Home / Romansa / Jebakan Cinta Sang Pewaris / Chapter 003 [Diterima Bekerja]

Share

Chapter 003 [Diterima Bekerja]

last update Last Updated: 2024-11-25 09:42:10

“Jadi, itu alasan saya ingin bergabung di perusahaan ini,” ucap Valerie, menjawab pertanyaan Aldrich dengan suara yang tenang namun penuh keyakinan.

Aldrich memiringkan kepala sedikit, memperhatikan wanita di depannya dengan intensitas yang tidak sepenuhnya ia sadari.

“Valerie,” katanya, suaranya terdengar lebih lembut dari yang ia maksudkan. “Kau terlihat… siap untuk kesempatan ini.”

Tatapannya tanpa sengaja turun ke jemari Valerie yang tampak meremas clutch-nya dengan gugup. Gerakan kecil itu tidak terlewat dari matanya, memberi kesan bahwa di balik sikap percaya dirinya, ada kelembutan yang sengaja ia sembunyikan.

Valerie segera sedikit menegakkan tubuh, berusaha memperkuat auranya yang profesional. Ia tidak ingin Aldrich, atau siapa pun, melihat sisi rentannya. “Terima kasih,” jawabnya dengan nada yang terdengar mantap, meskipun di dalam hatinya ada gejolak yang sulit ia abaikan.

Mata mereka bertemu untuk beberapa detik, masing-masing mencoba membaca pikiran yang tersembunyi di balik ekspresi satu sama lain. Dan untuk sesaat, ruangan terasa dipenuhi ketegangan yang sulit dijelaskan.

“Saya telah mempersiapkan ini dengan baik.”

Aldrich, yang duduk di balik meja besar dengan sikap santai namun penuh wibawa, mengangguk perlahan.

“Baguslah. Itu kontrak kerjamu,” katanya, menunjuk dokumen tebal yang sudah tertata rapi di atas meja. “Kau bisa membacanya terlebih dahulu. Pastikan kau memahami isinya.”

Valerie mengambil kontrak itu dengan kedua tangannya. Ia mulai membaca dokumen tersebut dengan cepat tetapi tetap cermat. Namun, matanya membelalak sejenak saat tiba di salah satu bagian: penalti jika ia memutuskan kontrak sebelum masa kerja berakhir.

Lima ratus juta rupiah.

Jumlah itu mungkin bukan masalah besar jika ia masih menjadi “putri Bastian” dan memiliki akses ke rekening keluarganya. Namun, keputusannya untuk kabur dari rumah, meninggalkan segala kenyamanan, berarti ia kini hanya bergantung pada dirinya sendiri.

Saat ini, lima ratus juta adalah angka yang hampir mustahil baginya untuk dicapai.

Aldrich, yang mengamatinya dengan cermat, tidak melewatkan perubahan kecil pada ekspresi Valerie.

Dengan nada datar namun mengandung sindiran halus, ia berkata, “Kenapa? Kau terlihat seperti seseorang yang berencana melanggar kontrak.”

Kata-katanya menusuk Valerie, membuatnya merasa tersudut. Ia mendongak, menatap pria itu dengan tatapan tajam.

“Tentu saja tidak,” balasnya dengan suara yang tetap tegas meskipun hatinya sedikit merutuki keberadaan Aldrich yang sepertinya selalu bisa membaca pikirannya.

Aldrich tersenyum kecil, senyum yang sulit diartikan. “Bagus kalau begitu,” ujarnya pelan, sambil menyandarkan punggungnya ke kursi.

“Karena di sini, kami tidak menerima orang yang setengah hati. Jika kau bergabung dengan HC Group, kau harus siap dengan segala risikonya.”

Valerie menggenggam pena yang ada di atas meja, jari-jarinya sedikit gemetar. Namun, ia tahu tidak ada jalan mundur. Menyerah pada Aldrich di awal kariernya di sini akan membuatnya terlihat lemah, dan Valerie tidak pernah ingin dianggap seperti itu.

Dengan tarikan napas dalam, ia akhirnya menandatangani kontrak tersebut. Suara pena menyentuh kertas terasa seperti pengesahan atas keputusan besar dalam hidupnya. Saat selesai, ia meletakkan pena itu dengan tenang dan menatap Aldrich langsung ke matanya.

“Siapa bilang saya akan melanggar?” ucapnya, dengan nada yang penuh tantangan.

Aldrich menatapnya, senyumnya bertambah lebar. “Itu lebih seperti dirimu, Nona Valerie.” katanya, sambil mengambil kontrak yang sudah ditandatangani.

Dengan gerakan santai, ia menyimpan dokumen itu ke dalam map, lalu melirik Valerie sekali lagi. “Selamat bergabung di HC Group. Mari kita lihat, seberapa jauh kau akan bertahan.”

Valerie tidak membalasnya, tetapi hatinya berdebar. Ada sesuatu tentang pria ini yang membuatnya merasa seolah sedang berada di atas papan catur, setiap langkahnya akan menentukan siapa yang akan menang atau kalah.

Saat Aldrich mengalihkan pandangannya ke layar komputer, Valerie berdiri, berusaha menjaga sikapnya tetap tenang. “Jika tidak ada yang lain, saya akan mulai bekerja,” katanya sambil melangkah keluar dari ruangan.

Tepat sebelum pintu tertutup, suara Aldrich terdengar di belakangnya, cukup pelan namun tetap jelas. “Jangan lupa, Nona Valerie. Ini adalah permainan yang panjang. Pastikan kau tahu aturan sebelum memutuskan untuk bermain.”

Valerie menghentikan langkahnya sejenak di depan pintu, mendengar kata-kata Aldrich yang menggantung di udara seperti tantangan terselubung. Ia menoleh sedikit, cukup untuk memberikan tatapan singkat sebelum menjawab dengan tenang, "Saya tidak pernah bermain untuk kalah, Tuan Aldrich."

Pintu menutup di belakangnya, membatasi pandangan Aldrich yang masih tertuju ke arah tempat Valerie berdiri sebelumnya. Senyuman kecil kembali menghiasi wajahnya, kali ini disertai rasa penasaran yang tak bisa ia abaikan.

Di luar ruangan, Valerie mengatur napas. Jemarinya masih terasa gemetar, bukan karena rasa takut, tetapi lebih kepada tekanan dan adrenalin yang mengalir deras di tubuhnya.

Lima ratus juta.

Jumlah itu terngiang-ngiang di pikirannya seperti lonceng peringatan. Apa pun risikonya, ia tahu ini adalah langkah yang harus diambil.

Namun, kenapa Aldrich membuatnya merasa seolah ada lebih dari sekadar kontrak kerja di antara mereka?

Langkah Valerie terhenti di dekat meja resepsionis. Ia mengeluarkan ponselnya dan mengirim pesan singkat kepada sahabatnya, Luna.

“Aku resmi diterima di HC Group. Wish me luck!”

Tak butuh waktu lama, balasan dari Luna muncul.

“Congrats! Tapi hati-hati sama bosmu itu, ya. Aku dengar dia sangat dingin dan kejam.”

Valerie membaca pesan itu dengan alis sedikit berkerut. Dingin? Mungkin, tapi Aldrich lebih terasa seperti seseorang yang memiliki agenda tersembunyi, seseorang yang menikmati permainan kekuasaan. Hal itu membuat Valerie merasa seperti bidak yang diposisikan secara hati-hati di papan catur.

“Tapi aku juga punya kendali atas langkahku,” pikir Valerie.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (4)
goodnovel comment avatar
Yu.Az.
uang sebanyak itu, aku mau
goodnovel comment avatar
Alusha Veyya
500 jutaa...... aku pun tergiur 🥲
goodnovel comment avatar
Wi2t(MACAN)
senyum kecil Aldrich tersirat umpan tersembunyi, Q yakin ini pasti sdh direncanakan utk mnjerat vale, meraka sama2 punya karakter kuat tak ada yg mau mengalah. pasangan yg unik jika mereka nti berjodoh.. eh harus berjodoh wkwkwk... smngat kk Kikan, sukses slu......
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Jebakan Cinta Sang Pewaris    Chapter 225

    Claire menyenggol bahunya dengan ringan. “Oke, sebelum aku menangis dan mengacaukan makeup sendiri, kenapa kalian nggak ambil satu foto terakhir sebelum ganti baju?”Valerie tertawa, lalu mengangguk. Claire mengeluarkan ponsel, dan mereka pun berdiri di depan cermin besar. Valerie dengan gaun dan veil, Aldrich dengan jas gelap yang tadi dicoba untuk fitting. Keduanya berdiri cukup dekat, tapi tidak bersentuhan. “C'mon. Lebih dekat, Aldrich. Ini bukan sesi foto KTP.” Claire berkata gemas. Aldrich tersenyum dan menaruh satu tangan di punggung Valerie dengan hati-hati. Sementara Valerie sendiri tersipu, tapi tidak menghindar.Klik.Claire menatap hasil fotonya, lalu menunjukkan pada mereka. “Satu kata. Majalah wedding akan rebutan buat pasang foto ini di cover.”Valerie memelototi Claire dengan tatapan geli. “Berhenti. Kau membuatku ingin kabur dari altar.”“Terlambat, Princess. Kamu sudah dicintai orang ini sampai ke ujung dunia,” Claire menjawab sambil menepuk lengan Valerie.Aldrich

  • Jebakan Cinta Sang Pewaris    Chapter 224

    Setelah sesi fitting selesai, Valerie duduk bersandar di sofa butik sembari menghela napas panjang. Gaun telah dicoba, jas sudah pas. Hanya satu hal yang tersisa.“Aku tahu kau kelelahan, tapi ini bagian favoritku,” ucap Claire sambil menghampiri mereka dengan sebuah nampan berisi kotak-kotak kecil berwarna krem dan emas. “Aksesoris.”Valerie menegakkan punggungnya secara perlahan. “Bagian favoritmu, bukan aku,” sahutnya dengan senyum kecil.Claire tak menggubris. Ia meletakkan kotak-kotak itu di meja rendah di depan mereka, lalu membuka satu demi satu. Kalung berhiaskan mutiara, anting berlian mungil, dan bahkan tiara halus dari kristal yang memantulkan cahaya seperti bintang.“Tidak semua pengantin cocok pakai tiara, tapi kau seperti lahir untuk memakainya,” kata Claire sambil menyodorkan benda itu ke arah Valerie.Valerie memutar matanya, tapi tidak menolak saat Claire menyelipkannya ke rambutnya. Ia menatap bayangannya di cermin besar di sisi ruangan.“Lucu juga,” gumamnya sambil

  • Jebakan Cinta Sang Pewaris    Chapter 223

    “Aku tahu ini telat,” ucap Aldrich perlahan, suaranya rendah dan penuh makna. Jemarinya menggenggam tangan Valerie semakin erat. “Tapi aku ingin memberikanmu sesuatu yang spesial setiap saat.”Valerie sempat mengerutkan dahi, namun tak lama kemudian ia membeku saat Aldrich menunduk dan mengeluarkan sesuatu dari saku dalam jasnya. Sebuah kotak beludru berwarna abu-abu muda, dengan detail jahitan halus di tepinya. Tangannya yang biasanya begitu tenang kini sedikit bergetar saat membuka kotak itu di depan Valerie.Di dalamnya, bersemayam sebuah cincin berlian yang tampak begitu memukau. Cincin itu terbuat dari platinum murni yang ramping namun kokoh, memeluk sebuah batu berlian berbentuk cushion cut sebesar dua karat. Berlian itu bening seperti tetesan embun pagi, dengan kilauan yang tampak menari-nari di bawah cahaya lampu gantung butik. Di sekeliling berlian utama, terhampar barisan pavé diamond kecil yang mengelilinginya seperti bintang-bintang yang menjaga pusat semesta. Setiap de

  • Jebakan Cinta Sang Pewaris    Chapter 222

    Sementara itu, di luar ruang ganti, Aldrich duduk menunggu di kursi panjang berlapis velvet. Tangan kirinya menggenggam cangkir teh camomile yang perlahan mendingin. Matanya menatap pintu ruang ganti tanpa berkedip. Dan ketika pintu itu perlahan terbuka, waktu terasa melambat.Valerie melangkah keluar dengan perlahan dan gugup, kepalanya sedikit tertunduk sebelum akhirnya mengangkat wajah dan menatap Aldrich.Melihat pemandangan itu, langkah Aldrich pun terhenti. Ia reflek berdiri dari duduknya.“Cantik sekali,” gumamnya. Matanya menatap Valerie seolah tak percaya. Napasnya tercekat, lalu terhembus pelan. “Sayang…”Valerie memegangi sisi gaunnya dengan gugup. Tatapan Aldrich benar-benar seperti menelanjanginya. “Ini terlalu berlebihan ya? Aku kelihatan—”“Kau luar biasa!” potong Aldrich cepat, nyaris seperti kilat. “Seolah semua hal indah yang pernah kubayangkan tak ada artinya dibandingkan saat melihatmu sekarang.”Valerie menunduk, pipinya merona. “Kau selalu saja berkata manis sa

  • Jebakan Cinta Sang Pewaris    Chapter 221

    Cuaca siang itu cerah, langit biru bersih tanpa awan, dan semilir angin menyusup dari sela jendela mobil yang sedikit dibuka. Valerie duduk di kursi penumpang depan, mengenakan gaun midi berwarna gading dan cardigan tipis, sementara Aldrich menyetir dengan satu tangan di kemudi, satu tangan lain menggenggam tangan Valerie di pangkuannya.Setelah sarapan hangat bersama orang tua Valerie tadi, keduanya pun berangkat menuju butik langganan yang dimaksud oleh Bunda Valerie.“Aku masih belum percaya semua ini nyata,” gumam Valerie, menatap jendela sambil menyaksikan pepohonan pinggir jalan melesat perlahan.Aldrich menoleh sekilas, senyumnya lembut. “Kalau ini mimpi, aku harap kita tidak pernah bangun.”Valerie menahan tawa kecil. “Berhenti bersikap seperti tokoh pria di drama Korea, Aldrich.”Aldrich memasang wajah pura-pura tersinggung. “Tapi aku lebih tampan dari mereka, kan?”Valerie menjawab dengan tatapan malas yang penuh cinta. “Hmmm. Kau lumayan.”Aldrich mencibir, detik berikutny

  • Jebakan Cinta Sang Pewaris    Chapter 220

    “Tumben nih.” Suara berat Bastian terdengar di ambang pintu pantry, langkahnya santai namun penuh rasa ingin tahu. Hidungnya langsung diserbu aroma manis dari pie susu yang masih hangat, bercampur wangi pahit kopi yang baru diseduh.Bunda Valerie yang sejak tadi berdiri di samping putrinya itu pun langsung menoleh sambil tersenyum. Ia mengusap lengan Valerie sebentar, lalu menghampiri suaminya. Dengan gerakan lembut dan penuh kebiasaan lama, ia mengecup singkat bibir Bastian sebelum pria itu duduk di meja makan.“Selamat pagi, sayang.”“Selamat pagi matahariku, cintaku, sayangku, belahan jiwaku.” Bastian membalas. Membuat Valerie mencibir. Sementara dua pasangan itu hanya mengabaikan Valerie. “Princess kecil kita sudah dewasa, sayang. Dia membuatkan kopi dan kudapan untuk Aldrich.” goda sang Bunda penuh arti.Valerie yang sedang membawa nampan berisi dua cangkir kopi dan dua teh chamomile itu pun, menoleh sambil mencibir ringan. “Bunda…” rengeknya.Bastian mengerutkan dahi, mengam

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status