Secara mendadak Agnes meminta bertemu Gerald di kafe beberapa hari lalu mereka singgahi. Perempuan itu beralasan ingin memberikan berkas penting keuangan resort dan permasalahan lain yang sudah dirangkum. “Ini sudah cukup malam kalau kita bertemu di luar rumah kamu, Nes.” “Aku nggak mau tetangga salah paham dengan kehadiran kamu di rumahku.” Agnes melirik sekilas jam tangannya. “Lagipula masih jam sembilan dan kompleks benar-benar sepi sekitar setengah sebelas malam.” Ia masih bisa pulang dengan keadaan biasa saja karena jarak kafe dan rumahnya tidak terlalu jauh. Ada salah satu tetangga di blok yang sama mengadakan hajatan akhir pekan nanti. Jadi, dipastikan keadaan kompleks tidak akan sepi lebih cepat. Gerald memilih mengalah sambil menatap berkas satu tumpuk yang sudah di print Agnes. “Kenapa harus dikasih sekarang? Aku nggak minta karena berpikir kamu harus menikmati liburan di Jakarta.” “Sudah ada Titania juga yang mengerjakan tugas kamu. Dan ya, kamu masih bisa mengirim via
Dua bibir yang berpagut menggebu dan penuh kerinduan memilih melepaskan sejenak. Pria dan perempuan muda itu mengirup oksigen lebih banyak dengan dada kembang kempis. Senyum manis tidak lepas dari paras keduanya. “Selamat ulang tahun, Kesayanganku,” bisik Agnes bersemu ketika ditatap mesra kekasihnya dari jarak begitu dekat. Paras cantiknya masih ditangkup lembut, lalu saling intens memandang dengan sorot yang sama; kerinduan mendalam. Agnes mencebik kecil saat ujung hidung mancungnya dicubit gemas Gerald. “Udah ada progres bagus untuk kabur dari rumah dan kasih kejutan buat ulang tahunku kali ini,” balas Gerald mengurai pelukan sambil melirik ruang tengah unit apartemen. Ia sudah menempati unit ini dari awal kuliah dan beberapa kali diisi oleh kehadiran kekasihnya saat pria itu memutuskan mengajak Agnes ke mari. Tentu saat ia mengambil cuti dan Agnes berada di akhir pekan. Pria itu akan membawa Agnes dan beberapa teman dekat untuk dijadikan alasan izin bagi orangtua Agnes. Sedang
Debaran calon pengantin yang akan berjanji di hadapan Tuhan sedang mencoba menekan perasaan aneh mereka. Tidak dapat dimungkiri jika langkah kaki Agnes mendadak dirasa gugup dalam hatinya melihat Gerald telah berdiri tampan di atas altar.Bahkan, ketika sorot mereka saling memandang lurus. Ada kabut air mata yang membumbung tinggi di pelupuk sepasang mantan kekasih.Gerald sudah mempersiapkan diri sebaik mungkin, lalu menyematkan satu kalimat di dalam hatinya jika ini adalah pernikahan palsu; di atas sebuah kontrak tertulis. Tapi kehidupannya menuntun pada hal baru.Nyatanya, Gerald seorang pria lajang yang akan berganti status menjadi suami Agnes.“Kak. Di umur berapa mau menikahi perempuan impian Kakak?”“Kapan dia maunya aja sama aku.”Kening perempuan yang menampilkan seragam acakan tampak mengernyit. Ia baru saja dijemput Gerald ke tempat bimbel di saat hujan sudah berangsur reda. Ia meminta Gerald menjemput setelah hujan deras berangsur menipis. Agnes terlalu takut jika kekasihn
Gerald sedikit mengerang sakit untuk menggerakkan tubuhnya. Posisi tidur yang tidak nyaman membuatnya membuka perlahan kelopak mata. Ia sedikit menyipit, menyesuaikan cahaya yang tertangkap dan terkesiap. Pria itu terpaku melihat keadaannya tidur menyamping di sofa dan posisi laptop—keadaan meja sofa—masih memperlihatkan, jika semalam Gerald sedang mengerjakan pekerjaannya. Ia terduduk. Suara ringisan dan memegang bahu kiri terasa kram, sedikit sakit. Ia memijit perlahan sambil mengingat kali terakhir sebelum tidur. Lama berpikir dan tidak menemukan alasan setelah memilih tidur dibandingkan menyelesaikan atau membereskan pekerjaan. Gerald segera turun dan melangkah panjang keluar kamar. “Agnes?” Gerald sedikit tersentak mendapati kehadiran Agnes tepat di depan pintu yang baru saja dibuka. Perempuan itu juga sama kagetnya saat jam sarapan pagi sudah lewat lebih dari lima belas menit lalu. Tapi melihat ketidakhadiran Gerald dan telah mencampuri minuman Gerald dengan obat tidur. Ia
Jiera turun dari atas ranjang tanpa helai pakaian pun. Ia tersenyum miring, memastikan jika pria yang bersandar di kepala ranjang itu sedang menatapnya penuh hasrat.“Permainan semalam belum membuat lo puas, Jiera?”Perempuan seksi itu melirik sekilas dengan kedua bahu mengedik. “Gue akui lo kuat di atas ranjang. Tapi nggak ada yang bisa puasin gue berkali lipat kecuali Gerald.”Sebuah tarikan di sudut bibir pria tampan bertelanjang dada itu terpatri di parasnya. “Lo udah mengkhianati pertunangan lo bersama pria bodoh itu. Lalu, apa yang lo harapkan dari dia?”“Dia sudah menjadi obsesi gue sejak dulu. Nggak ada yang bisa mengambil dia dari gue, termasuk ketika ada perempuan lain yang mencoba mendekatinya,” tandas Jiera berbalik sempurna dan tidak ada rasa malu sedikitpun ketika manik hitam itu sudah menatap bagian tubuh atas dan bawahnya.Ia justru merasa tertantang dan selalu puas saat banyak pria jatuh dalam pesonanya, lalu mengakui lekuk tubuh juga dada sintalnya.Napas pria itu me
Ciuman di antara Gerald dan Agnes semakin menggebu. Mereka berdua berebut candu seolah besok tidak akan pernah mengulangnya. Pria itu juga harus menanggalkan janji ketika perempuan yang ia bopong terlalu agresif malam ini. Ia tidak bisa menahan gairah yang ditahan saat berada di klub. Jemari tangan Agnes dan bibir perempuan itu terlalu andal menghadirkan gejolak hasrat. Tubuh Agnes jatuh di atas sofa lebar ruang tengah. Ia mendesah dan sesekali meremat belakang rambut Gerald ketika pria itu menyesap leher jenjangnya. Tubuh Agnes tidak kalah panas saat Gerald memberikan perhatian lebih pada dada sintal di balik gaun mini tersebut. “Aku nggak pernah tau kamu berniat pergi ke klub malam ini, Agnes,” desis Gerald tepat di depan wajah Agnes. Napas mereka sama memburu. Pandangan Gerald semakin berkabut melihat perempuan cantik ini berada dalam kungkungannya. Bahkan, ia nyaris akan memagut lagi bibir ranum yang sudah basah oleh pagutan bibirnya beberapa detik lalu. Agnes mengerjap. Per
Alasan Agnes tidak bisa diterima Gerald begitu saja. Mungkin, Gerald memperlihatkan respons santai di depan Agnes. Tapi gerakannya menuju kamar menyimpan banyak kemungkinan. Ia sedang memikirkan kemungkinan lain dari kamera tersembunyi tersebut.Ia enggan menuduh Agnes. Perempuan itu tidak mungkin membalaskan dendam pada Gerald di saat pria itu sudah berusaha keras menunjukkan perubahan besar lewat beberapa pembuktian.Napas Gerald berembus pelan. Ia memilih mengalah dan mempercayakan jika Agnes tidak akan menghancurkan kepercayaan yang sudah mereka bangun bersama. Mungkin, Agnes sedang melakukan sesuatu hal yang Gerald yakin tidak akan merugikannya.“Aku percaya sama kamu, Nes. Kalau aku mencaritahu tentang ini, sama aja aku nggak bisa mempercayakan hubungan kita. Semoga kamu benar dengan alasan pertama tadi. Seandainya salah. Aku harap kamu nggak mengecewakanku.”Gerald mengalah dan membiarkan semua berjalan seperti ini dibandingkan menggali informasi di belakang Agnes.Ia tidak lag
Gerald hampir terjatuh saat pelukan erat menabrak punggungnya. Ia membeku setelah merasakan pelukan erat tersebut meruntuhkan keterdiaman Gerald dan rahang mengeras sepanjang perjalanan pulang ke rumah Agnes. Pikiran pria itu sejak tadi dipenuhi penolakan keras orangtua Agnes. Ia tidak bisa membayangkan ketika Agnes diusir dari rumah, lalu menata kehidupan yang baru. Gerald sangat tahu mengenai sifat dan sikap Agnes. Perempuan itu anak manja di rumah, begitupula saat bersama Gerald. Agnes tidak terbiasa hidup sendirian, mengandalkan diri sendiri untuk mandiri. “Terimakasih,” bisik Agnes, menggetarkan perasaan Gerald. Tidak ada satu titikpun di hati Agnes untuk membenci Gerald. Ia tahu, jika pria itu hanya bersikap tegas dan sedang membela Agnes. Bahkan, ia tidak menyangka saat Gerald menunjukkan banyak bukti ke hadapan orangtuanya. Dan dirinya tidak peduli jika mereka percaya atau tidak. Karena yang dibutuhkan Agnes adalah sebuah bukti. Sekarang ia sudah mendapatkannya melalui Ge