Home / Romansa / Sang Pewaris Yang Terlupakan / 26. Pengakuan di Ruang Remang

Share

26. Pengakuan di Ruang Remang

Author: Ethan Zachary
last update Last Updated: 2025-07-20 11:30:41

Ruang konferensi di hotel butik itu terasa dingin dan kedap udara, sebuah vakum yang dengan cepat terisi oleh ketegangan yang pekat. Tuan Santoso duduk membungkuk di seberang meja panjang, keringat dingin membasahi pelipisnya di bawah cahaya lampu yang temaram. Di sampingnya, Tuan Wibowo, pengacara Damian, duduk dengan ketenangan seorang profesional yang sudah terbiasa berurusan dengan orang-orang yang terpojok.

Alina duduk di sisi Damian, posturnya tegak, tangannya terkepal di pangkuannya. Anting di telinganya terasa berat, sebuah pengingat akan perannya malam ini: sebagai saksi, sebagai hakim, dan sebagai perekam rahasia.

Damian memulai interogasi, bukan dengan gertakan atau ancaman, melainkan dengan ketenangan yang jauh lebih menakutkan. "Santoso," sapanya, suaranya datar. "Kau meminta pertemuan ini. Artinya kau punya sesuatu untuk dijual. Dan aku di sini sebagai pembeli. Jadi, mulailah bicara. Semakin berharga informasimu, semakin tinggi harga yang akan kubayar
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Sang Pewaris Yang Terlupakan    31. Retakan di Fondasi Jiwa

    Keheningan di dalam ruang lihat yang dingin dan steril itu lebih memekakkan daripada ledakan mana pun. Waktu seakan berhenti. Di atas meja baja, buku catatan hitam yang telah menjadi tujuan akhir dari perburuan mereka selama ini, kini tergeletak begitu saja, terlupakan. Seluruh energi di ruangan itu tersedot ke dalam sebuah map tipis berwarna krem yang terikat pita merah sebuah arsip dari masa lalu yang kini mengancam untuk meruntuhkan masa kini.Alina hanya bisa menatap nanar saat Damian, dengan jari-jari yang tampak kaku dan asing, membuka map itu. Wajah pria itu adalah sebuah topeng pualam yang kosong, namun matanya yang terpaku pada dokumen-dokumen di dalamnya memancarkan badai emosi yang sunyi: ketidakpercayaan, kebingungan, dan rasa sakit yang mulai merayap.Alina merasa dunianya ikut terbalik. Ayahnya, Hendra Larasati, adalah pilar integritas dalam ingatannya. Ibunya, wanita yang ia puja, adalah satu-satunya cinta dalam hidup ayahnya. Namun, di hadapannya ki

  • Sang Pewaris Yang Terlupakan    30. Warisan di Dalam Baja

    Perjalanan kembali ke Jakarta keesokan paginya terasa seperti sebuah misi infiltrasi yang sunyi. Langit yang cerah dan pemandangan Puncak yang hijau berlalu di luar jendela mobil, namun di dalam, Alina dan Damian terbungkus dalam atmosfer yang tegang dan penuh fokus. Tidak ada lagi obrolan ringan atau kenangan melankolis. Setiap kilometer yang mereka tempuh terasa seperti satu langkah lebih dekat ke jantung pertarungan. Harapan kini memiliki wujud fisik: sebuah nomor brankas di sebuah bank.Setibanya di mansion, mereka tidak beristirahat. Damian langsung masuk ke ruang kerjanya, menutup pintu, dan melakukan satu panggilan telepon yang paling penting. Alina menunggu di ruang keluarga, mondar-mandir di depan lukisan "Gadis di Tengah Badai", jantungnya berdebar-debar seirama dengan jarum jam di dinding.Setelah sekitar lima belas menit, Damian keluar. Wajahnya tenang, namun matanya berkilat dengan energi seorang predator yang telah mengunci targetnya. "Sudah diatur,"

  • Sang Pewaris Yang Terlupakan    29. Membongkar Sandi Sang Ayah

    Perjalanan kembali dari perpustakaan kecil di Puncak terasa sangat berbeda dari perjalanan berangkat. Jika sebelumnya udara di dalam mobil dipenuhi oleh gema melankolis dari masa lalu, kini udara itu berderak dengan energi antisipasi yang tajam. Mereka tidak lagi mencari kenangan; mereka sedang dalam perburuan aktif. Kode yang tertera di foto ponsel Damian SDB.J07.C11.H28 terasa seperti detak jantung dari misi mereka, sebuah teka-teki yang menuntut untuk dipecahkan.Damian tidak langsung membawa mereka kembali ke Jakarta. Prediktabilitas adalah kemewahan yang tidak mereka miliki, terutama dengan asumsi bahwa Karta mungkin mengawasi pergerakan mereka. Atas perintahnya, Rendra telah memesan sebuah vila privat yang terpencil di kawasan Gadog, sebuah benteng sementara yang mewah dengan keamanan tingkat tinggi. Di sanalah, jauh dari potensi mata-mata di mansion Jakarta, mereka akan mencoba membongkar pesan terakhir Hendra Larasati.Vila itu modern dan terisolasi, dikeli

  • Sang Pewaris Yang Terlupakan    28. Perjalanan ke Harta Karun Terakhir

    Kabar tentang perpustakaan kecil di Puncak mengubah seluruh energi di dalam mansion Adhitama. Keheningan yang berat dan fokus strategis yang dingin kini digantikan oleh sebuah urgensi yang berderak, sebuah antisipasi yang nyaris tak tertahankan. Mereka telah menemukan sebuah titik di peta harta karun ayah Alina."Kita berangkat sekarang," kata Damian pagi itu, bahkan sebelum Alina sempat menanyakan rencananya. Tidak ada keraguan dalam suaranya. Ia tidak akan mengirim Rendra atau timnya. Ini adalah sebuah misi yang terlalu personal, terlalu penting untuk didelegasikan.Mereka meninggalkan rumah bukan dengan Mercedes hitam yang biasa, melainkan dengan sebuah SUV mewah yang tidak terlalu mencolok. Damian sendiri yang mengemudi. Ia telah menanggalkan setelan CEO-nya, menggantinya dengan kemeja polo dan celana kasual. Alina pun melakukan hal yang sama, memilih blus sederhana dan celana panjang. Mereka tidak lagi terlihat seperti Tuan dan Nyonya Adhitama yang akan mengha

  • Sang Pewaris Yang Terlupakan    27. Mencari Gema Sang Ayah

    Malam setelah pengakuan Santoso yang menghancurkan, tidur tidak memberikan istirahat, hanya jeda singkat sebelum badai berikutnya. Fajar menyingsing di Jakarta, namun di dalam ruang kerja Damian, suasana terasa seperti tengah malam yang paling kelam. Papan strategi digital mereka kini terasa lebih hidup dan lebih menakutkan, dengan nama Karta Adhitama yang seolah melayang di puncaknya seperti dewa kematian.Konfirmasi atas dalang utama tidak membawa kelegaan, melainkan beban yang lebih berat. Pertanyaan yang kini menggantung di udara di antara Alina dan Damian bukan lagi "siapa", melainkan "bagaimana". Bagaimana cara melawan seorang tiran yang telah membangun kerajaannya di atas fondasi rasa takut dan kerahasiaan selama lima puluh tahun?"Bukti dari Santoso saja tidak cukup," kata Damian pagi itu, suaranya serak karena kurang tidur. Mereka berdua sama-sama tidak kembali ke kamar tidur, melainkan menghabiskan sisa malam di ruang kerja, menganalisis kembali setiap de

  • Sang Pewaris Yang Terlupakan    26. Pengakuan di Ruang Remang

    Ruang konferensi di hotel butik itu terasa dingin dan kedap udara, sebuah vakum yang dengan cepat terisi oleh ketegangan yang pekat. Tuan Santoso duduk membungkuk di seberang meja panjang, keringat dingin membasahi pelipisnya di bawah cahaya lampu yang temaram. Di sampingnya, Tuan Wibowo, pengacara Damian, duduk dengan ketenangan seorang profesional yang sudah terbiasa berurusan dengan orang-orang yang terpojok.Alina duduk di sisi Damian, posturnya tegak, tangannya terkepal di pangkuannya. Anting di telinganya terasa berat, sebuah pengingat akan perannya malam ini: sebagai saksi, sebagai hakim, dan sebagai perekam rahasia.Damian memulai interogasi, bukan dengan gertakan atau ancaman, melainkan dengan ketenangan yang jauh lebih menakutkan. "Santoso," sapanya, suaranya datar. "Kau meminta pertemuan ini. Artinya kau punya sesuatu untuk dijual. Dan aku di sini sebagai pembeli. Jadi, mulailah bicara. Semakin berharga informasimu, semakin tinggi harga yang akan kubayar

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status