Share

Bab 15

Author: Yerin Anindya
Demi menghindari gosip yang aneh-aneh, aku dan Raynard sengaja atur waktu agar tidak datang bersamaan saat masuk dan pulang kantor. Kami bahkan memilih jalan berbeda.

Ketika aku baru keluar dari lift. Aku melihat Clarissa dan Raynard masuk ke kantornya. Clarissa memperlihatkan senyum kemenangan ketika menatapku.

Sungguh kekanak-kanakan. Hidupnya terlalu hampa hingga menjadikanku musuh imajiner.

Davin menyerahkan sebuah dokumen padaku. Begitu aku buka, ternyata itu adalah kontrak sewa stan pameran di Bandara Pelagosa.

"Bu Ranaya, Pak Shane minta kamu luangkan waktu buat telepon dia untuk bicarakan soal penyambutan Pak Raynard ketika sampai."

Begitu mendengar Shane menyuruhku menelepon, aku langsung bisa menebak apa yang ingin dia katakan.

Aku menerima dokumen itu. "Oke. Aku akan hubungi dia."

Begitu menutup pintu, aku mengeluarkan ponsel, dan memikirkan cara terbaik untuk menghadapi Shane.

Shane adalah orang yang sulit dihadapi. Makin ke sini, ucapannya makin kelewat batas.

Walau aku menolak, tetap harus pikirkan martabatnya. Lagi pula, pameran tahunan di Bandara Pelagosa bukan kerja sama jangka pendek. Tidak bisa asal membuat keributan dengannya.

Sebelum menelepon Shane, aku mempersiapkan mentalku.

Begitu suara Shane terdengar dari ujung telepon, nada suaranya begitu santai. "Halo, teman lama. Kontraknya sudah sampai, ya?"

"Sudah, Pak Raynard juga sudah tanda tangan. Nanti kontraknya akan aku kirim ke kamu."

"Kamu memang bisa diandalkan. Aku suka kerja sama denganmu."

"Kamu memang luar biasa. Andai semua rekan kerja seperti kamu, dunia kerja pasti sudah jauh lebih efisien."

Dari ujung telepon, terdengar suara tawa gembira Shane.

"Kamu memujiku? Kita ini teman lama, tidak perlu basa-basi. Belum ketemu saja sudah seperti ini, nanti aku ajak kamu minum di Bandara Pelagosa. Tidak mabuk tidak pulang."

Mulai lagi dengan ide memaksaku mabuk. Namun, dia tidak tahu. Di keluargaku, baik perempuan atau pria, semuanya jago minum.

Aku tersenyum samar dan menjawab, "Walau kamu tidak bahas soal minum, Pak Raynard juga berniat mengajakmu. Dia bilang harus berterima kasih atas diskon yang kamu berikan."

"Haha." Di tertawa. "Pak Raynard terlalu sopan. Tapi, soal terima kasih, harusnya dia terima kasih padamu. Tanpa kamu, mana mungkin dapat diskon ini? Karena menghormatimu, aku kasih perlakuan khusus. Ranaya, menurutmu, aku tulus, tidak?"

"Tulus. Tentu saja tulus. Persahabatan kita itu seperti lagu yang kita nyanyikan bersama di pesta kelulusan. Abadi selamanya."

"Omonganmu bagus sekali."

Tanpa menggu Shane melanjutkan omong kosongnya, aku balik berkata, "Davin bilang kamu suruh aku menghubungimu buat atur penyambutan Pak Raynard waktu tiba di sana."

"Ya, memang benar."

Shane butuh waktu dua detik sebelum menjawabku. Dari nada suaranya, aku langsung tahu bahwa alasan ini cuma akal-akalan agar aku menghubunginya.

Shane mulai menanyakan jumlah dan daftar orang yang ikut. Lalu, mengatur mobil mewah untuk antar jemput dan menyiapkan penginapan. Meski nomor kamar belum ditentukan, Shane berjanji akan mengabari lewat WhatsApp begitu nomor kamar ditentukan.

Setelah urusan pekerjaan selesai, aku hendak menutup telepon. Namun, Shane memainkan peran sebagai pria malang dalam pernikahan yang gagal.

"Ranaya, tidak tahu apa kamu punya perasaan seperti ini. Aku rindu masa kecil kita. Rasanya sangat bahagia waktu itu."

"Sekarang juga semuanya sangat baik. Kamu punya karier yang sukses dan keluargamu bahagia. Aku lihat foto pernikahanmu di media sosial. Istrimu sangat cantik. Dia lebih muda dari kita, ya?"

Shane menghela napas. "Oh. Meski terlihat harmonis, pahitnya hidup hanya diri sendiri yang tahu."

Aku barusan hendak menyela untuk menutup telepon, tetapi Shane tidak kasih aku kesempatan bicara.

"Istriku lebih muda lima tahun dariku. Sifatnya seperti anak kecil."

"Kalau dulu tahu setelah menikah harus tiap hari membujuk dia, mati pun aku tidak akan memilihnya. Benar-benar terlalu kekanak-kanakan. Memang paling cocok itu yang seumuran, lebih mudah diajak bicara dan pola pikirnya juga lebih dewasa."

"Seperti mengobrol denganmu, membuatku sangat nyaman."

"Ranaya, kamu tahu tidak kenapa aku suka mengobrol denganmu?"

Ketika Shane masih mengoceh, aku gunakan kesempatan untuk kirim pesan WhatsApp ke Davin.

[Davin, tolong ke kantorku dan panggil aku buat rapat.]

"Ranaya."

Shane mulai lagi memainkan peran pria penuh perasaan. Aku muak mendengarnya.

"Sekarang, dihatiku..."

Namun, saat itu, Davin membuka pintu dan berkata dengan tegas, "Bu Ranaya, Pak Raynard panggil Ibu buat rapat."

Seperti yang kuduga, Shane langsung terdiam.

"Oke, aku tahu." Aku berkata pada orang yang sedang aku telepon, "Shane, barusan kamu bilang apa?"

Shane terdiam sejenak. "Oh. Bukan apa-apa. Kamu lanjutkan saja pekerjaanmu."

Aku tersenyum palsu dan menjawab, "Oke. Aku rapat dulu."

"Oke, selamat bekerja."

"Oke. Sampai jumpa." Aku menutup telepon dan menghela napas panjang.

Sebelum Davin pergi, dia menatapku dengan sinis dan memberiku peringatan.

"Kalau sudah di dekat Pak Raynard, jaga sikapmu. Jangan buat Pak Raynard marah. Kamu tanggung sendiri konsekuensinya."

Aku tahu Davin memandang rendah aku. Dari hari pertama kami kenal, dia sudah tahu aku orang seperti apa.

Di matanya, aku cuma perempuan yang menjual diri demi uang. Wanita seperti aku mungkin sudah terlalu sering muncul di sekitar Raynard. Di matanya, akhir perempuan sepertiku sudah bisa ditebak dari awal. Cepat atau lambat aku akan ditinggalkan.

Wajar saja kalau dia meremehkanku.

Namun, aku tetap tersenyum dan mengucapkan terima kasih. "Terima kasih atas nasihatmu, juga atas bantuan barusan."

"Apa?"

Davin terkejut. Dia tidak menyangka aku bersikap seperti itu.

"Kejadian barusan, tolong jangan kasih tahu dia."

Davin menatapku dalam-dalam dan pergi.

Aku juga tidak terlalu yakin apakah Davin akan merahasiakannya. Namun, aku berharap aktingku barusan cukup menyakinkan dan Davin bersedia membantuku sekali ini.

Tidak membiarkan Raynard tahu bahwa Shane terus menggodaku. Ini juga memberiku sedikit ruang untuk bertahan.

Kalau di matanya aku cuma perempuan yang pandai menggoda dan hanya mengandalkan tubuh demi keuntungan. Cepat atau lambat aku akan membuatnya muak.

Namun, kalau aku asisten yang kompeten, tahu kapan harus maju dan mundur, bisa bantu dia dalam pekerjaan, mungkin rasa bosannya akan tertunda.

Tujuanku adalah keluar dengan selamat, bukan menambah musuh baru.

Pekerjaan di Aerotek Elang Perkasa stabil dan punya prospek bagus. Gaji dan tunjanganku bahkan termasuk tiga besar di Kota Ranakarta. Buat aku yang tidak bisa mengandalkan keluarga, punya pekerjaan mapan dan bergengsi adalah kunci bertahan hidup.

Setelah aku menghubungi jasa pengiriman, pintu kantor pun diketuk.

"Silakan masuk."

Begitu pintu terbuka, Clarissa masuk sambil tersenyum penuh kemenangan.

Clarisa memang datang untuk pamer, dia bahkan merapikan pakaian dan membetulkan rambut di hadapanku dengan santainya. Dia pun melangkah masuk dan berkata dengan penuh kemenangan, "Bu Ranaya, tampak sibuk, ya?"

Aku memasukkan kontrak sewa ke dalam map, lalu meletakkan di meja samping.

"Bu Clarissa, silakan duduk."

Clarissa duduk di sofa dan menyilangkan kakinya dengan anggun.

“Di tempatmu, air minum saja susah di dapat. Jangan-jangan kamu kesal karena aku sama Pak Raynard terlalu lama, ya?"

Aku tersenyum samar, lalu berdiri dan mengambilkan minuman untuk dia.

"Bu Clarissa, silakan minum."

Clarissa melirik gelas itu. "Aku mau minum teh."

Aku tahu kalau dia sengaja. Namun, aku tetap sabar dan pergi membuatkan teh untuknya. Ketika aku membawa teh, dia pun menyela. "Apa ada kopi? Aku tidak minum teh kalau pagi."

Aku menatapnya dan dia pun membusungkan dada, seolah-olah menantangku. "Apa kamu kira Raynard suka padamu? Orang yang dia suka bukan kamu. Wajahmu mirip sama pacar pertamanya.

Sejujurnya, kamu cuma jadi pengganti. Jangan kira dirimu memesona.

"Apa kamu tidak pernah terpikir, saat dia tidur denganmu, mungkin saja dia membayangkan kamu sebagai mantannya?"

Kalimat itu terlalu tiba-tiba. Aku tidak tahu harus berkata apa.
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Jatuh di Pelukan Bos Berbahaya   Bab 50

    Raynard tidak melepaskan mangkuk dan bersikeras. "Selama belum keluar dari rumah sakit, tetap saja pasien."Melihat kemesraan mereka berdua, aku pun membalikkan badan, dan pura-pura membereskan barang.Sebenarnya, tujuan Raynard memamerkan kemesraan di depanku adalah untuk menghilangkan kecurigaan Maura.Aku berdiri di ujung ranjang dan menatap mereka berdua dengan tatapan merestui. Maura sepertinya tidak curiga terhadap reaksi aku yang tampak tulus.Setelah Maura selesai makan malam, Raynard memutuskan untuk menemaninya di rumah sakit. Aku berjalan keluar dari ruang rawat bersama Davin.Di lorong, Davin bertanya padaku, "Tidak marah?"Aku menoleh dan memperlihatkan ekspresi terkejut. "Marah soal apa?"Davin menatapku sambil menilai situasi dan mencoba membaca ekspresiku, tetapi tidak menemukan sesuatu yang mencurigakan. "Aku cuma mau mengingatkanmu, jangan lupa siapa dirimu sebenarnya.""Haha." Aku tertawa getir. "Terima kasih atas peringatanmu. Tapi kamu juga tahu, sejak awal aku mel

  • Jatuh di Pelukan Bos Berbahaya   Bab 49

    Perasaan pria terhadap sosok pujaan hatinya memang berbeda. Di mata Raynard sekarang, aku hanyalah seseorang yang bisa dipanggil sesuka hati dan disingkirkan kapan pun dia mau.Setelah merapikan kotak makan, aku bersiap pulang. Tidak ada gunanya menjadi penghalang.Aku memberi tahu Raynard. "Pak Raynard, aku pulang dulu."Raynard masih sempat mengingatkan soal menu makanan, menyuruhku untuk masak sesuai daftar, dan menghindari bahan-bahan yang tidak bisa dimakan Maura.Aku berjalan ke sisi ranjang. Meski Maura memberi kesan akrab seperti seorang teman, aku tak bisa benar-benar memperlakukannya seperti itu. Raynard pasti tidak akan mengizinkannya."Bu Maura, kamu istirahat baik-baik. Aku pergi dulu."Maura perhatian padaku. "Kamu ke sini sendirian? Bagaimana kalau suruh Raynard antar pulang?"Raynard menatap ke arahku. Aku segera berkata, "Tidak perlu. Aku bawa mobil."Begitu aku keluar dari kamar, terdengar suara lembut Raynard dari dalam. "Kamu mau minum tidak?"Aku menutup pintu. Kel

  • Jatuh di Pelukan Bos Berbahaya   Bab 48

    "Raynard. Semua ini salahku. Jangan salahkan dia." Maura berkata sambil memalingkan wajah. Matanya bahkan menjadi merah.Raynard memberikan semangkuk bubur kepadaku dan berkata dengan nada kesal, "Masak bubur saja tidak becus. Lain kali, jangan pakai talas." Aku merasa sedih. Bagaimana mungkin aku tahu dia alergi talas.Aku meletakkan bubur dan menyerahkan telur kukus. Raynard meniup telur kukus itu dan menyuapkan ke Maura. Dia juga makan setengah potong labu kukus.Maura hanya bisa makan sedikit. Makan beberapa suap dan sudah tidak bisa makan lagi.Aku bisa melihat bahwa Raynard kesal dan gusar. Dia marah karena Maura makan sedikit dan marah pada dirinya sendiri karena tidak bisa berbuat apa-apa.Raynard menerima panggilan dari kantor. Maura sempat membujuknya agar Raynard kembali bekerja dan tidak perlu menjaganya. Namun, Raynard bersikeras untuk menemaninya.Perawat memanggil keluarga pasien untuk mengambil obat. Sekarang hanya aku dan Maura di kamar pasien.Dia menoleh dan berkata,

  • Jatuh di Pelukan Bos Berbahaya   Bab 47

    Raynard berkata, "Maag Maura kambuh. Sekarang dirawat di rumah sakit. Oh, ya. Kalau Kak Elina datang, tolong suruh dia masak sesuatu yang lunak dan mudah dicerna, terus kirim ke rumah sakit. Dia tidak suka makanan restoran.""Oke. Aku akan kasih tahu Kak Elina begitu dia datang."Tidak lama setelah Raynard pergi, dia menelponku lagi.Raynard bertanya padaku, "Kamu bisa masak?"Aku terdiam. "Bisa."Raynard berkata, "Barusan Kak Elina telepon, kemarin pinggang suaminya makin parah, sekarang dia dirawat di rumah sakit. Jadi, dia harus menjaganya beberapa hari di rumah sakit. Kamu masak makanan yang cocok buat penderita maag, terus antar ke rumah sakit.""Oke."Aku menutup telepon dan mencari informasi mengenai pola makan untuk pasien maag dari internet.Di kulkas ternyata ada talas. Aku keluarkan talas itu dan masak bubur dengan talas. Aku juga mengukus telur dan labu. Lalu, aku memasukkannya ke kotak makan dan langsung berangkat ke rumah sakit.Di tempat parkir aku mengirim pesan WhatsAp

  • Jatuh di Pelukan Bos Berbahaya   Bab 46

    Nama aliasnya adalah Melodi Langit terdengar anggun dan memesona. Sementara namaku, Peternak Hoki.Namaku jelas-jelas menarik perhatiannya. Dia menatapku dan tersenyum penuh arti. "Lucu sekali."Aku tersenyum samar sambil melihat tatapan Raynard yang dingin dan menjaga jarak terhadapku. Raynard jelas-jelas tidak ingin aku menganggu mereka.Aku pun tahu diri dan segera pergi. "Pak Raynard, Bu Maura, aku kembali bekerja dulu."Saat menutup pintu, aku mendengar Maura berkata dengan lembut, "Bu Ranaya lucu sekali. Kamu harus lebih lembut padanya."Dengan nada penuh manja, Raynard berkata, "Dia bawahanku, dan kamu memintaku bersikap lembut padanya?""Jangan terlalu galak juga. Kamu tidak tahu bagaimana raut wajahmu barusan, sampai-sampai aku sendiri merasa takut melihatnya."Aku tidak tahu bagaimana Raynard menjawab Maura. Aku tidak bisa mendengar dengan jelas karena pintu sudah tertutup dengan rapat.Maura ternyata lebih ramah dan mudah didekati dari yang kuperkirakan. Waktu meninggalkan k

  • Jatuh di Pelukan Bos Berbahaya   Bab 45

    Aku berhasil melunasi utang kali ini. Rumah dan tanah juga tetap aman. Aku juga sudah bilang ke keluargaku kalau aku tidak akan ikut campur urusan Juna. Aku membiarkan dia menanggung sendiri konsekuensinya.Apabila dia masih mau berjudi, tidak peduli dia kehilangan tangan atau nyawa, itu bukan lagi urusanku.Ibu mengiyakan dengan sangat meyakinkan, katanya dia pasti akan membujuknya berhenti berjudi. Namun, dalam hati, aku tahu jelas, seorang penjudi akut tidak akan semudah itu berubah dan kembali ke jalan yang benar.Agar mereka tidak datang ke kantor untuk membuat keributan, aku mengetuk pintu kantor Raynard."Ada apa?" Raynard yang sedang membaca dokumen bertanya kepadaku tanpa mengangkat kepalanya.Tangan yang terkulai di samping tubuh mengepal erat. "Aku harus jujur, Pak Raynard, keluargaku memang agak rumit. Adikku itu tipe orang yang hanya ingat diberi makan, bukan dipukul. Aku khawatir kejadian seperti kemarin bisa terulang lagi. Mereka tidak punya uang, jadi pasti akan datang

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status