Damian Asher Abraham! "Kau tinggal di mana?" tanya Jello tiba-tiba. Mendadak dia teringat pada istrinya yang sering keluar apartemen–tadi pagi. Sebelumnya, ibu-ibu di gedung tempat tinggal mereka, melabrak istrinya. Tita bersedekap di dada, merasa angkuh karena berhasil membuat Jello terdiam dengan ekspresi pucat pasi. "Di apartemen yang sama dengan kalian. Unit nomor 3**. Tapi karena si Karantina virus sering mengganggu suamiku, akhirnya kami pindah." "Kalian pindah?" reflek Catrina, mendadak gelisah mendengar Tita dan Damian pindah. "Yah." Tita menaikkan sebelah alis, menatap Catrina dengan ekspresi tengil. Maklum, Tita merasa jika dia sudah menang! "Kamu pikir, kamu godain Kak Damian, Kak Damian jadi suka ke kamu? Cih, enggak. Dia malah muak sama kamu," ucap Tita, lalu beralih menatap Jello. "Dan kamu, Bro. Kamu mengira dirimu ini Sasuke dan istrimu Sakura? Di mana-- meskipun kamu lagi cosplay jadi bang Toyib, istrimu tetap setia? No! Kamu salah besar. Saat kamu pergi,
"Eh, Tita, kamu mau ngapain?" tanya Lisa, menarik Tita saat melihat sahabatnya ingin menghampiri seseorang. Awalnya Lisa tak panik, akan tetapi melihat ekspresi Tita yang labrak-able, Lisa jadi cemas. "Aku mau balas dendam. Perempuan gatal ini sering genitin Kak Damian," balas Tita. Setelah dia di dekat Catrina, Tita langsung merampas sebuah bunga yang suami perempuan itu perlihatkan pada Catrina. Sebetulnya, Tita tidak tahu siapa pria ini. Namun, melihat pria itu mirip dengan Randi–anak Catrina, Tita yakin sekali jika pria ini suami Catrina. "Kamu apa-apaan sih?" ketus Catrina, menatap berang dan sinis pada Tita. "Aku peringatkan yah kamu. Jangan coba-coba menggatal ke suamiku, atau kamu akan tahu akibatnya, Janda!" ucap Tita dengan nada tegas, menatap tajam pada Catrina. Dia memang sengaja memanggil Catrina janda, agar-- jika benar pria itu suami Catrina, maka suaminya akan tersinggung dan bertanya-tanya kenapa Catrina dipanggil janda oleh Tita. Dengan begitu akan terbesit
"Ouh, pantas gelap," jawab Tita, membuka mata–di mana matanya langsung disuguhkan dengan kemewahan dari rumah barunya dan sang suami. Seketika itu juga kantuk yang melandanya hilang, matanya langsung terang benderang. Tita berniat turun dari gendongan Damian, akan tetapi pria itu melarang dan bahkan mempercepat langkah. "Kau tidak diperbolehkan berkeliling rumah," ucap Damian, tahu niat istrinya yang ingin dari gendongannya. Mempercepat langkah lalu membawa Tita buru-buru ke kamar mereka. "Yah, nggak asyik." Tita bergumam pelan. "Aku akan menemanimu berleliling, tetapi besok. Sekarang sudah tengah malam, kau dan bayi kita harus beristirahat," ucap Damian, menurunkan Tita di ranjang–setelah mereka sampai dalam kamar. Tita terdiam sejenak, dia dan langsung tidur karena tengah mengamati kamar ini dengan ekspresi kagum. Kamar ini sangat berbeda dengan kamar Damian tang ada di apartemen pria itu, juga berbeda dengan kamar suaminya yang ada di kediaman Adam. Kamar ini terkesan lebih l
"Aku mencintai Kak Damian." Damian terdiam sejenak, menatap Tita dengan ekspresi yang sulit diartikan. Begitu juga dengan Tita yang memilih diam, bersedekap di dada dengan menampilkan muka songong abis. Namun, tiba-tiba saja …- 'Ekhm.' Suara deheman terdengar dari handphone Damian. Seketika itu juga Tita tersadar jika suaminya sedang menelpon ayah mertuanya. Tita sudah hafal dengan suara mama dan ayah mertuanya! Ekspresi tengil Tita langsung hilang, berganti dengan wajah yang terpasang konyol dan malu. Dia buru-buru lari dari sana. Sedangkan Damian, kembali menempelkan handphone di telinga. "Sepertinya pembicaraan kita sampai di sini dulu, Ayah. Besok aku hubungi setelah kami di rumah baru," ucap Damian, mendadak kikuk dan gugup sendiri. Percayalah! Jantung Damian berdebar dengan sangat kencang, saking kuatnya Damian merasa bisa mendengar debaran jantungnya sendiri. Secara tipis-tipis, senyuman muncul di bibir Damian. Namun, dia berupaya menahan. Sejujurnya ini memaluka
Di sisi lain, Randi langsung memeluk ayahnya. Anak itu menangis karena takut pada orang-orang yang menjambak mamanya. "Papa, mereka jahat pada Mama," adu Randi, yang hanya tahu jika orang-orang jahat pada mamanya karena memukul dan menjambak mamanya. "Ouh, jadi kamu suami dari si gatal ini?" ucap salah satu ibu-ibu dengan pakaian santai yang elegan. Ibu-ibu yang ada di sini memang berasal dari kaum elit, mereka terbiasa berpenampilan anggun dan selalu menjaga image. Akan tetapi jika mengenai pelakor, mereka sama sekali tak peduli dengan image. Mereka bisa menjadi manusia paling bar-bar. Karena mereka seorang istri dan takut suami mereka juga terjerat dari pelakor. "Iya. Dan kenapa kalian bersikap buruk pada istriku?" ucap Jello, suami Catrina dengan nada marah dan tak terima. "Kalian bisa saya laporkan pada pihak berwajib," lanjutnya mengancam para ibu-ibu tersebut. "Kami tidak takut!" jawab seorang ibu yang terlihat lebih muda dari ketiga temannya. "Heh, istrimu ini
'Cih, Tita pasti mengira kalau Damian yang memelukku. Semoga setelah ini Tita marah pada Damian dan hubungan mereka berakhir buruk.' batin Catrina, diam-diam tersenyum setelah berhasil jatuh dalam pelukan Damian. Tita mengepalkan tangan ketika melihat hal tersebut, perasaan marah, kesal dan geram bercampur–menyatu dalam hati. Melihat sebuah meja, di mana di atasnya ada sebuah miniatur yang menjadi hiasan. Tita langsung menendang kaki meja dengan cukup kuat, membuat meja tersebut berakhir terjatuh dan membuat miniatur dari bahan kaca tersebut pecah. Prang' Suara pecahan terdengar nyaring, Damian mendorong Catrina dan reflek menoleh ke arah Tita. "Darling," panggil Damian pelan. Tita kembali menendang meja yang sudah tergeletak di lantai kemudian beranjak dari sana. Wajah Tita terlihat marah, dingin dan dengan mata tajam. Namun, setelah jauh dari Damian–setelah di lorong menuju kamar, Tita langsung melompat-lompat kesakitan. "Kakiku kakiku kakiku!" ringisnya, berhenti me