Beranda / Romansa / Jebakan Cinta Sang Pewaris / Chapter 002 [Bertemu Kembali]

Share

Chapter 002 [Bertemu Kembali]

last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-25 09:27:58

“Sial, aku terlambat!”

Valerie, wanita berusia 23 tahun itu mempercepat langkah kakinya, sesekali ia melirik jam di pergelangan tangan.

Ia tiba di sebuah gedung perkantoran dengan perasaan campur aduk.

Penerbangan panjang dari Paris tak mampu mengalihkan pikirannya dari malam terakhirnya di kota tersebut. Mengingat gigolo malam itu membuat hatinya berdenyut aneh—antara malu, kecewa, dan rasa rindu yang tak masuk akal.

Namun, Valerie segera menepis pikirannya. Hari ini, ia harus bersikap profesional.

Wawancara kerja di perusahaan IT ternama ini adalah kesempatan besar, setelah ia memilih untuk kabur dari rumah karena sang Daddy yang mengatur perjodohan untuknya.

Hell, ia baru saja dikhianati oleh dua orang terpercaya sekaligus. Pacar dan sahabatnya.

Dan sekarang ia tidak akan membiarkan pikirannya kacau hanya karena kenangan sesaat dengan seorang pria.

Saat Valerie memasuki ruang resepsionis, ia disambut oleh suasana modern dengan kaca-kaca besar yang memantulkan sinar matahari. Di dinding terpampang logo perusahaan besar yang membuat hatinya sedikit berdebar.

HC group.

Seorang resepsionis ramah mengarahkannya ke ruang tunggu.

Valerie duduk, mencoba menenangkan dirinya dengan menarik napas panjang. Beberapa menit kemudian, seorang asisten datang menjemputnya.

“Ms. Valerie, silakan ikut saya. CEO kami ingin bertemu langsung dengan Anda sebelum sesi wawancara dimulai,” kata asisten itu dengan senyum profesional.

Valerie mengerutkan kening. CEO? Bukankah biasanya ia hanya bertemu dengan manajer rekrutmen? Namun, ia tetap mengikuti asisten itu tanpa bertanya lebih jauh.

Pintu besar di ujung koridor terbuka, memperlihatkan ruangan luas dengan pemandangan kota yang memukau. Di sana, berdiri seorang pria yang tengah membelakanginya, mengenakan jas rapi.

Ketika pria itu berbalik, waktu seolah berhenti.

“Tidak mungkin!” pikir Valerie dalam hati.

Ia terpaku di tempatnya, darahnya berdesir dingin. Matanya membulat, tak percaya dengan apa yang dilihatnya.

Pria yang ia kira gigolo itu kini berdiri di hadapannya sebagai CEO perusahaan tempat ia melamar kerja.

Aldrich Daylon Hugo.

Aldrich menyunggingkan senyum tipis, matanya penuh dengan ketenangan dan kepercayaan diri yang sama seperti malam itu. Namun, kali ini ada sesuatu yang berbeda—tatapannya lebih tajam, seolah sengaja membaca reaksi Valerie.

“Valerie,” sapanya dengan nada yang begitu akrab, membuat jantung Valerie semakin berdebar.

“Selamat datang di HC group. Senang sekali kita bertemu lagi.”

Valerie berusaha keras untuk tetap tenang, meskipun hatinya ingin menjerit. “A-Aldrich… Anda CEO perusahaan ini?” tanyanya dengan suara nyaris berbisik.

Aldrich melangkah mendekat, jaraknya semakin membuat Valerie merasa tak nyaman.

“Kau tampak terkejut,” jawabnya santai. “Ya, saya CEO di sini. Tapi saya lebih penasaran kenapa kau tidak mengatakan apa-apa saat kita bertemu di Paris.”

Valerie membeku. “Saya… saya tidak tahu… Maksud saya, saya pikir…,” ia tergagap, tak tahu harus menjelaskan bagaimana.

Aldrich hanya tersenyum lagi, tatapannya penuh arti. “Kita bisa membahas itu nanti,” katanya dengan nada ringan.

“Sekarang, saya ingin mendengar alasan kau mau bekerja di sini.”

Valerie mencoba mengumpulkan keberanian. Ia tahu, ini bukan waktu yang tepat untuk membahas malam panas mereka di Paris. Meskipun itu adalah sesuatu yang tak bisa Valerie lupakan. Setiap kali melihat Aldrich tersenyum, Valerie teringat bagaimana pria itu mendesah dengan menyebutkan namanya.

Maka dari itu, ia memutuskan untuk fokus pada tujuannya lebih dulu.

Namun, dalam hatinya, Valerie tahu bahwa hubungannya dengan Aldrich baru saja memasuki babak baru yang tak terduga.

Sementara Aldrich di tempatnya, ia berusaha keras mempertahankan ekspresi profesionalnya, namun tatapannya tak bisa lepas dari sosok Valerie.

Wanita itu berdiri di depannya dengan balutan blus satin krem yang membingkai tubuh rampingnya dengan sempurna, dipadukan dengan rok pensil hitam yang menonjolkan keanggunannya.

Rambutnya yang tergerai lembut memberikan sentuhan feminin yang memikat, membuat Aldrich teringat pada malam panas mereka di Paris—malam yang terus terngiang di benaknya.

Dalam hati, Aldrich mengutuk dirinya sendiri. Matanya kembali menelusuri wajah Valerie. Ada sesuatu dalam tatapan wanita itu.

Sebuah campuran kebingungan, ketegangan, dan keteguhan yang membuatnya semakin sulit mengalihkan perhatian. Aldrich menarik napas panjang, mencoba mengendalikan diri.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (5)
goodnovel comment avatar
Yu.Az.
lah kembali ketemu lagi wkwkwkw
goodnovel comment avatar
Alusha Veyya
Penggambaran karakternya pun detail, aku jadi bisa ngebayangin. Di otakku kayak pilem ...️...️
goodnovel comment avatar
Wi2t(MACAN)
wah kejutan luar biasa, tak hanya vale, Q juga deg degan, smg pertemuan kedua ini mmbwa vale pd hubungan yg harmonis, dan mmpu mengobati luka hati krn dikhianati kekasih dan sahabatnya. Smngat kk Kikan......
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Jebakan Cinta Sang Pewaris    Chapter 223

    “Aku tahu ini telat,” ucap Aldrich perlahan, suaranya rendah dan penuh makna. Jemarinya menggenggam tangan Valerie semakin erat. “Tapi aku ingin memberikanmu sesuatu yang spesial setiap saat.”Valerie sempat mengerutkan dahi, namun tak lama kemudian ia membeku saat Aldrich menunduk dan mengeluarkan sesuatu dari saku dalam jasnya. Sebuah kotak beludru berwarna abu-abu muda, dengan detail jahitan halus di tepinya. Tangannya yang biasanya begitu tenang kini sedikit bergetar saat membuka kotak itu di depan Valerie.Di dalamnya, bersemayam sebuah cincin berlian yang tampak begitu memukau. Cincin itu terbuat dari platinum murni yang ramping namun kokoh, memeluk sebuah batu berlian berbentuk cushion cut sebesar dua karat. Berlian itu bening seperti tetesan embun pagi, dengan kilauan yang tampak menari-nari di bawah cahaya lampu gantung butik. Di sekeliling berlian utama, terhampar barisan pavé diamond kecil yang mengelilinginya seperti bintang-bintang yang menjaga pusat semesta. Setiap de

  • Jebakan Cinta Sang Pewaris    Chapter 222

    Sementara itu, di luar ruang ganti, Aldrich duduk menunggu di kursi panjang berlapis velvet. Tangan kirinya menggenggam cangkir teh camomile yang perlahan mendingin. Matanya menatap pintu ruang ganti tanpa berkedip. Dan ketika pintu itu perlahan terbuka, waktu terasa melambat.Valerie melangkah keluar dengan perlahan dan gugup, kepalanya sedikit tertunduk sebelum akhirnya mengangkat wajah dan menatap Aldrich.Melihat pemandangan itu, langkah Aldrich pun terhenti. Ia reflek berdiri dari duduknya.“Cantik sekali,” gumamnya. Matanya menatap Valerie seolah tak percaya. Napasnya tercekat, lalu terhembus pelan. “Sayang…”Valerie memegangi sisi gaunnya dengan gugup. Tatapan Aldrich benar-benar seperti menelanjanginya. “Ini terlalu berlebihan ya? Aku kelihatan—”“Kau luar biasa!” potong Aldrich cepat, nyaris seperti kilat. “Seolah semua hal indah yang pernah kubayangkan tak ada artinya dibandingkan saat melihatmu sekarang.”Valerie menunduk, pipinya merona. “Kau selalu saja berkata manis sa

  • Jebakan Cinta Sang Pewaris    Chapter 221

    Cuaca siang itu cerah, langit biru bersih tanpa awan, dan semilir angin menyusup dari sela jendela mobil yang sedikit dibuka. Valerie duduk di kursi penumpang depan, mengenakan gaun midi berwarna gading dan cardigan tipis, sementara Aldrich menyetir dengan satu tangan di kemudi, satu tangan lain menggenggam tangan Valerie di pangkuannya.Setelah sarapan hangat bersama orang tua Valerie tadi, keduanya pun berangkat menuju butik langganan yang dimaksud oleh Bunda Valerie.“Aku masih belum percaya semua ini nyata,” gumam Valerie, menatap jendela sambil menyaksikan pepohonan pinggir jalan melesat perlahan.Aldrich menoleh sekilas, senyumnya lembut. “Kalau ini mimpi, aku harap kita tidak pernah bangun.”Valerie menahan tawa kecil. “Berhenti bersikap seperti tokoh pria di drama Korea, Aldrich.”Aldrich memasang wajah pura-pura tersinggung. “Tapi aku lebih tampan dari mereka, kan?”Valerie menjawab dengan tatapan malas yang penuh cinta. “Hmmm. Kau lumayan.”Aldrich mencibir, detik berikutny

  • Jebakan Cinta Sang Pewaris    Chapter 220

    “Tumben nih.” Suara berat Bastian terdengar di ambang pintu pantry, langkahnya santai namun penuh rasa ingin tahu. Hidungnya langsung diserbu aroma manis dari pie susu yang masih hangat, bercampur wangi pahit kopi yang baru diseduh.Bunda Valerie yang sejak tadi berdiri di samping putrinya itu pun langsung menoleh sambil tersenyum. Ia mengusap lengan Valerie sebentar, lalu menghampiri suaminya. Dengan gerakan lembut dan penuh kebiasaan lama, ia mengecup singkat bibir Bastian sebelum pria itu duduk di meja makan.“Selamat pagi, sayang.”“Selamat pagi matahariku, cintaku, sayangku, belahan jiwaku.” Bastian membalas. Membuat Valerie mencibir. Sementara dua pasangan itu hanya mengabaikan Valerie. “Princess kecil kita sudah dewasa, sayang. Dia membuatkan kopi dan kudapan untuk Aldrich.” goda sang Bunda penuh arti.Valerie yang sedang membawa nampan berisi dua cangkir kopi dan dua teh chamomile itu pun, menoleh sambil mencibir ringan. “Bunda…” rengeknya.Bastian mengerutkan dahi, mengam

  • Jebakan Cinta Sang Pewaris    Chapter 219

    Valerie terbangun dengan perlahan. Cahaya lampu tidur temaram menyorot siluet seorang pria yang tertidur di sisi tempat tidurnya, duduk di lantai beralaskan karpet tebal.Aldrich.Valerie tersenyum kecil. Ia mengangkat sedikit tubuhnya, lalu membelai pelan rambut Aldrich yang sedikit berantakan.“Terima kasih…” bisiknya lembut, penuh rasa syukur yang tak bisa ditampung kata-kata.Aldrich bergerak pelan. Kelopak matanya terbuka, lalu ia mengucek matanya sambil menarik napas dalam.“Hm… jam berapa sekarang?” suaranya serak.Valerie melihat sekilas jam di dinding. “Sudah hampir jam empat,” jawabnya lembut.Aldrich menatap wajah Valerie dalam remang cahaya. “Kau bangun?” tanyanya pelan.Valerie mengangguk, lalu menyandarkan punggung ke punggung ranjang. “Awalnya nggak, tapi kupikir ada yang memandangiku terus.” Ia menoleh dengan senyum menggoda. “Ternyata kau.”Aldrich tertawa pelan. “Maaf. Aku cuma tak bisa tidur. Tadinya, aku cuma mau melihat kau sebentar. Tapi, kayaknya malah ketiduran

  • Jebakan Cinta Sang Pewaris    Chapter 218

    Suara langkah kaki yang menyusuri lantai marmer terdengar pelan, berpadu dengan dengung lembut dari lift pribadi di ujung lorong. Valerie berjalan di depan, sesekali ia menoleh untuk memastikan Aldrich mengikutinya. Pria itu tampak lelah, tetapi tidak kehilangan pesonanya. Ada gurat puas di wajahnya, seolah setiap tetes peluh yang ia keluarkan hari itu sepadan karena kini ia bisa melihat wanita yang dicintainya tersenyum di bawah cahaya malam.Lift berhenti di lantai dua. Pintu terbuka pelan dan keduanya keluar ke lorong luas dengan karpet empuk warna gading. Valerie berjalan ke sebuah pintu yang ada di seberang kamarnya, lalu membuka perlahan.“Ini kamarmu. Kau harus beristirahat sekarang,” ucap Valerie. Suaranya lembut tapi sedikit terdengar berat. Matanya menatap Aldrich dalam-dalam, seolah ada bagian dari dirinya yang enggan berpisah malam ini.Aldrich tidak langsung masuk. Ia berdiri di ambang pintu, menatap Valerie yang masih berdiri mematung di depan pintu kamarnya sendiri. W

  • Jebakan Cinta Sang Pewaris    Chapter 217

    Aldrich tak sabar ingin segera mengabari Valerie. Dalam perjalanan pulang, setelah membuka kaca jendela, membiarkan angin dingin masuk, ia menatap buah kecil yang ditaruhnya di tisu di kursi depan. Lalu dengan sebelah tangan mengetikkan pesan untuk Valerie. Aldrich :Aku berhasil mendapatkannya.Valerie :Hah? Kamu beneran dapat?!!!Aldrich :Langsung dari pohonnya. Satu biji. Tapi ini… buat kamu dan si kecil.Valerie :Aku nangis.Aldrich :Jangan. Nanti buahnya asin.Valerie terkekeh sambil memeluk guling. Pipinya memanas. Ada geli yang menjalari perut, tapi juga sesak hangat yang menyeruak dari dalam dada. Matanya berkaca-kaca, tak jelas apakah itu karena tertawa atau karena haru.Setelah menggelapkan layar ponselnya dan menaruh ke meja kecil disamping tempat tidur, perlahan, ia pun menghempaskan tubuhnya ke ranjang, tenggelam dalam lembutnya selimut dan bantal-bantal empuk. Kepalanya menengadah ke langit-langit kamar.Senyum tipis terukir di wajahnya.Tangannya terangkat, menepu

  • Jebakan Cinta Sang Pewaris    Chapter 216

    Aldrich menatap mall di depannya sekilas, sebelum masuk ke dalamnya. Beberapa mata langsung tertuju pada Aldrich, bahkan, secara terang-terangan menatap lapar ke arah pria itu. Aldrich tidak peduli, dia acuh. Kaki panjangnya langsung melangkah mantap memasuki supermarket di dalam mall tersebut. Bergegas menuju bagian buah impor dan lokal.“Maaf, Mas,” ucap Aldrich mencegat petugas yang baru saja meletakkan keranjang buah di sisi pojok. Petugas itu menoleh dan tersenyum sopan. “Iya, Mas? Ada yang bisa saya bantu?” tanyanya. Aldrich mengangguk, lalu menatap cepat ke sekeliling. “Saya mau nyari buah mundu atau jawura. Di bagian mana ya?” “Mundu? Jawura?” petugas itu mengulangi pertanyaan Aldrich seolah itu mantra asing. “Mohon maaf, kami nggak ada stok itu.”Aldrich mengelus rambutnya, frustrasi. “Oh ya? Terima kasih, Mas.”“Sama-sama, mas. Mari, permisi.”Menghela nafas panjang, Aldrich keluar dari mall, berdiri di bawah lampu jalan yang mulai redup, menatap layar ponsel.Pukul 20.0

  • Jebakan Cinta Sang Pewaris    Chapter 215

    Valerie tertawa. “Astaga… aku ingat sedikit. Ayah sempat nangis juga, ya?”“Iya, sambil bilang, ‘Anakku sudah bisa kabur dari rumah!’” ujar Bunda menirukan suara Bastian dengan gaya dramatis, dan mereka berdua meledak dalam tawa.Halaman demi halaman Valerie buka, menemukan momen-momen kecil yang dulu hanya kabur dalam ingatan: waktu ia nyasar di taman belakang dan ditemukan tidur di bawah pohon mangga, saat menangis karena balon ulang tahunnya meletus, atau saat mencoret-coret dinding dengan krayon lalu menyalahkan “kucing tetangga.”“Aku… beneran dulu segemas ini ya Bun?” Valerie mencubit pipinya sendiri.“Gemes banget, sampai bikin Bunda takut kamu cepat besar dan ninggalin Bunda,” ucap Bunda sambil mengelus rambut Valerie.Valerie diam sejenak, menatap satu foto lama. Itu adalah fotonya dan Jennifer, masih berseragam sekolah, tersenyum sambil memegang bunga matahari yang mereka tanam bersama.Wajah Valerie perlahan berubah. Tangannya menyentuh foto itu sejenak, lalu cepat-cepat me

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status