"Kapan kau akan menikahi pacarmu?" tanya Diego pada putranya, di mana dia dan Sbastian sudah tiba di rumah. Saat ini mereka sedang duduk bersantai di halaman samping, menikmati malam yang sejuk dengan ditemani oleh kopi panas. Mereka memang sering menghabiskan waktu–seperti ini, bahkan sudah menjadi kebiasaan. Namun, Tita kurang suka. Anak itu sering mengurung diri dalam kamar atau memilih melakukan renovasi dadakan di taman belakang atau genteng. Yah, Diego akui putrinya sangat aneh. Tapi Diego sangat menyayanginya. "Ck." Sbastian reflek berdecak, menatap datar ke arah ayahnya. Hell! Ini semua karena Tita. Mulut adiknya tersebut-- benar-benar bisa mendatangankan bencana padanya. "Aku tidak ingin menikah. Aku masih ingin menikmati kebebasanku, Ayah. Aku belum bisa bertanggung jawab untuk orang lain, untuk sekarang aku hanya bisa bertanggung jawab untuk hidupku sendiri," jawab Sbastian dengan bijak, menahan kesal pada Tita. Ini semua gara-gara Tita! "Jika kau tahu kau belum b
"Jadi kalian … mau menikah diam-diam yah? Lisa, Kak … kalian …-" Lisa menatap panik bercampur takut pada Tita. "Nanti a-aku jelasin ke kamu, Ta," cicit Lisa, mendekat pada Tita. Sedangkan Sbastian, dia tetap terlihat biasa saja. Itu karena dia merasa tak harus mencampuri urusan para bocah ini. "Kita pulang," ucap Sbastian, menggandeng tangan Tita lalu menariknya dari sana. Lisa mengikuti, berjalan kikuk dengan tubuh yang masih terasa kaku. "Lisa," panggil Luis tiba-tiba, sayangnya Lisa mengabaikan. Bunga terus mengamati, memperhatikan Sbastian yang sepertinya sangat mencintai adiknya. 'Jangan-jangan Lisa ingin dinikahi oleh kakaknya Tita, itu karena Lisa dekat dengan Tita. Berarti kalau aku dekat dengan Tita, kemungkinan aku bisa menikah dengan kakaknya bukan?' batin Bunga, tersenyum tipis karena membayangkan dia menikah dengan kakaknya Tita. Pria itu sangat tampan dan juga mempesona. Siapa yang tak jatuh hati padanya? Namun, dia harus mencari cara untuk menyingkirkan Lisa
Awalnya dia menemani Damian yang sedang bekerja, tetapi tiba-tiba saja Damian meminta Tita untuk mengupas lemon untuknya lalu menyiapkan bumbu rujak sekaligus. Ah yah, Kakaknya dan Lisa sudah pulang. Sejak tadi Tita bertanya-tanya kenapa Damian tiba-tiba meminta lemon dan bumbu rujak? Aneh rasanya, mengingat Damian sangat anti makanan masam dan anti makanan yang terlalu pedas juga. Karena penasaran Tita mencari tahu, dan dia baru tahu jika seorang suami bisa mengidam. Damian menatap istrinya lalu tersenyum meringis, merasa tak enak karena takut Tita marah. Istrinya sangat ingin merasakan ngidam sehingga setiap kali Tita ingin sesuatu, dia selalu bertanya apakah dia sedang mengidam atau tidak. Contah, saat Tita ingin melihat kakanya menikah. Sayang sekali, malah Damian yang merasakan hal yang ingin istrinya tersebut rasakan. "Kau tak apa-apa jika aku yang …-" Sebelum ucapan Damian selesai, Tita lebih dulu menggelengkan kepala secara kuat. "Nggak apa-apa dong, Kak."
Setelah kakaknya pergi, Tita kembali senyum lebar ke arah Lisa, membuat sahabatnya tersebut terlihat kikuk dan gugup. "Gimana? Kamu sama Kak Sbastian sudah sejauh apa?" tanya Tita santai, menaik turunkan alis untuk menggoda Lisa. Lisa berdecak pelan, memukul pundak Tita dengan lembut, "enggak yah. Aku sama kakak kamu tak punya hubungan. Kan tadi sudah Pak Sbastian bilang kalau kami tuh tak sengaja ketemu." "Pak? Panggil kang mas dong. Kan bentar lagi Kak Sbastian bakal jadi suami kamu," jawab Tita santai, "dibiasakan yah, Neng," lanjutnya. Lisa bergidik ngeri mendengar penuturan Tita, menatap malu pada sahabatnya tersebut. Bagaimana tidak? Tita terus saja menggodanya dengan Sbastian. Terlebih kakak sahabatnya ini sangat tampan dan mempesona. Hati Lisa semakin tak tahu diri. Malu-malu tapi kepengen! Mulutnya mengatakan agar Tita berhenti menjodoh-jodohkannya dengan Sbastian. Akan tetapi hatinya menyeru agar Tita terus menerus mencomblangkan dia dengan Sbastian. Namun, menging
"Maafkan aku, Pak. Maaf …," ucap Lisa pada Sbastian, di mana saat ini dia dalam mobil pria itu dan berniat pulang. "Hum." Sbastian berdehem singkat, "ah, bagaimana jika aku membawamu ke rumah Tita? Beberapa hari ini Tita tidak diperbolehkan keluar oleh suaminya, dia pasti kesepian. Kalau kau datang, dia pasti sangat senang," ucap Sbastian kemudian, terkesan tak peduli pada masalah yang tadi. Lisa menganggukkan kepala. Sebenarnya dia ingin menolak karena sudah lelah habis berbelanja. Ingin rasanya dia istirahat. Namun, mengingat tadi pria ini menyelamatkannya, Lisa tak enak menolak. Pada akhrinya Sbastian membawa Lisa ke rumah mewah milik sahabatnya. Lisa sangat takjub dan kagum melihat rumah besar suami Tita. Namun, bukankah ini wajar dan tak mengejutkan lagi? Suami sahabatnya saja anggota keluarga Abarham paling berpengaruh–Damian Asher Abraham, CEO dari Tamago Resort. "Akhirnya kau datang." Setelah mereka masuk dan berada di ruang utama yang sangat luas, mereka disambut o
"Calon suami?" Luis mengerutkan kening, menatap tak percaya bercampur kesal pada Lisa, "ck, jangan berbohong, Lis. Kau tahu kan aku tidak suka perempuan yang suka berbohong." Lisa hanya diam karena terlanjur takut pada Sbastian. Kebohongannya sepertinya menjadi boomerang untuknya. Sbastian sepertinya marah dan dia tak bisa melanjutkan kebohongan ini. Salahnya karena memilih berbohong dan siapa yang tak risih dikenalkan sebagai calon suami?! Mungkin setelah ini Sbastian akan memarahinya. "Sbastian Saman, calon suami Lisa Akira," ucap Sbastian memperkenalkan diri secara tiba-tiba dan mengejutkan, mengulurkan tangan ke arah Luis untuk berjabat tangan. Lisa reflek mendongak ke arah pria di sebelahnya, sangat terkejut dan Kat percaya jika Sbastian menolongnya. Yang membuatnya sangat takjub adalah Sbastian inisiatif membantu tanpa dikode ataupun diminta oleh Lisa. Padahal, sebelumya Lisa sangat panik. Namun, sekarang dia kembali percaya diri–entah kenapa sangat senang secara bersam