Dukung terus novel kita dengan cara vote gems, hadiah, dan ULASAN manis. Sehat selalu untuk kalian semua dan semangat, MyRe!! IG:@deasta18
Namun, sangat disayangkan bukan Sbastian yang datang. Melainkan …- "Hai, Lisa," sapa Jonny ramah, senyum manis pada Lisa. "Oh, hai juga, Kak Jon," sapa Lisa hangat dan ceria, terlihat gembira, "wah, lama nggak ketemu yah." "Hehehe …." Pria itu menggaruk tengkuk, bersikap malu-malu di hadapan Lisa. "Begini, aku mau lihat kue … maksudku memesan kue." Lisa tertawa kecil melihat sikap Jonny yang kaku dan malu-malu padanya. Sebenarnya dia juga canggung, mengingat dia dan pria ini sudah lama tak berbagi kabar. "Mau lihat-lihat dulu, boleh kok, Kak. Atau mau pesan langsung juga boleh banget tuh," ucap Lisa ramah. "Oh begitu yah." Jonny berkata canggung, "aku kurang paham dengan yang begini-begini, tapi … baiklah, aku lihat-lihat dulu." "Ayo, Kak," ucap Lisa, membawa Jonny berkeliling toko dan etalase. Setiap kue yang dia perlihatkan, Lisa menjelaskan rasa, desain, dan makna dari elemen yang dia gunakan di dalamnya. Kue dekor adalah bagian dari seni dan setiap seni menyimpan makna,
"Mas," panggil Lisa kembali, semakin cemas. Sepertinya dia telah melakukan sesuatu yang membuat Sbastian marah padanya. Apa karena Lisa pergi menemui klien-nya dan tak mengabari pria ini? Apa siang tadi Sbastian datang? "Oh." Sbastian ber oh ria, tiba-tiba senyum tetapi sebuah senyuman yang terasa hambar, "sudah mau pulang?" tanya Sbastian setelahnya. Lisa menganggukkan kepala. "Tapi bentar lagi yah, Mas." "Humm." Sbastian menganggukkan kepala, "aku menunggumu di mobil," lanjut pria itu, memilih menunggu Lisa di dalam mobil daripada menunggu di dalam toko. Hal tersebut membuat Lisa bertanya-tanya dan merasa murung. Sikap Sbastian terasa dingin padanya. Apakah kehangatan pria itu sudah habis untuknya? *** Saat ini Lisa dalam mobil, pulang menuju rumah. Dia hanya diam karena Sbastian juga diam. Sejujurnya suaminya tipe pria yang tak banyak bicara, hanya saja tidak pernah se hening ini. Lisa merasa bersalah meskipun dia sendiri tak tahu kesalahan apa yang telah dia perbuat se
"Coba lihat ini, Bunny. Aku juga memasang wajahmu di wallpaper handphone ku," lanjut Sbastian, menunjukan wallpaper hpnya yang baru ia ganti–memasang wajah istrinya di sana. Yah, Sbastian memutuskan untuk memasang wajah istrinya di mana-mana. Entah di layar handphone, photo profil pesan dan aplikasi lainnya, bahkan photo profil akun email. Dan dia melakukan itu agar seluruh dunia tahu bahwa dia sudah menikah. "Hehehe …." Lisa antara malu, salah tingkah, meringis, dan grogi melihat wajahnya terpasang sebagai wallpaper sang suami. Yah, dia tahu pria ini manis dan romantis. Hanya saja, dia tak pernah kepikiran bahwa Sbastian akan seperti ini. Maksud Lisa, Sbastian adalah pria dewasa yang sudah kepala tiga, dan pria yang sudah berusaha matang rasanya tak mungkin ada di era romantis hingga memasang wajah kekasihnya sebagai wallpaper handphone. Tapi … apa Sbastian ke pacarnya dulu, juga seperti ini? Astaga! Entah kenapa Lisa risau memikirkannya. Sepertinya dia harus menanyakan periha
"Tita," panggil seseorang, membuat Tita yang sedang asyik minum coklat panas sambil meledek Lisa dan Sbastian, segera menoleh ke arah sosok yang memanggilnya. Raut muka Tita yang dipenuhi oleh ekspresi jahil, seketika berubah muram. Bukan tidak senang suaminya datang ke tempat ini, akan tetapi dia merasa bahwa seseorang sedang berusaha menyingkirkannya dari tempat ini. Tita segera menoleh berang ke arah kakaknya, melayangkan tatapan malas bercampur kesal. Di sisi lain, Sbastian begitu senang melihat Damian datang. Akhirnya si tukang meledek dan pengganggu ini akan pulang! "Kak Damian kok datang ke sini?" tanya Tita, segera menghampiri suaminya. "Menjemputmu," jawab Damian seadanya, senyum tipis pada istrinya. Saat Tita sudah di dekatnya, dia mengulurkan tangan untuk mengusap pucuk kepala wanita cantik dan menggemaskan tersebut. "Mau kencan denganku?" bisik Damian pelan pada istrinya. Awalnya Tita terlihat bingung. Namun, setelah konek dan paham apa itu kencan, dia langsung m
[Wajahmu mana? Aku ingin foto wajahmu, bukan cincin bebek.] Lisa tersipu malu membaca pesan dari suaminya tersebut. 'Ternyata masih Mas Sbastian yang sama dengan yang Mas Sbastian saat bulan madu.' batin Lisa Lisa seketika itu juga pindah ke ruangan kerjanya, lalu mengambil beberapa foto selfie dirinya. Karena ingin mendapatkan foto terbaik, Lisa mengambil selfie yang banyak. Namun, dari banyaknya foto yang dia ambil, hanya satu foto yang ia kirim ke suaminya. Foto tersebut terkirim dan sudah dilihat oleh penerima pesan, akan tetapi Sbastian sama sekali tak membalas pesan. Lisa sudah menunggu! "Kak, ada Kak Tita di depan," ucap salah satu staf Lisa, melapor padanya bahwa Tita datang ke toko. Karyawan lama Lisa memang sudah mengenal Tita, dan setiap Tita datang ke sini, mereka dengan sigap melapor pada Lisa. Lisa segera keluar dari ruangannya untuk menemui Tita. "Hai," sapa Tita dengan ceria, melambaikan tangan dan senyum cerah padanya. "Tita …." Lisa menyeru antu
"Menyenangkan, Ayah," jawab Lisa sambil senyum hangat. "Yah, terlihat dari wajah anak itu." Diego berkata sambil melirik ke arah putranya yang terlihat menampilkan wajah berseri-seri. "Wajahku kenapa, Yah?" tanya Sbastian, memicingkan mata ke arah ayahnya. "Ada bunga-bunganya," jawab Diego acuh tak acuh, "pergilah bawa istrimu beristirahat. Kalian baru sampai, pasti kalian masih kelelahan." "Baik, Yah." Sbastian menganggukkan kepala lalu membawa Lisa ke kamarnya. Mereka tidur untuk beristirahat, dan ketika Sbastian bangun, istrinya sedang video call dengan Tita. Hell! Tita lagi! Saat masih berbulan madu, Tita sering menghubunginya dan Lisa. Terus meneror hingga kini. "Tenang! Aku sudah siapkan oleh-oleh yang banyak buat kamu. Aku antarkan nanti," ucap Lisa, belum sadar jika suaminya bangun. Dia duduk di sofa, menghadap balkon kamar dan membelakangi ranjang. 'Aku saja yang jemput, Lis. Sekalian mau jumpa Ayah.' "Bilang saja kamu mau ketemu sama aku. Kamu rindu kan?"