Share

Bab 8

Author: Nikki
Sekarang, setelah foto dirinya dan Lesya tersebar, Lesya tentu saja menempati posisi pacar resmi Kaivan.

Jika itu dulu, Adeline pasti akan menelepon Kaivan untuk mempertanyakannya dan memintanya untuk segera mengklarifikasi hal ini. Sekarang, dia ingin melihat apa yang akan Kaivan lakukan jika dia tidak membuat keributan. Apa Kaivan akan membiarkan rumor ini menyebar luas atau keluar untuk mengklarifikasinya?

Adeline meletakkan ponselnya seolah-olah tidak terjadi apa-apa, lalu melanjutkan pekerjaannya. Awalnya, dia mengira dirinya tidak akan bisa fokus bekerja hari ini. Tak disangka, selain tidak terpengaruh oleh kejadian ini, dia juga menyelesaikan pekerjaannya dengan sangat baik.

Ketika hampir waktunya pulang kerja, Adeline membuka X. Pencarian populer pagi ini telah dihapus sepenuhnya. Baik akun pribadi Kaivan maupun akun resmi Nusa Tech tidak mengeluarkan pernyataan yang relevan.

Kaivan tidak mungkin tidak tahu bahwa tidak mengklarifikasi rumor itu setara dengan mengiakannya secara diam. Selain itu, meskipun hubungan Adeline dengan Kaivan tidak diumumkan secara resmi, tetap ada beberapa orang yang mengetahuinya.

Tidak mengklarifikasi sekarang sama saja dengan mengubur ranjau untuk perusahaan Kaivan. Begitu ranjau ini meledak, itu pasti akan berdampak buruk pada citra perusahaannya. Namun, demi Lesya, dia tidak peduli dengan konsekuensi yang mungkin terjadi.

Hanya saja, Adeline tidak terkejut dengan akhir seperti ini. Dia bahkan sudah menduganya. Ini sama membosankannya dengan bisa langsung menebak akhir cerita padahal baru mulai menonton sebuah film.

Selain itu, Adeline akhirnya bisa menerima kenyataan bahwa dirinya telah lama menjadi seseorang yang tak berarti di hati Kaivan, yang juga bisa dihapus sesuka hatinya. Kaivan bahkan tidak mengakuinya sebagai pacar.

Adeline dengan tenang menyimpan ponsel dan mematikan komputer, lalu bangkit untuk pergi.

Mereka berdua melanjutkan hidup seperti sebelum Kaivan membawa Lesya ke Maldiva. Namun, kali ini Adeline tidak lagi mengungkit tentang pernikahan di hadapan Kaivan. Adeline tidak mengungkitnya, sedangkan Kaivan juga malas mengungkitnya dan bersikap seolah-olah tidak ada yang terjadi.

Selain foto Kaivan yang menyuapi Lesya makan bubur, tidak ada lagi rumor yang beredar di internet. Beberapa karyawan yang mengaku bekerja di Nusa Tech sering diam-diam mengungkapkan bahwa Kaivan sangat memanjakan Lesya. Selain mengantar jemput Lesya bekerja setiap hari, Kaivan juga sering memberinya berbagai barang mewah dan tas.

Hal-hal ini saja sudah cukup untuk membuat netizen berimajinasi tanpa henti.

Adeline menerima dua kasus dan begitu sibuk hingga tidak menyadari bahwa rumor yang ditimbulkan foto tersebut masih bergolak. Rekan-rekan lain di firma hukum mengetahuinya, tetapi tidak berani membicarakannya di depan Adeline.

Pada Jumat malam, Adeline sibuk hingga pukul enam sore dan akhirnya menyelesaikan materi sidang. Ketika meregangkan badan dan hendak pulang kerja, ponselnya tiba-tiba berdering.

Melihat yang menelepon adalah Kaivan, Adeline ragu sejenak sebelum menjawab, "Ada apa?"

Kaivan sudah agak tidak sabar. Dia berkata dengan suara rendah dan menekan rasa kesal, "Ibuku suruh kita pulang untuk makan malam bersama. Aku sudah tunggu di bawah perusahaanmu."

Adeline tanpa sadar mengeratkan genggamannya pada ponsel. Setelah beberapa saat, dia menjawab, "Oke."

Sepuluh menit kemudian, Adeline masuk ke mobil Kaivan. Ekspresinya terlihat agak dingin. Suasana hatinya jelas sedang tidak bagus.

Setelah sibuk seharian, Adeline sangat lelah. Dia tidak tertarik untuk bertanya kenapa suasana hati Kaivan buruk. Dia hanya bersandar di kursi dan segera tertidur. Namun, tidurnya tidak lelap. Dia langsung terbangun begitu mobil Kaivan berhenti di bawah gedung apartemen Prisa Candika, ibunya Kaivan.

"Aku mau pergi beli buah. Kamu naik saja dulu."

Kaivan tidak menyahut, sedangkan Adeline juga tidak menantikan tanggapan dari Kaivan. Jadi, dia membuka pintu mobil dan langsung pergi.

Ada sebuah toko buah di pintu masuk gedung apartemen tempat Prisa tinggal. Adeline memilih beberapa macam buah kesukaan Prisa, lalu membayarnya dan berjalan pulang.

Kaivan masih belum naik, melainkan bersandar di pintu pengemudi sambil merokok. Di bawah nyala api rokok yang sesekali menyala dan meredup, raut wajahnya terlihat kabur.

Adeline berhenti sejenak, lalu mengalihkan pandangannya dengan tenang.

Setelah mendengar suara langkah kaki, Kaivan pun mematikan rokoknya dan melirik Adeline. Kemudian, dia baru berbalik dan masuk ke gedung apartemen.

Mereka berjalan dalam diam sampai ke depan pintu rumah Prisa. Sebelum mengetuk pintu, Kaivan menoleh ke arah Adeline dan berkata tanpa ekspresi, "Ibuku sudah lihat fotoku dengan Lesya di internet. Kalau nanti dia tanya lagi, kamu bilang saja itu palsu."

"Kamu minta aku datang kemari hari ini karena mau aku bantu kamu bohongi Bibi Prisa?"

Kaivan mengangkat alisnya dan bertanya balik dengan acuh tak acuh, "Kalau nggak?"

Sambil berbicara, dia tiba-tiba mencondongkan tubuhnya lebih dekat ke Adeline. Raut wajahnya penuh dengan ejekan. "Adeline, jangan bilang kamu masih harapkan sesuatu yang mustahil dariku?"

Adeline mengepalkan tangannya dengan erat. Pegangan kantong plastik menempel erat ke kulitnya hingga membuat jari-jarinya terasa sakit. Rasa sakit itu seakan-akan menjalar dari jari-jarinya ke jantung sehingga bahkan jantungnya juga terasa nyeri.

Ketika keduanya terdiam, pintu di belakang Kaivan tiba-tiba terbuka dan terdengar suara Prisa.

"Kenapa kalian nggak ketuk pintu kalau sudah sampai? Cepat masuk! Makanannya sudah siap."

Kaivan berbalik dan terlebih dahulu berjalan masuk. Sementara itu, Adeline menggigit bibirnya dan mengikutinya berjalan masuk.

Prisa mengambil buah dari tangan Adeline dan berkata sambil tersenyum, "Kita akan segera jadi keluarga, buat apa kamu masih bawakan sesuatu waktu datang makan bersama?"

Adeline yang sedang mengganti sepatunya tertegun sejenak. Sepertinya, Kaivan belum memberi tahu Prisa tentang penundaan pernikahan mereka. Dia menatap Prisa dan menjawab sambil tersenyum, "Bibi, itu cuma sedikit buah kok."

"Iya. Tapi lain kali kamu datang, nggak usah beli apa-apa lagi. Ayo cuci tangan dulu. Habis itu, kita mulai makan."

Adeline mengangguk, tetapi malah diam-diam berpikir entah apakah dia masih punya kesempatan untuk datang lagi kelak.

Selama makan, Prisa tidak berhenti bertanya kepada Adeline dan Kaivan tentang persiapan pernikahan serta apakah mereka butuh bantuan.

Kaivan yang sudah kesal mendengar pertanyaan-pertanyaan itu pun menjawab dengan dingin, "Ibu, ini urusanku dan Adeline. Kamu nggak perlu khawatir."

Sejak melihat foto Kaivan bersama sekretarisnya, Prisa terus menahan amarahnya. Namun, begitu melihat ekspresi tidak sabar Kaivan, dia tidak berencana untuk menahannya lagi.

Prisa membanting sendoknya ke atas meja dan berseru marah, "Oke, aku nggak akan khawatir tentang masalah pernikahan. Kalau begitu, katakan padaku, apa yang terjadi antara kamu dan sekretarismu itu? Kamu akan segera menikah, tapi rumormu dan sekretarismu malah begitu heboh. Coba bilang, apa sebenarnya maumu!"

Suasana di dalam ruang makan seketika menjadi hening. Adeline meletakkan sendoknya tanpa suara, tetapi tidak berniat untuk menggantikan Kaivan menjelaskannya. Kaivan memang telah berselingkuh dan Adeline tidak punya kewajiban, juga tidak ingin menutupinya.

Kaivan melirik Adeline yang bersikap seolah-olah hal ini tidak berhubungan dengannya, lalu mencibir, "Ya seperti apa yang Ibu lihat. Kalau Ibu merasa kami cukup serasi, aku akan bawa dia kembali lain kali untuk temui Ibu."

Prisa sangat marah hingga wajahnya memerah. Dia mengangkat kepalanya dan langsung menampar Kaivan.

"Kaivan, apa kamu masih bisa disebut laki-laki? Waktu kamu baru mau memulai bisnismu, kamu nggak punya uang dan Adeline-lah yang tinggal bersamamu di ruang bawah tanah. Sekarang, mentang-mentang kamu sudah bisa hasilkan sedikit uang, kamu rasa dirimu sudah hebat?

"Kenapa sekretarismu itu bersamamu sekarang? Bukannya karena kamu sudah kaya? Kalau kamu masih semiskin dulu, menurutmu dia akan melirikmu!"
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Jatuh Bangun sang Pengacara Cantik   Bab 156

    Melihat Anita bangkit dan hendak pergi, Shinta segera berdiri dan ingin berdiskusi lagi dengannya. Namun, dia malah dihentikan oleh Winda."Nyonya Shinta, sebaiknya kalian pulang saja. Nyonya Anita perlu istirahat."Ekspresi Shinta langsung muram, tetapi dia tidak berani mengatakan apa pun kepada Winda. Bagaimanapun juga, Winda telah bekerja untuk Anita selama 30-40 tahun. Ucapannya sangat berpengaruh bagi Anita. Menyinggung Winda tidak ada gunanya bagi Shinta.Shinta menoleh ke arah Amanda dan berkata, "Amanda, ayo kita pulang!"Amanda mengangguk dan mengikuti Shinta keluar.Setelah masuk ke mobil, Shinta berseru marah, "Itu cuma Vila Harmoni kok! Apa hebatnya! Setiap kali datang menemuinya, aku harus menunduk padanya! Aku sudah muak dengan semua ini!"Mata Amanda bergetar sejenak. Kemudian, dia menunduk dan berujar, "Ibu, maaf. Kalau bukan karena aku, hari ini kamu juga nggak perlu datang ke rumah tua dan dibuat kesal sama Nenek."Melihat rasa bersalah dan sedih di wajah Amanda, Shin

  • Jatuh Bangun sang Pengacara Cantik   Bab 155

    "Bu Shinta, selama kamu nggak cari masalah denganku, aku nggak punya keluhan atau pendapat tentangmu."Shinta mencibir. Ekspresinya dipenuhi rasa benci dan kesal."Keluhanmu terhadapku seharusnya nggak akan ada habisnya meski diceritakan selama tiga hari tiga malam, 'kan? Lagian, Amanda juga nggak salah. Meninggalkan Keluarga Thomas itu pilihanmu sendiri. Jangan bersikap seolah-olah orang lain yang bersalah padamu!"Adeline menatap mata Shinta dan merasa agak geli. Shinta masih sama persis seperti beberapa tahun yang lalu, selalu menuduhnya dengan tuduhan palsu tanpa peduli pada kebenarannya."Bu Shinta, aku nggak pernah nyesal karena meninggalkan Keluarga Thomas. Aku juga nggak merasa ada yang bersalah padaku. Kuharap kamu jangan asal berasumsi tentang pemikiranku."Sebagian alasan Adeline memutuskan hubungan dengan Keluarga Thomas memang karena Kaivan. Namun, sebagiannya lagi karena dia benar-benar sudah kecewa dengan anggota Keluarga Thomas."Oke! Aku mau tahu kamu bisa keras kepala

  • Jatuh Bangun sang Pengacara Cantik   Bab 154

    Keesokan paginya, Adeline bangun dan mandi. Setelah berjalan ke ruang tamu, dia melihat Amanda dan Shinta yang duduk di sofa dan sedang mengobrol dengan Anita.Adeline belum pernah bertemu dengan Amanda sejak meninggalkan Keluarga Thomas. Setelah beberapa tahun tidak bertemu, Amanda terlihat jauh lebih dewasa. Dia mengenakan setelan bergaya Chanel, merias wajah dengan cantik, dan tersenyum dengan sempurna. Dia terlihat anggun dan cantik.Menyadari tatapan Adeline, Amanda berbalik dan menatapnya."Kak, sudah bangun? Nenek baru saja mau suruh pembantu untuk bangunin kamu."Amanda tersenyum dan berbicara dengan nada akrab. Orang yang tidak mengenal mereka mungkin akan mengira bahwa mereka masih berhubungan selama beberapa tahun terakhir. Adeline memasang tampang dingin dan tidak menjawab. Sebaliknya, dia menatap Anita dan berujar, "Nek, aku ada urusan pagi ini. Aku nggak sarapan di rumah, ya."Anita mengangguk. Ketika dia hendak berbicara, Shinta sudah terlebih dahulu berbicara dengan ek

  • Jatuh Bangun sang Pengacara Cantik   Bab 153

    Adeline tertegun sejenak. Setelah tersadar kembali, dia menjawab sambil tersenyum, "Aku akan sibuk selama seminggu ke depan. Setelah aku pindah ke Graha Makmur, kita baru buat janji saja.""Oke. Hati-hati di jalan pulang."Setelah berpamitan dengan Petra, Adeline pun melaju pergi. Ketika tiba di rumah tua Keluarga Thomas dan baru saja Adeline masuk ke ruang tamu, dia melihat Anita sedang duduk di sofa. Rasa keterkejutan pun melintasi mata Adeline."Nenek, kenapa masih belum tidur?"Begitu melihat Adeline, Anita menepuk kursi di sebelahnya dan berujar, "Adel, ayo duduk. Ada yang mau kubicarakan denganmu.""Ada apa?"Setelah duduk di sebelah Anita, Adeline menatapnya dengan ekspresi bingung. "Adel, apa kamu punya tema favorit untuk pesta hari Minggu? Aku akan minta Bi Winda untuk mengaturkannya sesuai tema favoritmu."Adeline menggeleng dan menyahut, "Nek, aturkan saja sesuai keinginan Nenek. Aku nggak punya preferensi khusus."Kilatan kekecewaan melintasi mata Anita. "Adel, di Kediama

  • Jatuh Bangun sang Pengacara Cantik   Bab 152

    Sikap Adeline yang acuh tak acuh membuat Kaivan merasa sedih. Setelah hening sejenak, dia memaksakan seulas senyum."Adel, dengar-dengar, Keluarga Thomas lagi rencanakan pesta untuk mengakuimu kembali."Setelah Adeline kembali ke Keluarga Thomas, Kaivan akan mencari cara untuk pergi ke Kediaman Keluarga Thomas dan menetapkan pernikahan mereka, lalu perlahan-lahan membujuk Adeline untuk rujuk. Selama dia terus mendesak, Adeline pasti akan mengalah, sama seperti sebelumnya.Adeline merasa agak kesal. "Apa hubungannya itu denganmu?"Kaivan mengerutkan kening dan hendak berbicara. Namun, ponselnya yang ada di saku tiba-tiba berdering. Ketika panggilan tersambung, dia mendengar sesuatu dari ujung sana dan ekspresinya langsung berubah. "Oke. Aku akan segera ke sana."Setelah menutup telepon, Kaivan menatap Adeline dan berujar, "Adel, aku ada urusan mendadak di perusahaan. Setelah kamu kembali ke Keluarga Thomas, aku akan pergi mencarimu."Adeline bahkan tidak mengangkat kepalanya. Dia langsu

  • Jatuh Bangun sang Pengacara Cantik   Bab 151

    Setelah mengirim pesan itu, Petra segera membalas. Dia mengatakan bahwa dirinya sedang tidak berada di rumah dan mereka bisa bertemu di pintu masuk restoran.Adeline mengirim emoji "ok", lalu mengatakan kepada Petra bahwa dirinya akan segera pergi ke restoran dan akan tiba sekitar pukul enam.Sesampainya di pintu masuk restoran, Adeline kebetulan bertemu dengan Petra. Mereka pun masuk bersama.Pada saat ini, di pinggir jalan. Kaivan sedang mengistirahatkan matanya. Joel yang duduk di kursi penumpang depan tiba-tiba melontarkan gumaman bingung, "Eh?"Kaivan pun membuka matanya dan bertanya, "Ada apa?""Ngg ... nggak apa-apa. Aku kira aku melihat Bu Adeline barusan. Aku seharusnya salah lihat."Akhir-akhir ini, entah apa yang salah dengan Kaivan, intensitas kerjanya meningkat drastis dan dia tidak pernah menanyakan keadaan Adeline lagi. Joel tidak mengerti maksud Kaivan, juga tidak berani mengungkit tentang Adeline di depannya.Namun, yang mengejutkan adalah, Kaivan memecat Lesya. Lesya

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status