Share

Bab 7

Author: Nikki
Adeline terbangun oleh suara pintu terbuka di dini hari. Dia melihat jam beker di samping tempat tidur yang menunjukkan pukul 2.16.

Kaivan bergerak sangat pelan, seolah-olah takut membangunkan Adeline. Yang tidak dia ketahui adalah, sejak Adeline tahu dia berselingkuh, kualitas tidur Adeline menjadi sangat buruk dan dia akan terbangun hanya dengan suara sekecil apa pun.

Namun, sudah tidak ada Adeline di dalam hati Kaivan. Jadi, bagaimana mungkin dia mengetahui hal sekecil ini?

Kebetulan, Adeline tidak ingin menghadapi Kaivan sekarang. Dia pun memejamkan mata dan berpura-pura tidur.

Kaivan membuka lemari, mengambil piamanya, dan pergi mandi. Setelahnya, terdengar suara air yang berangsur-angsur menetes di kamar mandi. Tak lama kemudian, suara air itu berhenti. Pintu kamar mandi terbuka dan terdengar suara langkah kaki datang dari jauh sebelum berhenti di samping tempat tidur.

Meskipun punggungnya menghadap Kaivan, Adeline bisa merasakan Kaivan mengangkat selimut dan berbaring miring. Saat sisi lain ranjang ikut tenggelam, kamar yang gelap ini menjadi sunyi. Begitu sunyi hingga mereka bisa mendengar napas pelan satu sama lain.

Adeline tidak lagi mengantuk dan tidak berhenti menghitung domba dalam benaknya. Dulu, ketika dia tak bisa tidur di malam hari, Kaivan akan membacakan cerita untuk membujuknya tidur. Sesekali, dia juga akan bercerita tentang masa depan.

Kaivan berkata bahwa setelah bisnisnya berhasil, dia akan membawa Adeline pindah ke apartemen dengan kaca jendela yang besar, pernikahan mereka akan digelar di pinggir pantai Maldiva, dan mereka akan memiliki dua anak di masa depan. Paling bagus apabila anak mereka adalah sepasang anak laki-laki dan perempuan ....

Pada saat itu, mereka sangat miskin dan harus tidur berdesakan di ranjang kecil di ruang bawah tanah. Namun, ada banyak hal yang bisa mereka bicarakan. Tidak seperti sekarang, mereka tidak memiliki topik pembicaraan, sedangkan hati mereka juga tidak sejalan lagi meskipun mereka masih tidur di ranjang yang sama.

Jika dipikir-pikir, ini sungguh menyedihkan.

Adeline tidak tahu kapan dirinya tertidur. Ketika dia bangun, waktunya sudah hampir pukul delapan.

Mobil Adeline sedang diperbaiki sehingga dia hanya bisa naik MRT untuk pergi dan pulang bekerja selama seminggu ini. Perjalanan dari rumah ke firma hukum memakan waktu 45 menit. Biasanya, dia bangun pukul 7.20. Hari ini, entah kenapa alarmnya tidak berbunyi.

Setelah mandi dan berganti pakaian, Adeline keluar dari kamar dan melihat Kaivan yang mengenakan setelan jas sedang duduk sarapan di meja makan. Dia pun tercengang. Dia tidak ingat kapan terakhir kali Kaivan sarapan di rumah.

Melihat Adeline berdiri terpaku di sana, Kaivan berinisiatif untuk berkata, "Ayo sarapan."

Di atas meja, terdapat cakwe dan susu kedelai. Ini merupakan kombinasi favorit Adeline dulu.

Setiap kali mereka bertengkar dulu, Kaivan akan bangun pagi keesokan harinya untuk membuat cakwe dan susu kedelai. Setelah itu, dia akan membangunkan Adeline untuk sarapan.

Cakwe yang dibuatnya berbeda bentuk dengan cakwe panjang yang dijual di luar. Yang dia buat semuanya berbentuk hati. Setiap kali melihat cakwe berbentuk hati itu, amarah Adeline akan langsung hilang.

Namun, sejak berselingkuh, Kaivan tidak pernah melakukannya lagi. Sebab, setelah bertengkar, dia biasanya akan membanting pintu dan meninggalkan Adeline sendirian sampai Adeline berinisiatif untuk mengajak berdamai.

Adeline mengira Kaivan sudah lama melupakan hal ini. Ternyata, Kaivan tidak melupakannya. Hanya saja, dia terlalu malas untuk menghiburnya seperti dulu.

Hal yang paling mudah berubah di dunia ini sebenarnya adalah hati manusia.

"Nggak deh, aku sudah hampir terlambat masuk kerja."

"Aku akan mengantarmu pergi seusai makan."

Adeline terdiam dan merasa ragu untuk sejenak. Kemudian, dia berbalik dan berjalan menuju ruang makan. Begitu dia duduk, Kaivan meletakkan cakwe berbentuk hati di piringnya.

"Sudah lama aku nggak membuatnya. Cobalah dan lihat apa keterampilan memasakku menurun atau nggak."

Adeline menunduk dan menatap cakwe di piringnya sejenak sebelum mengambil dan menggigitnya. Cakwe itu terasa lembut dan rasanya masih sama. Hanya saja, karena pola makannya yang tidak teratur selama beberapa tahun terakhir, lambungnya menjadi lemah. Makanan seperti ini terlalu berminyak untuknya.

Melihat Adeline meletakkan cakwe itu setelah hanya satu gigitan, Kaivan pun mengerutkan kening. "Rasanya aneh, ya?"

Adeline menggeleng. "Nggak, enak kok. Tapi, aku nggak suka makan makanan yang berminyak lagi sekarang."

Tangan Kaivan yang memegang garpu mengerat dan seluruh ruang makan menjadi hening. Setelah beberapa saat, dia meletakkan garpunya.

"Jangan makan kalau terlalu berminyak. Aku akan antar kamu ke kantor dan belikan sedikit makanan untukmu dalam perjalanan nanti."

"Oke."

Baru saja mereka tiba di tempat parkir bawah tanah, ponsel Kaivan mulai berdering. Dia menolak panggilan itu beberapa kali, tetapi orang yang menelepon sangat gigih dan tidak berhenti menelepon. Adeline bahkan tidak perlu melihat untuk tahu bahwa itu adalah Lesya.

"Angkatlah, mungkin ada sesuatu yang mendesak."

Kaivan menoleh untuk melirik Adeline dan mengerutkan kening. Namun, Adeline tidak menatapnya, melainkan hanya menunduk menatap ujung sepatunya.

Ponsel masih berdering dan Kaivan akhirnya menjawabnya.

Terdengar isak tangis pelan dan suara perempuan yang terputus-putus dari ujung telepon, tetapi Adeline tidak mendengarnya dengan jelas. Namun, setelah mengakhiri panggilan telepon, raut wajah Kaivan menjadi jauh lebih buruk.

"Sudah terjadi sesuatu pada Lesya. Kamu naik taksi saja sendiri. Aku nggak mengantarmu lagi."

Setelah mengatakan itu dan tanpa menunggu Adeline menjawab, Kaivan berjalan cepat menuju mobilnya. Baginya, Adeline yang memakan cakwe buatannya pagi ini setara dengan sudah memaafkan perkataannya semalam. Wajar saja dia tidak ingin lanjut membuang-buang waktu untuk Adeline.

Melihat punggung Kaivan yang menghilang dengan cepat dari pandangan, di luar dugaan, Adeline malah merasa tenang. Ternyata ketika seseorang sudah tidak menaruh ekspektasi terhadap orang lain, dia tidak akan merasa terlalu sedih.

Waktu sudah menunjukkan pukul 09.16 ketika taksi yang ditumpangi Adeline tiba di lantai bawah firma hukum. Begitu melangkah masuk, Adeline menyadari rekan-rekannya menatapnya dengan iba. Mungkin karena mereka semua tahu apa yang terjadi di restoran semalam.

Adeline menunduk dan berjalan ke meja kerjanya tanpa ekspresi. Kemudian, dia duduk dan mulai bekerja. Tepat setelah memproses sebuah berkas, ponselnya berbunyi dan Carissa mengirimkan sebuah foto. Tepatnya, itu adalah foto Kaivan yang sedang duduk di samping tempat tidur dan menyuapi Lesya makan bubur.

Meskipun foto itu hanya menunjukkan samping wajah Kaivan, dapat dilihat bahwa dia sedang tersenyum dan menatap Lesya dengan penuh kasih sayang. Lesya juga menatapnya dan cinta di matanya hampir meluap. Cahaya matahari dari jendela menyinari mereka sehingga suasananya terlihat hangat dan harmonis.

Kaivan tidak punya waktu untuk mengantar Adeline ke tempat kerja, tetapi punya waktu untuk pergi ke rumah sakit demi menemani wanita lain dan menyuapinya bubur. Sebenarnya, mudah untuk mengetahui apakah Kaivan mencintai seseorang atau tidak. Hanya saja, Adeline selalu menolak untuk mengakuinya dan memilih untuk mempertahankan kedamaian seperti ini.

Jari-jari Adeline yang memegang ponsel mengerat. Setelah waktu yang cukup lama, dia baru membalas pesan Carissa.

[ Pengambilan fotonya bagus juga. ]

Layar menunjukkan bahwa Carissa mengetik cukup lama, tetapi akhirnya hanya mengirim elipsis.

Adeline tidak membalas lagi. Dia membalikkan ponselnya di atas meja dan mulai bekerja. Saat hendak menulis materi, rekan kerja di meja sebelahnya tiba-tiba berseru, "Bu Adeline, cepat lihat X!"

Gerakan Adeline yang sedang mengetik di keyboard terhenti sejenak. Dia menoleh dan bertanya, "Ada apa?"

Rekan kerja itu terlihat agak serbasalah. Dia menjawab, "Kamu akan tahu begitu melihatnya."

Adeline mengambil ponselnya, lalu membuka X. Pencarian populer yang menduduki peringkat pertama pun muncul di layarnya.

[ Romansa Presdir Nusa Tech ]

Setelah mengklik tautan itu, yang keluar adalah foto Kaivan yang sedang menyuapi Lesya makan bubur, seperti yang baru saja dikirim Carissa. Komentar-komentar di bawahnya penuh dengan ucapan selamat.

[ Perpaduan pria tampan dan wanita cantik sungguh memanjakan mata! ]

[ Gadis itu sekretarisnya Pak Kaivan. Hubungan mereka benar-benar mirip novel presdir mendominasi yang jatuh cinta pada orang awam! ]

[ Kapan cinta semanis ini akan datang padaku? Aku juga butuh presdir mendominasi untuk menyuapiku makan bubur waktu aku sakit! ]

...

Sangat jelas bahwa semua orang mengira Lesya adalah pacar Kaivan.

Kaivan tidak pernah mempublikasikan hubungannya dengan Adeline ke dunia luar. Selama beberapa tahun terakhir, selain teman-teman dekat Kaivan, hanya sedikit orang yang tahu bahwa mereka bersama. Jadi, di mata orang lain, dia selalu adalah seorang pria lajang ideal.
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Jatuh Bangun sang Pengacara Cantik   Bab 156

    Melihat Anita bangkit dan hendak pergi, Shinta segera berdiri dan ingin berdiskusi lagi dengannya. Namun, dia malah dihentikan oleh Winda."Nyonya Shinta, sebaiknya kalian pulang saja. Nyonya Anita perlu istirahat."Ekspresi Shinta langsung muram, tetapi dia tidak berani mengatakan apa pun kepada Winda. Bagaimanapun juga, Winda telah bekerja untuk Anita selama 30-40 tahun. Ucapannya sangat berpengaruh bagi Anita. Menyinggung Winda tidak ada gunanya bagi Shinta.Shinta menoleh ke arah Amanda dan berkata, "Amanda, ayo kita pulang!"Amanda mengangguk dan mengikuti Shinta keluar.Setelah masuk ke mobil, Shinta berseru marah, "Itu cuma Vila Harmoni kok! Apa hebatnya! Setiap kali datang menemuinya, aku harus menunduk padanya! Aku sudah muak dengan semua ini!"Mata Amanda bergetar sejenak. Kemudian, dia menunduk dan berujar, "Ibu, maaf. Kalau bukan karena aku, hari ini kamu juga nggak perlu datang ke rumah tua dan dibuat kesal sama Nenek."Melihat rasa bersalah dan sedih di wajah Amanda, Shin

  • Jatuh Bangun sang Pengacara Cantik   Bab 155

    "Bu Shinta, selama kamu nggak cari masalah denganku, aku nggak punya keluhan atau pendapat tentangmu."Shinta mencibir. Ekspresinya dipenuhi rasa benci dan kesal."Keluhanmu terhadapku seharusnya nggak akan ada habisnya meski diceritakan selama tiga hari tiga malam, 'kan? Lagian, Amanda juga nggak salah. Meninggalkan Keluarga Thomas itu pilihanmu sendiri. Jangan bersikap seolah-olah orang lain yang bersalah padamu!"Adeline menatap mata Shinta dan merasa agak geli. Shinta masih sama persis seperti beberapa tahun yang lalu, selalu menuduhnya dengan tuduhan palsu tanpa peduli pada kebenarannya."Bu Shinta, aku nggak pernah nyesal karena meninggalkan Keluarga Thomas. Aku juga nggak merasa ada yang bersalah padaku. Kuharap kamu jangan asal berasumsi tentang pemikiranku."Sebagian alasan Adeline memutuskan hubungan dengan Keluarga Thomas memang karena Kaivan. Namun, sebagiannya lagi karena dia benar-benar sudah kecewa dengan anggota Keluarga Thomas."Oke! Aku mau tahu kamu bisa keras kepala

  • Jatuh Bangun sang Pengacara Cantik   Bab 154

    Keesokan paginya, Adeline bangun dan mandi. Setelah berjalan ke ruang tamu, dia melihat Amanda dan Shinta yang duduk di sofa dan sedang mengobrol dengan Anita.Adeline belum pernah bertemu dengan Amanda sejak meninggalkan Keluarga Thomas. Setelah beberapa tahun tidak bertemu, Amanda terlihat jauh lebih dewasa. Dia mengenakan setelan bergaya Chanel, merias wajah dengan cantik, dan tersenyum dengan sempurna. Dia terlihat anggun dan cantik.Menyadari tatapan Adeline, Amanda berbalik dan menatapnya."Kak, sudah bangun? Nenek baru saja mau suruh pembantu untuk bangunin kamu."Amanda tersenyum dan berbicara dengan nada akrab. Orang yang tidak mengenal mereka mungkin akan mengira bahwa mereka masih berhubungan selama beberapa tahun terakhir. Adeline memasang tampang dingin dan tidak menjawab. Sebaliknya, dia menatap Anita dan berujar, "Nek, aku ada urusan pagi ini. Aku nggak sarapan di rumah, ya."Anita mengangguk. Ketika dia hendak berbicara, Shinta sudah terlebih dahulu berbicara dengan ek

  • Jatuh Bangun sang Pengacara Cantik   Bab 153

    Adeline tertegun sejenak. Setelah tersadar kembali, dia menjawab sambil tersenyum, "Aku akan sibuk selama seminggu ke depan. Setelah aku pindah ke Graha Makmur, kita baru buat janji saja.""Oke. Hati-hati di jalan pulang."Setelah berpamitan dengan Petra, Adeline pun melaju pergi. Ketika tiba di rumah tua Keluarga Thomas dan baru saja Adeline masuk ke ruang tamu, dia melihat Anita sedang duduk di sofa. Rasa keterkejutan pun melintasi mata Adeline."Nenek, kenapa masih belum tidur?"Begitu melihat Adeline, Anita menepuk kursi di sebelahnya dan berujar, "Adel, ayo duduk. Ada yang mau kubicarakan denganmu.""Ada apa?"Setelah duduk di sebelah Anita, Adeline menatapnya dengan ekspresi bingung. "Adel, apa kamu punya tema favorit untuk pesta hari Minggu? Aku akan minta Bi Winda untuk mengaturkannya sesuai tema favoritmu."Adeline menggeleng dan menyahut, "Nek, aturkan saja sesuai keinginan Nenek. Aku nggak punya preferensi khusus."Kilatan kekecewaan melintasi mata Anita. "Adel, di Kediama

  • Jatuh Bangun sang Pengacara Cantik   Bab 152

    Sikap Adeline yang acuh tak acuh membuat Kaivan merasa sedih. Setelah hening sejenak, dia memaksakan seulas senyum."Adel, dengar-dengar, Keluarga Thomas lagi rencanakan pesta untuk mengakuimu kembali."Setelah Adeline kembali ke Keluarga Thomas, Kaivan akan mencari cara untuk pergi ke Kediaman Keluarga Thomas dan menetapkan pernikahan mereka, lalu perlahan-lahan membujuk Adeline untuk rujuk. Selama dia terus mendesak, Adeline pasti akan mengalah, sama seperti sebelumnya.Adeline merasa agak kesal. "Apa hubungannya itu denganmu?"Kaivan mengerutkan kening dan hendak berbicara. Namun, ponselnya yang ada di saku tiba-tiba berdering. Ketika panggilan tersambung, dia mendengar sesuatu dari ujung sana dan ekspresinya langsung berubah. "Oke. Aku akan segera ke sana."Setelah menutup telepon, Kaivan menatap Adeline dan berujar, "Adel, aku ada urusan mendadak di perusahaan. Setelah kamu kembali ke Keluarga Thomas, aku akan pergi mencarimu."Adeline bahkan tidak mengangkat kepalanya. Dia langsu

  • Jatuh Bangun sang Pengacara Cantik   Bab 151

    Setelah mengirim pesan itu, Petra segera membalas. Dia mengatakan bahwa dirinya sedang tidak berada di rumah dan mereka bisa bertemu di pintu masuk restoran.Adeline mengirim emoji "ok", lalu mengatakan kepada Petra bahwa dirinya akan segera pergi ke restoran dan akan tiba sekitar pukul enam.Sesampainya di pintu masuk restoran, Adeline kebetulan bertemu dengan Petra. Mereka pun masuk bersama.Pada saat ini, di pinggir jalan. Kaivan sedang mengistirahatkan matanya. Joel yang duduk di kursi penumpang depan tiba-tiba melontarkan gumaman bingung, "Eh?"Kaivan pun membuka matanya dan bertanya, "Ada apa?""Ngg ... nggak apa-apa. Aku kira aku melihat Bu Adeline barusan. Aku seharusnya salah lihat."Akhir-akhir ini, entah apa yang salah dengan Kaivan, intensitas kerjanya meningkat drastis dan dia tidak pernah menanyakan keadaan Adeline lagi. Joel tidak mengerti maksud Kaivan, juga tidak berani mengungkit tentang Adeline di depannya.Namun, yang mengejutkan adalah, Kaivan memecat Lesya. Lesya

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status