Lucien tertegun, tetapi ia tidak semudah itu percaya pada perkataan Rosalia.“Beri aku alasan kenapa Lucas tidak akan membunuh Lizbeth? Apa karena Lucas menyukai istriku.”Rosalia menggeleng. “Bukan. Namun, ini tidak penting. Yang aku inginkan sekarang, kamu setuju atau tidak.”Lucien tersenyum miring. “Jika aku menerimanya sekarang, sama saja dengan aku berhutang padamu saat ini. Rosalia, kau ingin aku percaya pada ucapanmu?”Rosalia menghela napas.“Aku tahu kamu tidak akan percaya begitu mudah. Namun, kamu bisa putuskan tetap di sini dan mungkin tidak akan keluar. Atau menjadi sekutuku.”Lucien memiringkan kepalanya. “Membunuh Alessandro tidak akan mudah. Terlebih Lucas adalah otaknya, apakah seperti ini caramu melobi Lucas?”Rosalia tersenyum. “Aku dan dia memang bekerja sama. Bisa dibilang kami sekutu, bagaimana kalau kamu juga bergabung dengan kami.”Lucien mencondongkan wajahnya kepada Rosalia. “Aku tidak ingin berhutang pada siapapun.”Kemudian Rosalia sama mencondongkan tubuh
Lucien hanya tersenyum, dia tidak terlalu merespon. Namun, di saat yang sama dia teringat tawaran Roselia.“Lilibeth, apapun yang terjadi di masa depan, kamu harus sehat. Sekarang jangan memikirkan apapun, anak kita lebih penting.”“Kamu juga. Lucien, jangan cemaskan aku. Jika ada orang yang memprovokasi kamu, jangan terpancing. Aku baik-baik saja.”Lucien mengangguk. Hari itu Lizbeth menceritakan kisah singkat tentang kehamilannya, sebelum akhirnya mereka berpisah. Lizbeth memeluk Lucien untuk terakhir kalinya.“Aku mencintaimu,” kata Lizbeth.Lucien mengecup kening Lizbeth. Lucien pun tidak lagi terlihat, setelah itu Lizbeth pun pergi ditemani oleh Leo. Ketika Lizbeth hendak masuk mobil, di melihat Rosalia baru saja turun dari mobil. Lizbeth mengerutkan keningnya.“Dia ada di sini?” gumam Lizbeth. “Apa dia sering melihat Lucien?”Tidak berpikir panjang, Lizbeth pun masuk ke dalam mobil. Lalu dia merogoh tasnya mengambil ponsel dan mencari kontak Kilian.Lizbeth menghubungi Kilian,
Lizbeth menyeka air matanya. Lalu tersenyum, ia dicintai secara ugal-ugalan olah seorang Lucien. Lizbeth menyimpannya kembali, dia berniat memakainya saat bertemu dengan Lucien kembali. Saat ini Lizbeth tidak ingin ambil pusing dengan komentar orang di luar sana.Dia hanya percaya pada apa yang diyakininya bahwa Lucien tidak bersalah. Saat itu Lizbeth mendengar pintu kamarnya diketuk.Saat pintu dibuka, Lucas berdiri di hadapannya.“Maaf mengganggumu,” kata Lucas. Lizbeth menggeleng. “Ada apa?”“Urusanku di sini sudah selesai. Besok pagi aku akan kembali, setelah itu menemui keluarga Elmer.”Lizbeth terkejut. Namun, itu hal wajar. Bagaimanapun anak perusahaan mereka telah diakuisisi oleh Lucien. Lizbeth menghela napas.“Sebenarnya aku juga ingin pergi.”“Jika kamu ingin tetap di sini, kamu bisa di sini. Aku akan menempatkan orang untuk menjagamu.”Lizbeth tersenyum, lalu meraih tangan Lucas.“Terima kasih, Kak. Tapi, Dad sudah mengirimkan Leo untuk menjagaku. Sudah cukup, selain itu
Setelah mengatakan itu kepada Lucien, Rosalia pergi. Lucien pun kembali ke ruang tahanan. Lucien kini duduk di sisi tempat tidurnya, memikirkan ucapan Rosalia. Dia tahu Rosalia datang bukan untuk berbicara omong kosong kepada dirinya.Lucien mengusap wajah, mencoba mengatur napas. “Rosalia, apa yang kau inginkan dariku. Aku tahu di dunia ini tidak ada yang gratis. Kau menginginkan apa? Sampai mau melawan Alessandro.”Tawaran itu memang menggiurkan. Namun, Lucien harus tahu motif Rosalia membantunya. Lucien yakin dia juga mengetahui sesuatu yang mungkin sama sekali tidak Lucien ketahui. Dia tidak ingin gegabah, jujur saja dia tidak ingin berpisah dengan Lizbeth perempuan yang dicintainya.Di mansion, Samantha berdiri di balkon kamarnya.Polly memakaikan jubah di tubuhnya.“Nyonya sudah malam, kenapa Anda belum tidur?”Samantha menoleh sekilas, wajahnya muram. “Polly, kau merasakan ada sesuatu yang aneh, bukan?”Polly menelan salivanya lalu mengangguk. “Ya. Sejak Tuan Lucas jadi CEO, mes
Sore itu, Kilian mengikuti Lizbeth ke ruangan kaca. Kilian merasakan ada kemarahan di wajah Lizbeth, dia tahu Lizbeth akan mengomelinya.“Nyonya.” Suaranya terdengar parau, seolah ingin menjelaskan sesuatu.Namun, Lizbeth menghentikan langkahnya tiba-tiba. Ia berbalik cepat, membuat Kilian hampir menabrak tubuhnya. Mata Lizbeth tajam, bibirnya bergetar menahan emosi.“Kau pikir aku tidak marah?” suaranya bergetar, namun penuh tekanan. “Kau pikir aku tidak melihat bagaimana Lucas berdiri di hadapanmu tadi, dengan wajah penuh sindiran? Kau kira aku tidak merasakan sesuatu yang janggal darinya? Aku tahu, Kilian!”Kilian terdiam, tetapi terkejut. Ia menatap Lizbeth dengan mata penuh keyakinan. “Kalau kau tahu, kenapa kau masih diam? Kenapa kau malah menegurku di depan semua orang? Aku hanya ingin membongkar siapa Lucas sebenarnya!”“Justru karena itu aku marah padamu!” Lizbeth mendekat, jarak mereka kini hanya satu langkah. Suaranya mendadak rendah, tapi matanya tetap tajam. “Kau tidak me
Lizbeth terduduk di tepi ranjang, jantungnya masih berdegup kencang. Ucapannya barusan kepada Lucas masih terngiang di telinganya sendiri. Ia tahu, setiap kata yang ia lontarkan hanyalah tameng, sebuah kebohongan untuk melindungi dirinya dan juga Lucien. Namun, semakin ia berpura-pura, semakin hatinya sakit. Dia tidak bisa ke gabah, karena saat ini Kingsley ada di tangan Lucas. Dia bisa saja membuang Lizbeth, seperti dia membuang Lucien. Sebelum menemukan semua bukti yang tidak bisa terbantahkan, Lizbeth harus tetap tenang agar Lucas tidak curiga. Karena ia tahu Lucas sama seperti Lucien, tidak bodoh.“Kabar kedatanganku sangat cepat terdengar ke telinganya. Aku yakin di rumah ini masih ada mata-mata.”Tangannya perlahan mengusap perutnya. Ia menutup mata, mencoba menenangkan diri, tapi bayangan Lucas, serta tatapan Lucas yang kadang terasa dingin, menusuk, penuh rahasia, tidak bisa Lizbeth abaikan begitu saja.Malam itu, tanpa Lizbeth sadari, di balik dinding, sepasang mata