Share

Bab 6

Author: Nikki
Carissa awalnya juga tidak ingin memedulikan Lesya, si perempuan sok suci itu. Namun, tadi dia duduk di belakang mereka dan mendengar Lesya menyombongkan diri kepada temannya bahwa Kaivan juga membawanya pada hari Kaivan dan Adeline mencoba gaun pengantin.

Kaivan tidak hanya mengizinkan Lesya mencoba gaun pengantin, tetapi juga mendorong Adeline demi dirinya. Setelah mengingat Adeline yang diam hari itu, juga kemerahan dan bengkak di pergelangan kakinya, mana mungkin Carissa masih tidak mengerti.

Temperamennya tidak sebaik Adeline. Dia bahkan merasa hanya menampar Lesya dua kali saja masih termasuk hukuman ringan.

Raut wajah Kaivan pun menjadi kelam. "Ini urusanku dan Adeline, masih belum giliranmu untuk ikut campur."

Sambil berbicara, tatapan dinginnya tertuju pada Adeline yang baru saja berjalan ke samping Carissa. Matanya menunjukkan kemuakan yang tidak dapat disembunyikan.

"Kupikir, kamu akan tenang setelah beberapa hari. Tak disangka, kamu malah hasut Carissa untuk cari masalah sama Lesya."

Wajah Adeline memucat. "Kamu pikir aku sengaja kasih tahu Rissa masalah di toko gaun pengantin hari itu?"

"Kalau nggak, gimana Carissa bisa tahu? Kamu itu memang wanita kejam! Pantas saja kamu diusir dari Keluarga Thomas! Hal yang paling kusesali adalah jatuh cinta padamu!"

Tubuh Adeline terhuyung. Dia tanpa sadar melangkah mundur dua langkah dengan gemetar, seolah-olah dia akan jatuh kapan saja.

Delapan tahun yang lalu, ketika Kaivan menyatakan cintanya, dia mengatakan bahwa hal paling dia syukuri dalam hidupnya adalah bertemu dengan Adeline. Delapan tahun kemudian, demi wanita lain, dia mengatakan bahwa hal yang paling dia sesali adalah jatuh cinta pada Adeline.

Inilah pria yang telah dicintai Adeline selama delapan tahun, juga pria yang ingin dia habiskan sisa hidupnya bersama.

Ekspresi Carissa langsung berubah. Dia bergegas maju dan menampar Kaivan. "Kaivan, memangnya kamu nggak punya hati nurani? Beraninya kamu ngomong hal seperti itu!"

Jika bukan demi bersama Kaivan, Adeline tidak mungkin diusir dari Keluarga Thomas. Namun, Kaivan malah mengucapkan kata-kata seperti itu kepada Adeline demi seorang wanita simpanan yang tak tahu malu. Apa bedanya ini dengan menusuk hati Adeline dengan pisau!

Setelah mengucapkan hal itu secara impulsif, Kaivan juga merasa agak menyesal dan kesal. Tanpa sadar, dia melirik ke arah Adeline. Adeline berdiri di belakang Carissa sambil menunduk. Jadi, dia tidak bisa melihat ekspresi Adeline dengan jelas.

Lesya yang ada di sebelah sangat peka terhadap perubahan emosi Kaivan. Matanya berkilat dan dia tiba-tiba bergegas maju, lalu mengangkat tangannya untuk menampar wajah Carissa.

Carissa pernah belajar seni bela diri. Lesya tentu saja bukan lawannya dan malah ditampar lagi beberapa kali. Kaivan melangkah maju untuk melerai keduanya, tetapi dia sama sekali tidak bisa memisahkan mereka. Sebaliknya, wajahnya malah dicakar beberapa kali sehingga dia terlihat sangat menyedihkan.

Dalam sesaat, keadaannya menjadi kacau. Pada akhirnya, karyawan restoran yang datang untuk memisahkan mereka.

Carissa baik-baik saja, tetapi Lesya berada dalam keadaan menyedihkan. Rambutnya sangat berantakan, sedangkan pipinya jelas terlihat bengkak. Dia menatap Kaivan dengan sedih dan ingin dihibur.

"Pak Kaivan ...."

Namun, Kaivan mengabaikannya. Matanya tertuju pada Adeline yang berdiri diam, lalu raut wajahnya menjadi agak muram.

Adeline tidak menatap Kaivan. Dia memaksakan seulas senyum pada Carissa dan berujar, "Rissa, ayo pergi. Aku nggak mau berada di sini lagi."

Melihat wajah Adeline yang pucat pasi, hati Carissa pun menegang. "Oke."

Dia berjalan ke arah Adeline, lalu menggenggam tangan Adeline yang dingin dan berjalan keluar. Dalam perjalanan pulang, Adeline menatap ke luar jendela tanpa ekspresi. Entah apa yang sedang dipikirkannya.

Carissa ingin berbicara beberapa kali, tetapi akhirnya menahan diri. Sampai mobil berhenti di lantai bawah gedung apartemen Adeline, dia akhirnya baru berbicara, "Adel ... maaf atas insiden malam ini. Kalau aku nggak bersikap impulsif, masalahnya nggak akan ...."

Adeline menoleh ke arahnya dan menyela, "Ini nggak ada hubungannya denganmu. Aku agak capek hari ini. Aku nggak jamu kamu lagi, ya. Hati-hati waktu pulang."

"Adel ... jangan nakut-nakuti aku. Kamu yang begini malah buat aku takut."

Melihat kekhawatiran di mata Carissa, Adeline ingin tersenyum padanya, tetapi dia merasa tidak sanggup. Jadi, dia terpaksa menggeleng dan berujar, "Aku baik-baik saja. Semuanya akan membaik setelah tidur. Kamu pulang saja, jangan khawatirkan aku."

Setelah berkata begitu, Adeline membuka pintu mobil dan keluar. Dia memandang Carissa menyalakan mesin mobil dan melaju pergi, lalu berbalik dan berjalan masuk ke dalam gedung apartemen.

Setelah pulang, Adeline duduk di sofa cukup lama. Hingga terdengar suara pintu terbuka, dia baru mendongak dengan kaku.

Kaivan berjalan masuk. Lampu di atas kepalanya menyinari wajah tampannya. Dia masih begitu tampan dan memesona, tetapi Adeline merasa asing. Dia pun menunduk dan berhenti menatap Kaivan. Tangannya sedikit terkepal.

Kaivan duduk di hadapannya. Tak seorang pun berbicara untuk beberapa saat sehingga suasananya begitu hening.

Entah berapa lama waktu telah berlalu, Kaivan akhirnya membuka suara, "Adeline, aku bukan sengaja mau berkata begitu di restoran tadi. Jangan dimasukkan ke hati."

Adeline tersenyum sinis. Apakah itu benar-benar tidak sengaja atau Kaivan akhirnya mengungkapkan isi hatinya? Mungkin, hanya Kaivan sendiri yang tahu jelas. Pada saat ini, dia tidak tahu lagi mana kata-kata Kaivan yang serius dan tidak serius.

Melihat Adeline tidak berbicara, Kaivan mengerutkan kening. Tepat saat dia hendak berbicara, telepon di sakunya tiba-tiba berdering. Itu panggilan dari Lesya. Dia ragu sejenak, tetapi tetap memilih untuk menjawabnya.

Entah apa yang dikatakan Lesya, Kaivan menyahut dengan wajah cemberut, "Aku akan segera ke sana."

Seusai menutup telepon dan melihat Adeline menatapnya, Kaivan menggigit bibirnya. "Lesya kecelakaan mobil. Aku harus segera ke sana."

Adeline tersenyum mengejek. "Sudah kecelakaan, dia masih punya energi untuk meneleponmu. Itu benar-benar sulit baginya."

Kaivan mengerutkan kening, lalu teringat apa yang dikatakannya di restoran tadi dan menahan amarah di hatinya. Kemudian, dia berkata dengan sabar, "Adel, nggak ada gunanya kamu permasalahkan detail seperti itu."

Adeline merasa agak lucu. Tunangannya meninggalkannya karena kebohongan buruk wanita lain, tetapi malah memintanya untuk tidak mempermasalahkan detailnya.

Ketika Kaivan berdiri dan hendak pergi, suara Adeline terdengar dari belakangnya.

"Kaivan, asal kamu tinggal di sini, aku akan maafkan kamu."

Langkah kaki Kaivan terhenti dan wajahnya membeku. Dia menoleh ke arah Adeline dan berujar dengan suara berat, "Aku tahu kamu marah atas kejadian malam ini, tapi kecelakaan mobil itu bukan masalah sepele. Ini masalah hidup dan mati. Bisa nggak kamu ...."

Sebelum Kaivan sempat melanjutkan kata-kata "jangan berhati sempit", Adeline dengan tenang memotong, "Aku tahu. Pergilah. Aku cuma bercanda."

Kaivan merasa ada yang tidak beres dengan Adeline malam ini. Dia merasakan kepanikan yang belum pernah dirasakannya sebelumnya.

"Waktu aku kembali, kita baru bahas ulang tanggal pernikahannya."

Kata-katanya ini termasuk hiburan, juga bentuk dari pengalahannya. Akan tetapi, Adeline malah bersikap janggal dan tidak menjawab.

"Kamu pergi saja."

Saat teringat Lesya yang menangis kesakitan di telepon, Kaivan tidak berkata apa-apa lagi. Dia pun berbalik dan segera pergi.

Pintu terbuka dan tertutup kembali, ruang tamu juga kembali sunyi.

Adeline bangkit dan berjalan perlahan menuju kamar. Dia berhenti di depan meja rias, membuka kotak perhiasan, lalu mengambil kalung berlian dari dalamnya tanpa ekspresi dan membuangnya.

Kalung itu adalah kalung termahal yang diberikan Kaivan kepadanya. Alasan kenapa dia sangat menghargainya bukan karena kalung ini yang paling mahal, melainkan karena kalung ini telah menyelamatkan nyawa Kaivan.

Ketika Kaivan kembali dari perjalanan bisnis, dia tidak sengaja melihat kalung ini dan ingin membelinya sebagai hadiah. Namun, dia tidak punya cukup uang tunai saat itu, sedangkan proses transfer uang internasional membutuhkan waktu yang cukup lama. Oleh karena itu, dia pun ketinggalan pesawat untuk pulang.

Tak disangka, pesawat itu malah mengalami masalah di tengah perjalanan dan semua penumpang serta awak pesawat tewas.

Adeline selalu bersyukur Kaivan melihat kalung ini pada saat itu. Jika bukan karena kalung ini, dia pasti sudah kehilangan Kaivan. Namun, setelah kemunculan Lesya, seluruh cintanya pun menjadi lelucon.

Sekarang, hanya tersisa sebuah cincin berlian yang pengerjaannya kasar di kotak perhiasan itu. Cincin berlian ini dibuat sendiri oleh Kaivan di tahun pertama mereka bersama. Ketika Kaivan memberikan cincin ini kepadanya, hal pertama yang dilihatnya bukanlah berlian di atasnya, melainkan tangan Kaivan yang terluka karena memoles cincin itu.

Ketika Kaivan menyematkan cincin itu di jari Adeline, dia berjanji akan menukarnya dengan cincin yang lebih besar dan lebih indah di kemudian hari. Adeline berkata dia tidak akan menukarnya dengan apa pun dan hanya menginginkan yang ini.

Setelahnya, Adeline baru tahu bahwa untuk membeli berlian di atas cincin ini, Kaivan bekerja sebagai kurir selama dua bulan penuh, lalu memoles berliannya sendiri, dan membuatnya menjadi cincin ....

Setelah mendengar ini, Adeline mengatainya bodoh, juga menangis sambil tertawa. Hatinya dipenuhi kepahitan dan haru. Sekarang, setelah dipikir-pikir, jelas-jelas yang bodoh itu dirinya.

Adeline mengambil cincin itu dan perlahan-lahan menyematkannya di jari manisnya. Cincin yang awalnya berukuran pas kini telah menjadi lebih besar satu lingkaran.

Adeline melepas cincin itu dan menatapnya sangat lama. Setelah matanya terasa perih, dia baru menaruhnya kembali. Dia akan memberi sebuah kesempatan lagi kepada Kaivan. Kali ini, sudah benar-benar yang terakhir ....
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Jatuh Bangun sang Pengacara Cantik   Bab 100

    Petra tidak menghiraukan ucapannya, melainkan langsung berterus terang, “Aku punya teman. Dia seorang pengacara yang kaya akan pengalaman. Hari ini, dia baru mengundurkan diri dari firma hukum tempat dia bekerja. Apa kamu kekurangan pengacara perceraian?”“Kurang sih nggak kurang, tapi kalau tambah satu juga bukan masalah. Orang yang bisa kamu rekomendasi langsung juga nggak banyak. Cowok atau cewek?”“Cewek.”Ketika mendengar ucapan Petra, orang di ujung telepon langsung merasa girang. “Lho, pacar?”Jakun Petra bergerak. Suaranya terdengar semakin rendah lagi. “Bukan.”“Jadi, kamu lagi mengejarnya? Kamu mengejar cewek, malah jadiin aku buat cari muka, bahkan nggak kasih keuntungan apa pun buat aku. Bukannya kamu cukup keterlaluan?”Petra bersandar di sofa dengan sikap malas-malasannya. “Keuntungan apa yang kamu inginkan?”“Pinjam aku setir mobil Rolls-Royce Cullinan edisi terbatas di garasi mobilmu itu.”“Buat kamu.”“Serius?” Nada bicara orang di ujung telepon tiba-tiba naik beberapa

  • Jatuh Bangun sang Pengacara Cantik   Bab 99

    Petra merasa syok ketika melihat kotak kardus di tangannya.“Apa kamu sudah mengundurkan diri?”Adeline mengangguk. “Tergolong iya.”“Apa belakangan ini kamu berencana untuk cari pekerjaan baru?”“Masih belum. Nanti saja setelah aku istirahat beberapa saat dulu.”Sebelum masalah Adeline dan Kaivan diatasi sepenuhnya, tidak peduli pekerjaan apa yang dicari Adeline, Kaivan pasti akan merusaknya lagi. Apalagi sebelumnya Wildan sempat membahas Adeline bisa melanjutkan studi S2-nya. Dia juga sedang mempertimbangkan masalah ini.Saat kuliah, prestasi dan profesi Adeline sangat bagus. Tadinya dia bisa melanjutkan studi S2 tanpa ujian masuk, tetapi berhubung Kaivan sedang sibuk merintis kariernya dan membutuhkan sokongan dana, itulah sebabnya Adeline langsung bekerja setelah tamat kuliah. Dia melakukannya demi mendukung Kaivan merintis kariernya.Tidak melanjutkan studi S2 adalah simpul di hati Adeline. Kebetulan sekarang Adeline memiliki kesempatan ini. Dia pun berencana untuk mempertimbangka

  • Jatuh Bangun sang Pengacara Cantik   Bab 98

    “Nyonya, Nona Adeline sudah keluar.”Shinta memandang ke sana dan dia benar-benar telah melihat Adeline. Dia sedang memeluk kotak kardus, lalu berjalan dengan sangat pelan.Dari kondisinya, sepertinya Adeline sudah dipecat dari firma hukum. Dia benar-benar tidak berguna!Jika teman bermain mahjong Shinta tahu Adeline dipecat, entah bagaimana mereka mentertawakan Shinta dari belakang.Shinta menekan amarah di hatinya. Dia membuka pintu, lalu berjalan ke hadapan Adeline. “Tadi kamu begitu ketus ketika di telepon. Aku kira kamu itu hebat sekali. Alhasil, sekarang kamu malah dipecat. Apa yang bisa kamu lakukan selain mempermalukan wajah Keluarga Thomas?”Tidak disangka, saat ini Shinta akan menunggu di lantai bawah dengan begitu lama. Terlintas rasa syok di dalam tatapan Adeline. Tatapannya seketika menjadi datar.“Bu Shinta, aku perlu peringati kamu lagi. Aku sudah putus hubungan dengan Keluarga Thomas, ‘kan? Kamu nggak usah cemasin aku. Meskipun aku mempermalukanmu, aku juga nggak akan m

  • Jatuh Bangun sang Pengacara Cantik   Bab 97

    Setelah mengurus surat pengunduran diri, waktu sudah mendekati pukul enam. Adeline menutup komputernya, lalu berpamitan terhadap Henry dan Nayla. Dia memeluk kotak kardus dan berjalan ke luar firma hukum.Henry mengejarnya. “Bu Adeline, aku antar kamu ke bawah.”“Nggak usah. Barang-barangku ini nggak berat. Kelak kamu bekerja dengan baik. Usahakan bisa menangani kasus sendiri.”“Emm.” Raut wajah Henry kelihatan ragu. Sepertinya ada yang ingin dia katakan. Pada saat ini, lift pun tiba.Adeline mengangkat kelopak matanya untuk menatap Henry. “Kalau begitu, aku pergi dulu. Sampai jumpa.”“Bu Adeline ….”Belum sempat Henry menyelesaikan omongannya, tiba-tiba terdengar suara panggilan Nora. “Henry, kamu dicari Pak Wildan.”Pada saat ini, Adeline juga sudah memasuki lift. Setelah menekan tombol lantai satu, Adeline pun melambaikan tangannya dan tersenyum terhadap Henry. “Sudahlah, Pak Wildan mencarimu. Cepat pergi sana.”Pintu lift ditutup secara perlahan. Terlintas rasa gagal di wajah Henry

  • Jatuh Bangun sang Pengacara Cantik   Bab 96

    Ketika melihat Henry berdiri, lalu hendak berjalan ke ruang kerja Wildan, Adeline segera menariknya.“Kecilkan suaramu. Masalah ini nggak ada hubungannya sama Pak Wildan. Nggak ada gunanya juga kamu mencarinya.”“Tapi jelas-jelas kamu nggak melakukan kesalahan apa-apa, kenapa kamu malah mesti mengundurkan diri?”“Kamu duduk dulu.”Henry ragu sejenak. Pada akhirnya, dia pun menuruti apa kata Adeline untuk duduk.“Kamu jangan pergi cari Pak Wildan. Dia juga merasa serbasalah. Lagi pula, aku mengundurkan diri juga karena masalah pribadiku sudah mempengaruhi pekerjaannya. Masalah ini nggak ada hubungannya sama Pak Wildan.”“Kalau kamu mengundurkan diri, nggak ada pengacara lagi yang bisa ajari aku. Sebentar, pasti ada cara lain lagi.”Kalau tidak bisa, Henry terpaksa menurunkan egonya untuk memohon terhadap orang tuanya ….“Pengacara lain di firma hukum juga sangat profesional, Selain itu, Pak Wildan kenal dengan banyak pengacara. Dia pasti akan segera mencarikan pengacara baru untuk menga

  • Jatuh Bangun sang Pengacara Cantik   Bab 95

    “Kamu!”Raut wajah Shinta kelihatan muram. Dia pun langsung tersenyum dingin. “Bagus sekali. Gara-gara terlantar beberapa tahun di luar sana, kamu malah jadi jago bicara. Kamu memang nggak berpendidikan sama sekali!”Ternyata keputusan Shinta untuk memilih Amanda waktu itu adalah keputusan yang benar. Jika tidak, dia pasti akan mati karena mesti menghadapi Adeline setiap hari!“Aku nggak berpendidikan juga karena orang tuaku nggak berpendidikan. Mereka melahirkanku, tapi nggak membesarkanku. Mereka memang nggak pantas untuk jadi orang tua.” Selesai berbicara, Adeline langsung memutuskan panggilan.Shinta mendengar nada operator panggilan sibuk dari ujung telepon. Raut wajahnya pun kelihatan pucat. Dia berkata dengan gusar, “Coba telepon lagi!”Shinta ingin bertanya bertanya sejak kapan dia tidak membesarkan Adeline? Waktu itu, setelah menjemput Adeline kembali ke rumah Keluarga Thomas, semua yang dimakan dan dipakai Adeline juga tidak berbeda dengan Amanda, ‘kan?Jika bukan karena Adel

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status