Selamat Membaca, MyRe.
"Berliannya kurang besar?" tanya Sbastian santai, akan tetapi membuat Lisa membelalak lebar dan buru-buru menggelengkan kepala. "Bukan begitu," ucap Lisa dengan nada kikuk, kemudian mendekat pada Sbastian untuk membisikkan sesuatu, "harganya kemahalan. Ganti saja, Pak," bisiknya malu bercampur panik. "Ouh." Sbastian ber oh ria, "saya ambil ini," ucap Sbastian kemudian pada pelayan toko, membuat Lisa melebarkan mata karena malam mengambil cincin yang menurutnya terlalu mahal. Selanjutnya Lisa hanya diam karena sudah terlanjut panik dengan harga cincin pernikahannya yang menurutnya terlalu mahal. Memang bagus dan cantik, tapi kemahalan bagi Lisa. "Kau ingin membeli sesuatu?" tanya Sbastian, di mana saat ini dia dan Lisa berniat pulang. Lisa langsung menggelengkan kepala, menatap tegang ke arah Sbastian. 'Kurasa kalau jantung sama kedua ginjalku kujual, itu nggak akan bisa menebus cincinnya.' batin Lisa, masih kepikiran dengan cincin yang terlalu mahal. "Tita sangat suka berbe
"Tita, kamu diam deh." Lisa berkata judes, terlanjur malu. Tita menaik turunkan alis sambil menatap jahil pada Lisa, hal tersebut membuat Lisa makin merah padam karena salah tingkah. Untungnya Sbastian datang, setelah sebelumnya menghajar habis Luis. "Kau tidak apa-apa?" tanya Sbastian pada Lisa, tak sadar jika adiknya ada di sana. Tita seketika memicingkan mata, menatap kakaknya dengan kepala miring dan tangan yang berkacak pinggang. "Wah, apakah aku angin tidak terlihat? Atau bebatuan yang seharusnya diabaikan?" ujar Tita dengan niat menggoda sang kakak dan Lisa. 'Tita, kamu bisa diam nggak sih? A-aku deg degkan tahu.' batin Lisa, menatap berang ke arah sahabatnya yang sangat suka menggoda dan jahil padanya. "Ouh, Dek. Kau tidak apa-apa?" tanya Sbastian pada adiknya. "Aku nggak apa-apa, Kak," jawab Tita cengengesan sambil mendorong Lisa cukup kuat ke arah kakaknya. Hal tersebut membuat Lisa berakhir menabrak dada bidang Sbastian. Mata perempuan itu membelalak leb
Yang dia ingin lihat adalah kesedihan perempuan ini, karena jika Lisa sedih mendengarnya itu berarti Lisa masih mencintainya. "Tapi kamu tidak akan bisa mendapatkan Tita." Lisa berkata dengan nada geli. "Kenapa? Aku tampan dan kaya raya." "Hehehe …." Lisa tertawa lagi, merasa kalau Luis semakin konyol, "sekaya apa sih kamu sampai pede banget bisa mendapatkan Tita? Dan kamu berpikir bisa melebihi suaminya gitu? Ya nggak mungkin lah. Orang perawatan rumput di taman halaman rumah mereka saja, jauh lebih besar dibandingkan pendapatan kamu selama satu bulan. Jadi nggak mungkin, Luis. Udah deh, mending kamu bangun, habis itu cuci muka dan gih … nambah skill mu, siapa tahu suatu saat kamu bisa kaya beneran." Brak' Luis memukul meja karena tak terima mendengar perkataan Lisa. "Jangan menghinaku. Aku memang kaya raya, Om ku seorang direktur kedua di sebuah perusahaan ternama di kota ini. Ayahku manager dan ibuku punya butik." "Iya in deh." Lisa berkata santai, meraih gelasnya dan berni
Hari ini Tita dan Lisa jalan-jalan bersama, seperti sebelumnya mereka suka nongkrong di cafe dan tak jauh dari kantor Damian. Tita memang sengaja memilih cafe tersebut karena dekat dengan kantor suaminya, selain itu agar kakaknya mudah menjemput mereka. Setelah hari itu, di mana Lisa dan ayahnya–Diego berbicara, akhirnya pernikahan Lisa dan Sbastian ditentukan. Mereka akan menikah dalam waktu dekat, bulan depan. Persiapan secara tipis-tipis sudah dilakukan, mulai dari fitting baju pengantin dan undangan pernikahan. Hanya cincin pernikahan yang belum. Dan nanti sore, rencananya Sbastian maupun Lisa akan mencari cincin pernikahan. "Umm … Ta, sebenarnya aku mau ngomong sesuatu sama kamu. Tentang Lui--" Lisa ingin sekali mengatakan sesuatu pada Tita, sesuatu hal penting yang menurutnya harus ia beritahu pada Tita. Ini mengenai Luis, perasaan pria itu dan sesuatu yang baru ia sadari beberapa hari ini! Sayangnya, sebelum ucapannya selesai tiba-tiba saja Bunga dan Luis datang. "Lisa,
"kenapa Tuan datang ke sini?" "Memangnya tidak boleh?" tanya Raymond, menoleh sejenak ke dalam ruangan Diego. "Ruanganmu seperti kapal pecah." "Ah, itu … Tita habis dari sini," jawab Diego tak enak. "Ada apa Tuan kemari?" tanyanya lagi, mengulang kembali pertanyaan sebelumnya. "Aku barusan dari perusahaan Damian, dan kami pulang bersama. Karena Tita di sini, Damian ingin sekalian menjemputnya," jawab Raymond, "di mana Tita?" "Di mana Damian?" Ucap keduanya secara bersamaan, di mana Raymond bertanya di mana menantunya dan begitu juga dengan Diego, bertanya di mana menantu kesayangannya. "Tita ada di belakang-- astaga, aku harus cepat-cepat ke sana. Tunggulah di sini, Tuan. Aku harus memeriksa Tita, Tuan," ucap Diego cepat, bergegas ke halaman belakang untuk melihat kondisi putrinya. Alih-alih menunggu di sana, Raymond memilih ikut dengan Diego. *** "Tita!" teriak Diego pada putrinya, setelah di halaman belakang dan melihat putrinya tengah mencat ulang tembok halaman belak
"Kalau boleh tahu, kau ingin konsep pernikahan seperti apa?" Sbastian tiba-tiba bersuara, membuat Lisa mendongak dan reflek menatap terkejut pada Sbastian. Deg deg deg "Kon-konsep?" tanya Lisa dengan nada gugup, menatap Sbastian dengan raut muka tegang. Pria ini tiba-tiba bertanya tentang konsep pernikahan, apa pria ini setuju menikah dengannya? "Pak Sbastian bersedia menikah denganku?" tanya Lisa ragu. "Humm." Sbastian menganggukkan kepala. "Tapi …-" Lisa meremas tangan sendiri, dia benar-benar gugup sehingga dia tak berani bertanya lagi. Padahal dia sangat ingin tahu kenapa Sbastian tiba-tiba ingin menikahinya? "Aku tahu kau tidak ingin menikah denganku, tapi kuharap kau tidak menolak," ucap Sbastian, Lisa menatap pria itu dengan raut muka gelisah, "kau tidak perlu khawatir tentang hal apapun. Setelah kau menjadi istriku, hidupmu akan menjadi tanggung jawabku. Aku juga akan melindungimu dari mantan pacarmu." "Baik, Pak," jawab Lisa pada akhrinya. Baiklah, katakan Lisa mudah