Share

Chapter 1

Author: Lapini
last update Last Updated: 2023-01-28 17:57:57

“Kamu gak bikin masalah sama dosen PA kamu, kan?” tanya Darwis kepada Andhira yang duduk  di kursi sebelah kanan.

“Dosen PA aku kan Ibu Kartika, dan aku hari ini belum ketemu sama  beliau, gimana bisa aku bikin masalah?” tanya Andhira dengan bingung, dirinya kembali mengingat kejadian apa saja yang sudah dilalui setengah hari ini.

Darwis menggeleng, “Reno bilang sama aku, katanya Dosen PA dia mau ketemu sama kamu. Terus kata Reno, Dosen PA kamu diganti, bukan Bu Kartika lagi.”

Andhira menaikkan sebelah alisnya, “Dosen PAnya Reno kan Pak Arsenio, kan?” tanyanya, diangguki oleh Darwis.

“Kamu tau pak Arsenio?” tanya Darwis serius, dijawab dengan gelengan kepala. Hal ini membuat Darwis memijat keningnya. “Bentar, aku punya fotonya pak Arsenio.”

Andhira hanya bergumam, menunggu foto yang akan diberikan oleh sahabatnya itu. Dirinya benar-benar tidak tahu seperti apa bentukannya seorang Arsenio. Dia memang tidak asing dengan nama Arsenio, hanya saja  tidak mengetahui wajah dari seorang Dareen Arsenio.

Darwis memberikan ponselnya kepada Andhira, dilayar ponsel tersebut terdapat satu foto seorang laki-laki mengernakan hoodie berwarna purple polos, tersenyum kearah kamera. Andhira menerima dan memperhatikan wajah Arsenio.

Andhira menajamkan penglihatannya, menatap wajah Arsenio yang tidak asing untuknya, “Dia kan yang aku tabrak tadi,” gumamnya, masih bisa didengar oleh Darwis. Darwis menaikkan sebelah alisnya, kedua telinganya masih berfungsi dengan baik.

“Kamu dalam masalah. Mending sekarang kamu ke ruangannya Pak Arsenio deh, daripada kamu kenapa-kenapa nantinya,” ucap Darwis, mengambil alih ponselnya. Andhira bergeming, tidak mengindahkan apa yang katakana oleh sahabatnya itu.

“Mampus akuu. Pantes aja dia bilang kalau aku tanggung jawab dia,” ucap Andhira, dia menyembunyikan wajahnya di meja, bukannya tidak berani, tetapi malu.

Darwis menepuk tngan Andhira, membuat gadis itu mengangkat kepala dan menatap Darwis. Sedangkan laki-laki itu hanya melirik pintu kelas yang dibuka oleh seorang lelaki mengenakan kemeja hitam. Andhira masih belum menyadari kode dari Darwis.

“Apasihh, Dar? Kamu ganggu waktu tidur aku tau gak,” ucap Andhira, dengan mata yang sayu karena mengantuk, menjadi tidak fokus. Dia menjatuhkan wajahnya pada meja, dan mencium punggung tangan seseorang.

Kesadaran Andhira kembali pulih, mengerjapkan kedua mata, dan mengangkat kepala secara perlahan untuk melihat pemilik tangan yang baru saja disentuh oleh bibirnya. Lagi-lagi Andhira harus terkejut, seketika dirinya beranjak dan menjauh.

“Kamu?” tanya Andhira, diangguki oleh Arsenio. “Kok bisa ada di sini?”

Arsenio menaikkan sebelah alisnya, dia menatap Darwisn, “Reno gak ngasih tau emangnya kalau Andhira telat ke ruangan saya, saya yang datang menghampiri Andhira.”

Darwis beranjak, dia tersenyum tipis, “Saya udah kasih tau ke Andhira kalau pak Arsenio menyuruh Andhira untuk ke ruangan pak Arsenio.”

“Terus kenapa lama?”

Andhira menaikkan sebelah alisnya, lama? Belum juga ada lima menit. “Ini belum ada ada setengah jam yaa dari perintah pak Arsenio.”

Arsenio menatap Andhira, “Saya harap kamu gak lupa sama apa yang saya bilang tadi pagi. Waktu itu sangat berharga buat saya. Satu menit  saja bisa merubah keuntungan menjadi kerugian.”

Andhira berdecak, dirinya dibikin naik darah, anggap saja perkenalan, tetapi benar-benar memancing kesabarannya yang setipis plastik. Dia tidak bisa membayangkan bagaimana hari-harinya jika harus berhadapan dengan Arsenio.

“Saya ada kelas, Pak. Setelah selesai kelas, saya keruangannya pak Arsenio.”

“Gak perlu,” ucap Arsenio, membuat Andhira memicingkan mata. Benar-benar dibuat bingung oleh Arsenio. “Saya sudah ijin sama Bu Karisa, dan beliau mengijinkan. Jadi, saya tidak menerima alasan apapun.”

Andhira bergumam, “Oke. Duluan aja, Pak. Nanti saya nyu—”

Gadis itu menghentikan ucapannya saat tangannya ditarik oleh Arsenio, sedangkan laki-laki itu menatap Darwis yang hanya bergeming memperhatikan Andhira dan Arsenio.

“Sahabat kamu saya pinjem dulu ya, Darwis          Kusuma,” ujar Arsenio, diangguki oleh Darwis. Hal itu membuat Andhira berdecak kesal, sahabatnya itu tidak membantunya sama sekali.

Arsenio tersenyum kepada  Darwis, dan melenggang pergi dengan Andhira yang pasrah ditarik pelan oleh Darwis. Keduanya menjadi pusat  perhatian mahasiswa-mahasiswi yang sedang berada di koridor atau sedang berlalu lalang.

Andhira menatap wajah Arsenio yang hanya menampilkan ekspresi datar, tanpa ekspresi. Sangat berbeda jika berhadapan dengannya, seketika Andhira menggeleng, menghilangkan sifat percaya dirinya yang mengambil kesimpulan bahwa Arsenio tertarik dengannya.

Arsenio mengunci ruangannya, membuat Andhira melebarkan kedua matanya. Gadis itu benar-benar terkejut dengan apa yang dilakukan oleh Arsenio.  Hanya berdua di dalam satu ruangan yang sama, pintu di kunci, tidak salahkan jika Andhira menaruh curiga terhadap Arsenio?

Arsenio menarik tangannya, dan duduk di kursi kerjanya. Dia menatap Andhira yang hanya berdiri dan bergeming seperti patung.  “Maheswari Andhira Swastika, duduk. Gak mungkin saya berbicara sama kamu kaya gini.”

Andhira menoleh, menndapati Arsenio yang melipat kedua lengan di meja dan melirik salah satu kursi kosong di sebrang. Andhira mengindahkan perintah Arsenio, duduk di salah satu kursi kosong  dihadapan Arsenio.

Arsenio menatap serius Andhira, sedangkan gadis itu hanya menampilkan wajah yang lesuh, karena mengantuk. “Kamu tidur jam berapa emangnya semalem?” tanyanya.

Andhira menaikkan sebelah alisnya. “Urusannya sama kamu apa ya?” tanyanya tidak sopan. Arsenio terkekeh, dirinya mengacungi jempol untuk keberanian yang Andhira punya.

“Saya Dareen Arsenio, saya yang akan menjadi  Dosen PA kamu yang baru. Jadi, apapun yang kamu lakukan itu sudah menjadi tanggung jawab saya.”

Andhira bergumam, “Apapun ya? Kaya harus di tambahin selama di kampus deh, Pak.”

Arsenio menggeleng, “Termasuk kegiatan kamu di luar kampus.”

“Itu namanya pak Arsenio yang tidak sopan.”

Arsenio menegakkan tubuhnya, menatap  serius Andhira, “Kamu special, Andhira. Jadi, saya harus tau semua kegiatan kamu di luar kampus dan di lingkungan kampus.”

“Saya curiga, ini cuma akal-akalan pak Arsenio aja kan biar bisa deket-deket sama saya?”

Arsenio menaikkan sebelah alisnya, dan tertawa, “Kamu tau? Secara tidak langsung, kamu itu yang pengen deket-deket sama saya, kan? Kamu suka sama saya?”

Andhira bergidik geli, “Saya? Suka sama pak Arsenio? Kaya gak ada cowo lain aja di dunia ini selain kamu.”

Arsenio terkekeh, “Kesepakatan kita masih belum dibentuk. Mari kita bentuk, Andhira.”

“Gak kesepakatan apapun di antara kita.”          

Arsenio menaikkan sebelah alisnya, “Kamu takut kalau saya menang?” tanyanya, dijawab dengan gelengan cepat.

“Meremehkan saya? Oh tentu tidak bisa.”

“Kalau kaya gitu, kenapa takut saya ajak buat bikin kesepakatan? Takut ketahuan kalau kamu suka sama saya, kann?” tanya Arsenio, dia menaik-turunkan kedua alisnya, dan tersenyum misterius.

Andhira menggeleng, “Mau buat kepakatan apa?” tanyanya, pada akhirnya  mengikuti apa yang diinginkan oleh Arsenio. Keputusan yang Andhira ambil, membuat Arsenio tersenyum penuh kemenangan.

“Dalam waktu satu bulan  absen kamu tidak  ada yang bolong, hadir terus disetiap pertemuan bukan yang hanya nitip absen, saya kasih tiket pesawat buat kamu liburan ke Negara yang kamu mau. Tapi kalau kamu gagal ….”

Andhira menaikkan sebelah alisnya, dirinya menunggu apa yang dikatakan oleh Arsenio, Dosen Pembimbing Akademik-nya yang baru. Sedangkan Arsenio dengan sengaja menggantungkan kalimatnya.

“Jangan salahin saya kalau  saya akan memperketat lingkungan kamu.”

Andhira menggeleng menolak, “Gak bisa gitu, Pak. Saya gak setuju dengan konsekuensi jika saya gagal.”

Arsenio menaikkan sebelah alisnya, hanya Andhira yang dapat membuatnya gemas ingin menarik bulu hidung gadis dihadapannya saat ini, benar-benar gemas dengan segala tindak perlawan yang gadis itu perlihatkan.

“Hukuman apa yang kamu inginkan jika kamu gagal?”

Andhira mengulum bibirnya, dan menggeleng. Dia menghilangkan fikiran yang mengajaknya untuk menjadikan Arsenio pacarnya dalam sebulan. Tidak, Andhira tidak akan membiarkan hal itu terjadi. Arsenio menaikkan sebelah alisnya.

“Maheswari Andhira Swastika, kalau kamu gagal hukuman apa yang harus saya berikan untuk kamu?”

Andhira menatap, “Jadi pembantu pak Arsenio selama satu hari."

---

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Sri Lestari
Baru baca kayaknya cerita nya menarik ...️
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Jatuh Cinta Kepada Duda Tampan   Extra Chapter

    “Nempel teruss. Awas awass, ngalangin jalann.” Andhira yang kesal kepada Garaga pun menendang tulang kering laki-laki dihadapannya saat ini, baru kemarin Garaga bersikap diluar nalarnya, kini kembali ke setelan pabrik. Arsenio yang berdiri di sisi kanan Andhira pun menepuk lengan tunangannya. “Aku tuh kemarin kaya bukan ketemu sama kamu. Jangan-jangan, kemarin itu kembaran kamu, kan?” tanya Andhira dengan penuh curiga, karena memang berbeda Garaga yang hadir di acara lamarannya dengan Garaga yang ada dihadapannya saat ini. “Enak aja, itu aku tau. Mode kalem, karena kamu mode kalem,” ucap Garaga, membuat Andhira menaikkan sebelah alisnya. Bingung dengan apa yang dikatakan oleh Garaga. “Aku daritadi kalem padahal, kok bisa-bisanya? Jangan salahin aku kalau jambul kamu longsor dalam waktu sekejap,” ancam Andhira, dan dia melihat Garaga melangkah mundur agar tidak terkena sasarannya. Arsenio hanya menggelengkan kepala melihat tingkah tunangannya yang memang berbeda dari hari kemarin

  • Jatuh Cinta Kepada Duda Tampan   Epilog

    “Aku tidak menyangka, ternyata yang menjadi calon suaminya Andhira itu Arsenio. Pria yang pernah aku tidak restui karena memiliki anak.” Papih hanya mengabaikannya, melepaskan genggaman tangan Mamih dan menggantikannya dengan rangkulan di pinggang. Keduanya melangkahkan kaki keluar dari pagar rumah untuk menyambut kedatangan keluarga Arsenio. Reno ditunjuk untuk menjadi MC di acara lamaran sahabatnya itu memakai pakaian batik, jujur saja jika bukan permintaan dari Andhira, dirinya tidak berdiri di sini, tetapii berdiri dibelakang bersama dengan Darwis,, Garaga, Kalvin dan Zavian. Dirinya saat ini berdiri di dekat di sisi kanan Papih. Arsenio berada di tengah, sisi kanannya terdapat Amanda dan Mommy, sedangkan di sisi kirinya terdapat Daddy. Nenek dan Kakek dari Amanda ikut hadir, bahkan sudah tiba di Nusantara dari satu minggu yang lalu. Saat Arsenio mengabarkan akan melamar seseorang perempuan. “Selamat datang, Tuan Daniel dan Nyonya Elizabeth,” sapa Papih kepada kedua oran

  • Jatuh Cinta Kepada Duda Tampan   Chapter 151

    “Ini kamu sendiri yang desain?”Andhira menatap Arsenio, dan kekasihnya itu mengangguk. Sebuah foto menarik atensinya, sebuah maxi dress bersiluet A yang memiliki panjang hingga semata kaki dan lengan tranparan. Motif bunga, dan berwarna biru.“Kamu suka? Atau ada yang mau kamu tambahin?” tanya Arsenio, saat ini mereka sedang berada di butik milik Tante Kir, tanpa Amanda.Setelah satu hari kemarin menghabiskan waktu bersama, hari ini adalah waktunya Arsenio dan Andhira menyiapkan acara untuk lamaran, tidak bukan seserahan, tetapi pakaian. Permintaan Andhira mengenakan dresscode couple pada saat acara lamaran nanti.“Mas Arsen desain juga buat pakaiannya?” tanya Andhira, diangguki oleh Arsenio. Kekasihnya itu menggeser foto lain. Tante Kir hanya terdiam memperhatikan kedua pasangan yang sedang diskusi.Andhira menatap serius foto tersebut, lalu berkata, “Jelek. Gak usahh. Mas Arsen pake kemeja warna biru aja.”Arsenio mendelik, “Aku desain itu biar sama kaya punya kamu. Katanya mau c

  • Jatuh Cinta Kepada Duda Tampan   Chapter 150

    “Aku belum ngeliat Amanda sebahagia itu.”Arsenio memperhatikan Amanda yang sedang bermain pasir di depan sana, hanya seorang diri. Sedangkan dirinya duduk tiga langkah dari posisi Amanda saat ini, bersama dengan Andhira yang memfokuskan atensi hanya kepada Amanda.“Oh iya? Dia juga tadi bahagia banget pas denger kalau aku sama kamu mau lamaran,” ucap Andhira, menoleh ke sisi kirinya dan tersenyum kepada Arsenio.Arsenio menoleh, tersenyum manis kepada kekasihnya dan kembali menatap Amanda yang sedang berusaha membangun istana dari pasir.“Keinginan dia dari pertama kali ketemu sama kamu, ya ngejadiin kamu sebagai mamihnya. Udah lama gak punya mamih, terus harapan dia cuma kamu.”Andhira bergumam, memfokuskan atensinya hanya kepada Amanda. Gadis cilik yang selalu mengganggu hari-harinya, sering datang ke kampus untuk bertemu dengannya, dan bahkan dia tidak tahu kalau Amanda itu anak dari Arsenio, dosen pembimbing akademiknya yang baru.“Aku sampe sekarang masih gak percaya sihh. Kaya

  • Jatuh Cinta Kepada Duda Tampan   Chapter 149

    “Kamu jangan kaya gitu lain kali. Gak baik, apalagi ada ibunya, nanti beliau kesinggung, gimana?”Amanda hanya bergeming mendengarkan apa yang diucapkan oleh Andhira dari sejak mereka di sekolah dan saat ini dalam perjalanan menuju rumah.“Iya, maaf. Lagian aku kesel sama Angga, dia di dalam kelas aja ngisengin aku. Jadinya, mau ngehindar aja kalau keluar kelas,” ucap Amanda, lebih membela diri sendiri.Andhira menoleh sekilas, lalu kembali fokus menyetir. Dirinya mengerti, dan pernah melakukan hal yang sama seperti yang Amanda lakukan. Tahu akhirannya seperti apa? Orangtua sih pelaku pengganggu menyuruh Andhira untuk meminta maaf.“Aku pernah di posisi kamu, digangguin sama lawann jenis. Aku yang minta maaf, tapi aku dibilang gak sopan, orangtuanya gak terima malah minta aku buat ngebantu anak mereka dalam ngerjain tugas,” ujar Andhira, membuat Amanda menoleh dan memicingkan mata.Jujur saja, Amanda antara percaya dan tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Andhira. Sedikit ke

  • Jatuh Cinta Kepada Duda Tampan   Chapter 148

    “Kok baru keliatan lagi, Jeng?” Andhira tersenyum kepada Ibu Angga yang duduk di sisi kanannya. Mereka saat ini sedang duduk di kursi yang terletak dipinggir dekat dengan taman bermain yang ada di sekolah Amanda. “Iya, Bu. Kemarin-kemarin sibuk mengerjakan tugas yang dikasih dosen,” jawab Andhira, berusaha untuk sopan kepada Ibu Angga, dan berusaha untuk tidak menyinggung Ibu Angga. “Oh iya. Jeng Andhira kan sedang kuliah. Lancar yaa jeng kuliahnya? Harus dong, biar cepet dapet gelar. Terus fokus merawat Amanda,” balas Ibu Angga, ditanggapi dengan senyum manis dari Andhira. “Anaknya semakin lucu ya, Bu,” ucap Andhira diakhiri dengan terkekeh, dia kembali mengingat tingkah Angga tadi pagi sehingga membuat Amanda ngambek tidak ingin masuk kelas. Ibu Angga menyengir malu, dirinya merasa bersalah karena putranya, membuat Andhira harus membujuk Amanda untuk masuk kelas dan mengikuti pelajaran hari ini. Diluar prediksinya, dan membuatnya mengingat kembali sifat yang dimiliki oleh Angga

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status