota Keluarga Thomas."Oke! Aku mau tahu kamu bisa keras kepala

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status