Benar juga yang dikatakan Mama. Tak dapat kupungkiri bahwa aku masih membutuhkan Mas Kun, terutama untuk kasus ini. Setidaknya, sampai aku berhasil lolos dari penyelidikan polisi.
“Bagaimana, Nita? Apa kamu mengerti, sekarang?” tanya Mama, ketika melihatku tengah menimbang-nimbang.
Namun hati ini masih merasa kesal padanya. Ia tak mau mengungkap kedekatannya dengan Renata, hatiku masih penasaran. Kutinggalkan saja Mama di ruangan, menuju ruangan Irene.
Hari ini pengumuman lolos seleksi, Madame telah mengirimiku e-mail dini hari tadi. Aku belum membacanya, dan menyerahkan tugas itu pada Irene. Semua karyawan yang kutemui, menatap ketika aku berjalan di sepanjang koridor kantor. Sebagian ada yang mundur ketika aku melewati mereka, sebagian lagi malah berbisik-bisik. Gosip memang cepat menyebar. Pasti mereka sudah tahu berita jam tanganku ditemukan di lokasi tewasnya Renata.
“Gak usah berlebihan, gue bukan pembunuh!” tegasku pada Iren
Dalam hitungan detik, mereka memborgol tanganku. Rey mengikuti kemana polisi membawaku pergi, ia tampak mengkhawatirkanku.*Ruangan ini sempit dan gelap, aku dibiarkan duduk seorang diri dengan segelas kopi di atas meja. Entah mengapa, lama sekali menunggu mereka datang. Aku ingin segera diinterogasi, tak tahan terlalu lama di ruangan pengap ini.Teringat nasihat Rey sore tadi, saat kami berhadapan dengan jarak yang sangat dekat— sebelum dia menunjukkan letak salad buah dari Mama Mira.“Berita sudah tersebar kemana-mana, mungkin sekarang polisi tengah datang kemari untuk menangkapmu,” ucapnya seraya menggenggam kedua tanganku. Jujur, aku terbawa perasaan saat Rey melakukannya.“A—apa yang harus kulakukan jika mereka datang?” tanyaku, gugup akibat tingkah Rey yang tak biasa.“Atur napas, dan tetap tenang. Ketika tim penyidik mengiterogasimu, mereka biasanya punya banyak pertanyaan menjebak, yang akan
“Sa—saya ….”Kenapa sulit sekali menghadapi mereka. Aku mati gaya dan salah tingkah untuk beberapa saat. Bagaimana caranya menjelaskan, agar mereka percaya padaku? Dari tadi pun, mereka tak mau mempercayai setiap jawabanku.“Nona, Anda lihat sendiri bukti rekaman CCTV ini. Kau memakai jam tangan ini pada pagi hari. Menjelang siang, korban datang ke kantor Anda. Dan pada malam harinya, korban tewas ditusuk. Jam tangan Anda ditemukan di lokasi kejadian. Benar begitu urutan kejadiannya?” Juna tak henti bertanya.Danis mengembalikan laptopnya ke posisi semula, ia bersiap untuk mengetik jawabanku.“Saya tak ingat memakai jam tangan pada hari itu. Tapi baiklah, karena rekaman CCTV memperlihatkan saya memakainya. Benar pagi itu saya bersama supir, sarapan di kedai Morning. Lalu menjelang siang Renata datang ke kantor. Setelah dia pulang, kami tak berhubungan lagi. Saya langsung pulang ke rumah setelah pulang dari
“Aku yakin telah menjawab dengan tepat, Rey. Tapi mereka tak akan percaya jawabanku. Mereka punya rekaman CCTV yang membuktikan aku memakai jam tangan itu di hari kejadian, sementara sebelumnya aku menjawab tak pernah memakai jam tangan itu lagi. Ditambah, Mama Mira memberikan keterangan palsu yang.” Moodku kembali ciut jika tering memberatkanku at hal itu.“Mama Mira—?”Rey menghentikan bicaranya, dan terlihat bingung beberapa saat. Sepertinya, dia salah bicara, memanggil ‘Mama’ kepada Mama Mira, seharusnya ia panggil ‘Nyonya’.“Eum, maaf. Aku jadi ikut-ikutan manggil ‘Mama’. Menurutku, penyidik itu hanya berbohong saat menceritakan keterangan dari Nyonya Mira. Itu salah satu trik untuk menyudutkanmu, agar kau mau mengaku.”“Dari awal hingga akhir penyelidikan, aku tetap dengan jawabanku, bahwa aku berada di rumah ini pada malam kejadian. Meski mereka memaksaku untu
Mereka lekat menatapku. Aku ingin tahu bagaimana respon Juna dan Helen setelah kuceritakan tentang kesaksian Lexa pada malam kejadian.“Semua bukti mengarah kepada Anda, Nona,” ucap Juna seraya menyondongkan badan ke arahku, tangannya terlipat di atas meja, tatapannya begitu sinis.“Oh ya? Kalian hanya punya rekaman CCTV dari kedai Morning, yang hanya memperlihatkanku tengah memakai jam tangan itu. Tapi, apakah kalian punya rekaman CCTV yang memperlihatkanku tengah menusuk Renata, hah?” Aku menantang mereka.Juna tertawa kecil, ia seolah menganggapku bodoh. “Anda dikenai pasal pembunuhan berencana, Nona. Sebelum membunuh, Anda telah merusak semua kamera CCTV di kamar 305. Iya, kan?” Ia menyeringai.Napasku memburu, sungguh membuatku emosi! Aku merasa dipermainkan. Jika kulihat dari ekspresi mereka, sebenarnya mereka pun tahu aku tak bersalah.&
“Itu barang bukti, Nona. Kami tak bisa menyerahkannya—” ucap Helen.“Sstt ….” Potong Mas Kun. “Istriku akan membawa diary itu!”Juna dan Helen berpandangan. Mereka tampak menimbang perintah Mas Kun. Tiba-tiba, Danis—penyidik yang kemarin mencatat setiap jawabanku ketika diinterogasi—masuk. Ia mengatakan bahwa aku boleh membawa diary ini.“Tidak ada yang tahu perihal diary itu kecuali kita yang ada di sini,” kata Danis. “Bukti yang sudah terekspos hanya jam tangan.”“Atasan kita? Pasti dia sudah tahu, kan?” tanya Helen ragu. Sementara Juna hanya diam saja.“Tidak! Diary itu, aku yang menemukan. Dan langsung kusimpan dalam tas, tak masuk laporan penemuan barang bukti,” jawab Danis.Juna mengernyitkan dahui. “Kenapa kau tak melaporkannya?”“Entahlah, aku merasa tak perlu. Lagipula, korban meninggal ka
“Ada hubungan apa sebenarnya kau dengan Mama Mira?” tanyaku, penasaran karena jawaban Rey kontras dengan pernyataan Mama Mira kemarin. Mama bilang, Rey bukan anak itu.Rey tak menjawab, perhatiannya sibuk pada buku diary Renata. Ia tampak mengernyitkan dahi saat membaca kode angka di sana, mungkin karena tak mengerti. Aku yang masih penasaran dengan hubungan Rey dan Mama Mira, merasa tak enak untuk tetap bertanya. Rey begitu serius memecahkan kode angka itu.“Ini bukan kata sandi yang umum. Sepertinya hanya Renata yang tahu artinya,” gumamnya sambil mengetuk-ngetuk telunjuknya ke diary.“Aku pernah menulis diary dengan kode-kode angka, Rey. Misalnya, angka satu sebagai huruf A, angka dua sebagai huruf B,” kataku.Rey menyerahkan diary itu padaku. “Coba artikan,” titahnya, seolah ikut penasaran.“Di sini tertulis angka (12)(21)(24) -61(19)89(15)(14)-(19)(20)(15)(18)5, itu artinya Lux Fashion Stor
Lexa memasang muka cemas, ia memang seperti itu, mudah terusik jika ada hal mengganggu. Aku meyakinkannya untuk percaya bahwa semuanya akan baik-baik saja.“Apa yang seharusnya kita lakukan, Nona?” Maura ikut bertanya. “Kemarin, salah satu anak buahku menemukan kiriman bangkai ayam di depan gedung ini, saat ia datang di pagi hari.”“Bangkai ayam lagi? Oh, Willy …. Jika kau memang serius ingin menghabisiku, cepatlah datang menghadapku! Jangan hanya beraninya mengirim teror terus-menerus!” Aku menggeram dalam hati.Berusaha bersikap tenang di hadapan mereka, aku memasang senyum palsu. “Oke, aku harap kalian tak terpancing ancaman itu. Ayo, kembali bekerja,” kataku.“Nona, apa kau tidak terganggu dengan ancaman itu? Jika ada sesuatu, atau kau butuh bantuan, bicaralah,” cetus Irene. Ia dan yang lainnya tampak mengkhawatirkanku.“Tahun depan, Lux Fashion Store diprediksi akan menja
“Persetan dengan Lux Fashion Store! Aku ke sini untuk mengantar istriku tercinta. Bukan untuk mendengarkan ceritamu,” ucap Mas Kun setengah membentak.Madame sontak terdiam, ia pasti terkejut menerima respon Mas Kun. Aku tertawa puas dalam hati. Salahnya sendiri, terus-menerus menyinggung orang yang telah mati! Mas Kun paling tak suka hal itu.“It’s okay, Honey. Aku malah tertarik dengan ceritanya,” ucapku pada Mas Kun, sambil mengusap punggung tangannya. Kemudian, pandanganku beralih ke Madame, kupasang muka serius. “Madame, can you tell me more about Lux Fashion Store, please?”Seperti biasa, jika sedang malu, ia menyelipkan rambut ke belakang telinga. Kemudian mendelik sinis selama sepersekian detik, lalu tertawa akrab dengan menutupi mulut menggunakan telapak tangannya. “I think, it’s enough. Kau bisa datang sendiri ke sana untuk melihat-lihat, bukan? Atau … kau tak berani karena minder