Share

Bab 14

Author: Yerin Anindya
Ternyata, Lino memang pintar bersandiwara. Dia bisa membuat dirinya tampak seperti korban.

Dia mengaku kalau dia agak bermasalah, tetapi tidak mengaku kalau dia mandul dan akar dari semua permasalahan itu adalah aku.

Dalam deskripsi dramatis yang dia buat, aku digambarkan sebagai wanita dengan hasrat seksual yang sangat tinggi, dan semua masalah yang terjadi sekarang disebabkan karena tubuhnya sudah terkuras habis olehku.

"Ibu, apa Ibu rasa aku orang seperti itu?"

"Kamu." Ibu mendengus. "Dari kecil kamu memang menarik perhatian. Para pria selalu datang ke rumah."

Aku mengusap air mata yang membasahi mataku. "Jadi, di mata Ibu, aku memang serendah itu, ya?"

Ibu terdiam sejenak, lalu menjawab dengan ketus, "Kamu jangan jadi kacang lupa kulit. Lino sudah membantu adikmu lunasi utang. Kamu malah balas budi dengan sakiti dia dan selingkuh di belakang suamimu?"

"Aku..."

Aku tidak bisa membuka mulut dan membantah. Memang ada orang lain, tetapi bukan berselingkuh. Lino sendiri yang mengantarkanku ke kasur Raynard.

"Apa-apaan kamu? Cepat cari Lino! Meski kamu harus sujud di hadapannya, kamu tetap harus minta dia batalkan perceraian itu. Adikmu dua tahun lagi juga mau menikah. Keluarga ini masih butuh bantuan kalian. Sekarang kalau mau cari istri, bukan cuma harus siapkan mas kawin, harus siapkan rumah dan mobil. Totalnya bisa sampai miliaran. Kamu tidak boleh cerai sama Lino."

"Bu, kenapa tidak suruh Juna kerja saja? Masa dia tidak bisa berjuang sendiri?"

"Berjuang apa? Kamu pikir adikmu itu seperti kamu? Sia-sia saja membesarkanmu. Kamu sudah keluar rumah malah enak. Cari keluarga yang baik, hidup enak, lalu kami harus berharap adikmu yang menanggung semuanya?"

"Kamu harus sadar diri, kalau kamu bisa menikah itu bukan karena kemampuanmu, tapi karena adikmu yang selalu jadi penopang keluarga. Selama dia masih di sini, kamu masih bisa hidup bebas. Kami cuma punya satu putri, kamu tidak akan bisa kemana-mana."

Saat itu aku pun mengerti. Di mata mereka, aku tidak pernah ada artinya.

"Masih ada satu hal lagi. Juna mau buka rumah makan di kampung. Kamu bantu kasih modal buat sewa tempat, gaji koki, dan pelayan. Kalau dihitung-hitung butuh 300 juta. Kirim besok, ya."

Aku dan Lino bercerai. Aku sudah mendapat uang muka, tetapi sebagian besar sudah aku gunakan untuk melunasi utang kepada keluarga dan teman-teman. Uang yang tersisa kurang dari 140 juta.

"Tidak ada."

"Tidak ada? Bukannya gaji Lino ratusan juta? Kenapa tidak ada?"

"Bu, aku sama Lino sudah cerai. Aku tidak punya hak minta uang lagi ke dia."

Ibu balik bertanya, "Suruh siapa kamu cerai? Kalian belum sampai di tahap... Apa itu namanya? Oh, ya? Kalian masih menunggu perceraian disahkan. Cepat cari dia dan mohon untuk balikan dengannya. Setelah itu pinjam uang sedikit."

"Aku tidak mau memohon padanya. Perceraian sudah ditetapkan. Soal pinjam uang, tolong jangan libatkan dia lagi."

Nada bicara ibuku menjadi sangat dingin. "Kalau kamu tidak mau minta ke dia, kamu harus keluarkan uangmu."

"Aku juga tidak punya uang. Aku cuma pegawai biasa di perusahaan ini. Gajiku sebulan cuma cukup biayai hidupku sehari-hari."

"Setelah kamu nikah sama Lino, bukannya kamu yang atur keuangan? Masa tidak sisihkan sedikit diam-diam?"

"Tidak."

"Kamu ini bodoh atau bagaimana? Pegang uang, tetapi tidak punya simpanan. Kalau suatu hari butuh, kamu pinjam ke siapa?" Lalu, nada Ibu berubah. "Bagaimana pembagian harta setelah cerai?"

Aku menjelaskan singkat soal pembagian harta dalam surat cerai. Begitu Ibu dengar aku dapat uang muka sejumlah 300 juta, matanya langsung berbinar, seolah-olah sudah mulai mengincar uang itu.

"Kamu pinjamkan saja uang itu buat adikmu buka usaha. Kalau dia sudah sukses, dia pasti kembalikan ke kamu."

"Bu, uang 300 juta itu aku gunakan buat lunasi utang ke keluarga dan teman-teman. Tinggal tersisa 140 juta. Uang 140 juta ini buat aku beli rumah. Gajiku pas-pasan, beberapa tahun lagi aku sudah bisa bayar uang muka buat apartemen di Ranakarta."

"Kapan kamu bayar utang? Kenapa kami tidak tahu?"

"Waktu aku pinjam uang, kalian tidak bantu. Jadi, kenapa aku harus kasih tahu kalian waktu bayar?"

Ibuku langsung naik pitam. "Aku dan ayahmu tidak punya apa-apa. Kamu suruh kami pinjami?"

"Jadi, apa masalahnya kalau aku tidak kasih tahu kalian? Dari kecil hingga dewasa, aku tanggung sendiri semua masalahku."

"Kamu itu maksudnya menyindir aku sama ayahmu, ya? Memangnya kamu bukan kami yang besarkan dari kecil? Tidak makan nasi dari rumah ini, tumbuh dari tanah? Muncul dari celah batu? Kami yang membesarkanmu, tapi kamu sama sekali tidak punya rasa terima kasih. Ayahmu memang benar. Kamu benar-benar anak tak tahu balas budi."

Aku sampai sakit hati karena marah, menahan kepala sambil berkata, "Kalau aku ini benar-benar tidak tahu balas budi, rumah yang kalian tempati sekarang, uang bulanan, dan semua kebutuhan di rumah, makanan, pakaian, semuanya, itu pakai uang siapa? Waktu Juna buat masalah besar dan utang sampai miliaran, siapa yang melunasinya?"

"Heh! Kamu jangan sombong, ya! Uang miliaran itu Lino yang bayar. Tidak ada hubungannya sama kamu."

Aku menahan kata-kata yang sudah nyaris meluncur dari mulut. Aku tidak bisa bilang kalau sebenarnya Raynard yang melunasi semua utang itu. Begitu mereka tahu aku punya akses ke uang sebanyak itu, mereka pasti akan nekat dan langsung mendatangi Raynard untuk meminta uang sendiri.

"Lino bayar utang miliaran itu karena waktu itu dia masih suamiku. Bagaimana bisa dibilang tidak ada hubungannya sama aku? Waktu dia lunasi utang itu, kami belum cerai. Secara hukum, itu termasuk harta bersama kami sebagai suami istri.

Jadi, aku tidak utang apa pun ke kalian. Utang budi pun sudah lunas."

Ibuku tidak bisa mrmbantahku. Nada bicaranya perlahan melunak. "Bagaimanapun, Juna itu adik kandungmu. Kamu harus bantu dia. Kalau dia bisa cari uang, bebanmu juga akan berkurang."

Jawabanku tetap sama. "Aku tidak bisa bantu. Kalau dia mau buka usaha, suruh dia kerja dulu. Dia sudah 20 tahun lebih, saatnya buat berjuang."

"Kenapa kamu tega sekali! Dia itu adik kandungmu. Juna lebih berbakti dibanding kamu."

Aku berdiri perlahan-lahan, berjalan ke rak minuman, dan menuang segelas anggur merah. "Jangan bilang aku anak durhaka. Sekarang aku sudah cerai. Tidak punya sandaran lagi. Aku cuma bisa andalkan diriku sendiri. Aku juga tidak sanggup biayai kalian. Suruh dia cari cara sendiri saja."

Ibuku memakiku habis-habisan.

"Dasar anak kurang ajar! Siapa yang suruh kamu main belakang sama laki-laki lain? Kalau kamu nurut, apa Lino akan menceraikanmu? Hidup enak malah kamu sia-siakan! Dasar pembawa sial, kamu sendiri yang menghancurkan hidupmu, masih berani merasa benar? Pokoknya, seberapa pun uang yang kamu punya, cepat kirim padaku. Kalau besok belum juga kamu transfer, aku akan langsung datang ke kantormu!"

Tidak bisa!

Ibuku pasti akan mencariku.

"Ibu jangan datang. Aku akan transfer uangnya. Tapi, cuma 140 juta. Sisanya, suruh Juna cari sendiri."

"Tidak bisa. 300 juta. Tidak boleh kurang sedikit pun."

Sebelum menutup telepon, Ibu masih mengancamku. "Aku kasih tahu kamu. Kalau uang 300 juta tidak masuk, aku akan cari kamu ke kantor. Kita lihat siapa yang malu nanti."

Aku duduk di tepi jendela, menyesap setengah botol anggur merah seorang diri. Saat Raynard pulang dan menyalakan lampu, aku buru-buru menghapus jejak air mata di wajahku, tetapi dia sudah melihatnya

Raynard berlutut di hadapanku dan menyibakkan helaian rambut yang menutupi wajahku. "Kamu habis menangis?"

"Tidak." Aku menarik napas.

Raynard melihat gelas anggur yang ada di lantai dan berkata dengan nada dingin, "Rindu mantan suami atau mantan selingkuhan?"

Seketika itu bara di dadaku meledak. Begitu mendengar sindiran Raynard yang dingin, amarahku langsung memuncak. Tanpa pikir panjang, aku meraih gelas anggur dan menyiramkan sisa anggur ke wajahnya.

Raynard terdiam.

Begitu cairan itu mendarat di wajahnya, aku langsung sadar.

Dia tidak bergerak. Dia menatapku tanpa ekspresi. Mata itu menyimpan amarah yang membara, sementara ujung rambutnya masih meneteskan sisa anggur merah.

Aku segera mendekat dan segera mengambil tisu dari meja untuk mengelap wajahnya dengan gemetar. "Maaf. Aku... Suasana hatiku barusan kurang baik."

Raynard tiba-tiba mencengkeram pergelangan tanganku. "Kenapa tiba-tiba marah?"

Aku menggeleng. Aku juga sudah siap apabila dia mengusirku.

Raynard menunjuk ke sudut ruangan. "Di situ ada kamera pengawas. Mau aku periksa atau kamu jelaskan?"

Aku menatap ke arah yang Raynard tunjuk. Benar saja, ada kamera tersembunyi di sana.

Aku tidak bisa menyembunyikan hal ini. Aku mengatakan apa yang ibuku katakan di telepon padanya.

Selama aku bicara, Raynard diam saja. Dia ambil ponsel dan mentransferku 400 juta.

"Kasih ke mereka."

Aku tidak mau berutang lagi padanya. Aku berkata, "Aku tidak sanggup bayar."

"Kalau tidak bisa bayar, bayar pakai tubuhmu."

Raynard langsung mendorongku hingga terbaring dan menindihi tubuhku tanpa ragu. Saat itu juga, aroma alkohol menyeruak dari tubuhnya.

Meski perkataan Raynard kejam dan tak berperasaan, aku sangat tersentuh.
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Jatuh di Pelukan Bos Berbahaya   Bab 50

    Raynard tidak melepaskan mangkuk dan bersikeras. "Selama belum keluar dari rumah sakit, tetap saja pasien."Melihat kemesraan mereka berdua, aku pun membalikkan badan, dan pura-pura membereskan barang.Sebenarnya, tujuan Raynard memamerkan kemesraan di depanku adalah untuk menghilangkan kecurigaan Maura.Aku berdiri di ujung ranjang dan menatap mereka berdua dengan tatapan merestui. Maura sepertinya tidak curiga terhadap reaksi aku yang tampak tulus.Setelah Maura selesai makan malam, Raynard memutuskan untuk menemaninya di rumah sakit. Aku berjalan keluar dari ruang rawat bersama Davin.Di lorong, Davin bertanya padaku, "Tidak marah?"Aku menoleh dan memperlihatkan ekspresi terkejut. "Marah soal apa?"Davin menatapku sambil menilai situasi dan mencoba membaca ekspresiku, tetapi tidak menemukan sesuatu yang mencurigakan. "Aku cuma mau mengingatkanmu, jangan lupa siapa dirimu sebenarnya.""Haha." Aku tertawa getir. "Terima kasih atas peringatanmu. Tapi kamu juga tahu, sejak awal aku mel

  • Jatuh di Pelukan Bos Berbahaya   Bab 49

    Perasaan pria terhadap sosok pujaan hatinya memang berbeda. Di mata Raynard sekarang, aku hanyalah seseorang yang bisa dipanggil sesuka hati dan disingkirkan kapan pun dia mau.Setelah merapikan kotak makan, aku bersiap pulang. Tidak ada gunanya menjadi penghalang.Aku memberi tahu Raynard. "Pak Raynard, aku pulang dulu."Raynard masih sempat mengingatkan soal menu makanan, menyuruhku untuk masak sesuai daftar, dan menghindari bahan-bahan yang tidak bisa dimakan Maura.Aku berjalan ke sisi ranjang. Meski Maura memberi kesan akrab seperti seorang teman, aku tak bisa benar-benar memperlakukannya seperti itu. Raynard pasti tidak akan mengizinkannya."Bu Maura, kamu istirahat baik-baik. Aku pergi dulu."Maura perhatian padaku. "Kamu ke sini sendirian? Bagaimana kalau suruh Raynard antar pulang?"Raynard menatap ke arahku. Aku segera berkata, "Tidak perlu. Aku bawa mobil."Begitu aku keluar dari kamar, terdengar suara lembut Raynard dari dalam. "Kamu mau minum tidak?"Aku menutup pintu. Kel

  • Jatuh di Pelukan Bos Berbahaya   Bab 48

    "Raynard. Semua ini salahku. Jangan salahkan dia." Maura berkata sambil memalingkan wajah. Matanya bahkan menjadi merah.Raynard memberikan semangkuk bubur kepadaku dan berkata dengan nada kesal, "Masak bubur saja tidak becus. Lain kali, jangan pakai talas." Aku merasa sedih. Bagaimana mungkin aku tahu dia alergi talas.Aku meletakkan bubur dan menyerahkan telur kukus. Raynard meniup telur kukus itu dan menyuapkan ke Maura. Dia juga makan setengah potong labu kukus.Maura hanya bisa makan sedikit. Makan beberapa suap dan sudah tidak bisa makan lagi.Aku bisa melihat bahwa Raynard kesal dan gusar. Dia marah karena Maura makan sedikit dan marah pada dirinya sendiri karena tidak bisa berbuat apa-apa.Raynard menerima panggilan dari kantor. Maura sempat membujuknya agar Raynard kembali bekerja dan tidak perlu menjaganya. Namun, Raynard bersikeras untuk menemaninya.Perawat memanggil keluarga pasien untuk mengambil obat. Sekarang hanya aku dan Maura di kamar pasien.Dia menoleh dan berkata,

  • Jatuh di Pelukan Bos Berbahaya   Bab 47

    Raynard berkata, "Maag Maura kambuh. Sekarang dirawat di rumah sakit. Oh, ya. Kalau Kak Elina datang, tolong suruh dia masak sesuatu yang lunak dan mudah dicerna, terus kirim ke rumah sakit. Dia tidak suka makanan restoran.""Oke. Aku akan kasih tahu Kak Elina begitu dia datang."Tidak lama setelah Raynard pergi, dia menelponku lagi.Raynard bertanya padaku, "Kamu bisa masak?"Aku terdiam. "Bisa."Raynard berkata, "Barusan Kak Elina telepon, kemarin pinggang suaminya makin parah, sekarang dia dirawat di rumah sakit. Jadi, dia harus menjaganya beberapa hari di rumah sakit. Kamu masak makanan yang cocok buat penderita maag, terus antar ke rumah sakit.""Oke."Aku menutup telepon dan mencari informasi mengenai pola makan untuk pasien maag dari internet.Di kulkas ternyata ada talas. Aku keluarkan talas itu dan masak bubur dengan talas. Aku juga mengukus telur dan labu. Lalu, aku memasukkannya ke kotak makan dan langsung berangkat ke rumah sakit.Di tempat parkir aku mengirim pesan WhatsAp

  • Jatuh di Pelukan Bos Berbahaya   Bab 46

    Nama aliasnya adalah Melodi Langit terdengar anggun dan memesona. Sementara namaku, Peternak Hoki.Namaku jelas-jelas menarik perhatiannya. Dia menatapku dan tersenyum penuh arti. "Lucu sekali."Aku tersenyum samar sambil melihat tatapan Raynard yang dingin dan menjaga jarak terhadapku. Raynard jelas-jelas tidak ingin aku menganggu mereka.Aku pun tahu diri dan segera pergi. "Pak Raynard, Bu Maura, aku kembali bekerja dulu."Saat menutup pintu, aku mendengar Maura berkata dengan lembut, "Bu Ranaya lucu sekali. Kamu harus lebih lembut padanya."Dengan nada penuh manja, Raynard berkata, "Dia bawahanku, dan kamu memintaku bersikap lembut padanya?""Jangan terlalu galak juga. Kamu tidak tahu bagaimana raut wajahmu barusan, sampai-sampai aku sendiri merasa takut melihatnya."Aku tidak tahu bagaimana Raynard menjawab Maura. Aku tidak bisa mendengar dengan jelas karena pintu sudah tertutup dengan rapat.Maura ternyata lebih ramah dan mudah didekati dari yang kuperkirakan. Waktu meninggalkan k

  • Jatuh di Pelukan Bos Berbahaya   Bab 45

    Aku berhasil melunasi utang kali ini. Rumah dan tanah juga tetap aman. Aku juga sudah bilang ke keluargaku kalau aku tidak akan ikut campur urusan Juna. Aku membiarkan dia menanggung sendiri konsekuensinya.Apabila dia masih mau berjudi, tidak peduli dia kehilangan tangan atau nyawa, itu bukan lagi urusanku.Ibu mengiyakan dengan sangat meyakinkan, katanya dia pasti akan membujuknya berhenti berjudi. Namun, dalam hati, aku tahu jelas, seorang penjudi akut tidak akan semudah itu berubah dan kembali ke jalan yang benar.Agar mereka tidak datang ke kantor untuk membuat keributan, aku mengetuk pintu kantor Raynard."Ada apa?" Raynard yang sedang membaca dokumen bertanya kepadaku tanpa mengangkat kepalanya.Tangan yang terkulai di samping tubuh mengepal erat. "Aku harus jujur, Pak Raynard, keluargaku memang agak rumit. Adikku itu tipe orang yang hanya ingat diberi makan, bukan dipukul. Aku khawatir kejadian seperti kemarin bisa terulang lagi. Mereka tidak punya uang, jadi pasti akan datang

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status