
Sang Pewaris Yang Terlupakan
Alina Larasati kehilangan segalanya dalam semalam. Keluarganya bangkrut, ayahnya meninggal secara misterius, dan ia dipaksa hidup dalam kemiskinan, jauh dari kemewahan yang pernah ia kenal. Satu-satunya tujuannya kini adalah balas dendam kepada keluarga Adhitama, korporasi raksasa yang ia yakini telah menghancurkan keluarganya.
Kesempatan emas datang dalam bentuk tawaran yang mustahil ditolak. Damian Adhitama CEO muda, tampan, dan terkenal dingin membutuhkan seorang istri kontrak untuk mengamankan posisi dan warisannya. Damian memandang Alina tak lebih dari seorang gadis biasa yang mudah dikendalikan, bidak sempurna dalam permainannya.
Damian tidak tahu, gadis yang ia anggap polos ini adalah seorang pemangsa yang menyamar. Alina menerima pernikahan itu, menjadikannya jalan masuk sempurna ke jantung pertahanan musuh. Di siang hari, ia adalah istri patuh yang memesona; di malam hari, ia adalah peretas ulung yang mengumpulkan bukti untuk menjatuhkan Damian dan kerajaannya.
Namun, di antara sandiwara dan tatapan dingin, percikan tak terduga mulai menyala. Hati Alina yang beku oleh dendam mulai mencair oleh perhatian Damian yang tak terucap. Damian pun menemukan dirinya tertarik pada wanita yang penuh teka-teki ini.
อ่าน
Chapter: 33. Penjaga Gerbang TerakhirBeberapa hari setelah penemuan di brankas bank, mansion Adhitama berubah menjadi sebuah biara yang sunyi, tempat dua orang penghuninya mengabdikan diri pada sebuah teks suci yang kelam: buku catatan hitam Hendra Larasati. Mereka menghabiskan setiap jam yang memungkinkan di dalam ruang aman, dengan teliti mendigitalkan setiap halaman, setiap transaksi, setiap nama yang tertulis dalam tulisan tangan ayah Alina yang rapi.Proses itu adalah sebuah siksaan bagi Alina. Setiap halaman adalah sebuah pengingat akan pengkhianatan yang dialami ayahnya. Namun, di tengah rasa sakit itu, ada sesuatu yang lain tumbuh. Bekerja berdampingan dengan Damian, membedah data yang rumit hingga larut malam, terasa sangat alami. Mereka bergerak sebagai satu kesatuan, pikiran mereka saling melengkapi. Damian dengan visinya yang strategis dan pemahamannya akan struktur kekuasaan, dan Alina dengan intuisinya yang tajam dan kemampuannya untuk melihat pola-pola manusiawi di balik angka-angka dingin."Lihat ini," ka
ปรับปรุงล่าสุด: 2025-08-16
Chapter: 32. Api untuk Masa DepanPerjalanan keluar dari brankas bawah tanah Bank Swadaya Djakarta terasa seperti proses kelahiran kembali yang menyakitkan. Mereka turun ke dalam sebagai dua individu yang terikat oleh kontrak dan kecurigaan; mereka naik kembali ke permukaan sebagai dua jiwa yang terikat oleh kebenaran yang menghancurkan dan sebuah tujuan bersama yang baru. Pak Suryo menunggu mereka di lobi yang remang-remang, wajahnya penuh dengan pertanyaan yang tak terucap namun terlalu profesional untuk ditanyakan. Ia hanya menatap tas kulit yang kini dibawa oleh Damian—tas yang berisi bom waktu dalam bentuk buku catatan hitam dan sebuah map penuh hantu—lalu mengangguk dengan hormat. "Semoga kau menemukan apa yang kau cari, Damian. Ibumu adalah wanita yang luar biasa." "Dia lebih dari itu, Pak Suryo," jawab Damian pelan. "Terima kasih atas bantuan Anda." Perjalanan pulang ke mansion diselimuti oleh keheningan yang berbeda. Ini bukan lagi keheningan yang canggung atau tegang, melainkan keheningan yang berat dan
ปรับปรุงล่าสุด: 2025-08-16
Chapter: 31. Retakan di Fondasi JiwaKeheningan di dalam ruang lihat yang dingin dan steril itu lebih memekakkan daripada ledakan mana pun. Waktu seakan berhenti. Di atas meja baja, buku catatan hitam yang telah menjadi tujuan akhir dari perburuan mereka selama ini, kini tergeletak begitu saja, terlupakan. Seluruh energi di ruangan itu tersedot ke dalam sebuah map tipis berwarna krem yang terikat pita merah sebuah arsip dari masa lalu yang kini mengancam untuk meruntuhkan masa kini.Alina hanya bisa menatap nanar saat Damian, dengan jari-jari yang tampak kaku dan asing, membuka map itu. Wajah pria itu adalah sebuah topeng pualam yang kosong, namun matanya yang terpaku pada dokumen-dokumen di dalamnya memancarkan badai emosi yang sunyi: ketidakpercayaan, kebingungan, dan rasa sakit yang mulai merayap.Alina merasa dunianya ikut terbalik. Ayahnya, Hendra Larasati, adalah pilar integritas dalam ingatannya. Ibunya, wanita yang ia puja, adalah satu-satunya cinta dalam hidup ayahnya. Namun, di hadapannya ki
ปรับปรุงล่าสุด: 2025-07-22
Chapter: 30. Warisan di Dalam BajaPerjalanan kembali ke Jakarta keesokan paginya terasa seperti sebuah misi infiltrasi yang sunyi. Langit yang cerah dan pemandangan Puncak yang hijau berlalu di luar jendela mobil, namun di dalam, Alina dan Damian terbungkus dalam atmosfer yang tegang dan penuh fokus. Tidak ada lagi obrolan ringan atau kenangan melankolis. Setiap kilometer yang mereka tempuh terasa seperti satu langkah lebih dekat ke jantung pertarungan. Harapan kini memiliki wujud fisik: sebuah nomor brankas di sebuah bank.Setibanya di mansion, mereka tidak beristirahat. Damian langsung masuk ke ruang kerjanya, menutup pintu, dan melakukan satu panggilan telepon yang paling penting. Alina menunggu di ruang keluarga, mondar-mandir di depan lukisan "Gadis di Tengah Badai", jantungnya berdebar-debar seirama dengan jarum jam di dinding.Setelah sekitar lima belas menit, Damian keluar. Wajahnya tenang, namun matanya berkilat dengan energi seorang predator yang telah mengunci targetnya. "Sudah diatur,"
ปรับปรุงล่าสุด: 2025-07-22
Chapter: 29. Membongkar Sandi Sang AyahPerjalanan kembali dari perpustakaan kecil di Puncak terasa sangat berbeda dari perjalanan berangkat. Jika sebelumnya udara di dalam mobil dipenuhi oleh gema melankolis dari masa lalu, kini udara itu berderak dengan energi antisipasi yang tajam. Mereka tidak lagi mencari kenangan; mereka sedang dalam perburuan aktif. Kode yang tertera di foto ponsel Damian SDB.J07.C11.H28 terasa seperti detak jantung dari misi mereka, sebuah teka-teki yang menuntut untuk dipecahkan.Damian tidak langsung membawa mereka kembali ke Jakarta. Prediktabilitas adalah kemewahan yang tidak mereka miliki, terutama dengan asumsi bahwa Karta mungkin mengawasi pergerakan mereka. Atas perintahnya, Rendra telah memesan sebuah vila privat yang terpencil di kawasan Gadog, sebuah benteng sementara yang mewah dengan keamanan tingkat tinggi. Di sanalah, jauh dari potensi mata-mata di mansion Jakarta, mereka akan mencoba membongkar pesan terakhir Hendra Larasati.Vila itu modern dan terisolasi, dikeli
ปรับปรุงล่าสุด: 2025-07-21
Chapter: 28. Perjalanan ke Harta Karun TerakhirKabar tentang perpustakaan kecil di Puncak mengubah seluruh energi di dalam mansion Adhitama. Keheningan yang berat dan fokus strategis yang dingin kini digantikan oleh sebuah urgensi yang berderak, sebuah antisipasi yang nyaris tak tertahankan. Mereka telah menemukan sebuah titik di peta harta karun ayah Alina."Kita berangkat sekarang," kata Damian pagi itu, bahkan sebelum Alina sempat menanyakan rencananya. Tidak ada keraguan dalam suaranya. Ia tidak akan mengirim Rendra atau timnya. Ini adalah sebuah misi yang terlalu personal, terlalu penting untuk didelegasikan.Mereka meninggalkan rumah bukan dengan Mercedes hitam yang biasa, melainkan dengan sebuah SUV mewah yang tidak terlalu mencolok. Damian sendiri yang mengemudi. Ia telah menanggalkan setelan CEO-nya, menggantinya dengan kemeja polo dan celana kasual. Alina pun melakukan hal yang sama, memilih blus sederhana dan celana panjang. Mereka tidak lagi terlihat seperti Tuan dan Nyonya Adhitama yang akan mengha
ปรับปรุงล่าสุด: 2025-07-21

CEO Bertopeng Giok
Bagi dunia, Kian Alvaro adalah definisi kesempurnaan; seorang CEO jenius dengan wajah tanpa cela dan kekuasaan tak terbatas. Namun setiap malam, kesempurnaan itu retak, digantikan oleh penjara giok dingin yang merenggut identitasnya sebuah kutukan kuno yang menjadi rahasia tergelapnya. Takdir mempertemukannya dengan Elara, seorang barista berlidah tajam yang secara tak sengaja menjadi satu-satunya saksi dari wujud terkutuknya.
Demi membungkam Elara, Kian menyeretnya masuk ke dalam sangkar emasnya, menjadikannya asisten pribadi sekaligus tunangan dalam sebuah pernikahan kontrak yang mengikat. Terjebak dalam dunia kemewahan yang penuh intrik, Elara menemukan bahwa topeng giok itu lebih dari sekadar kutukan; itu adalah jejak dari konspirasi dan pengkhianatan yang mengancam untuk menghancurkan warisan Alvaro. Sementara Kian berjuang melawan monster dalam dirinya, Elara menyadari bahwa warisan keluarganya yang terlupakan mungkin adalah satu-satunya harapan. Di antara rahasia dan kebohongan, mampukah kehangatan Elara melelehkan hati CEO bertopeng giok itu sebelum kegelapan menelan mereka berdua?
อ่าน
Chapter: 27. Pertanyaan di Jantung BadaiRuang meditasi di Perpustakaan Senja terasa seperti jantung dari sebuah badai yang akan datang. Di luar dinding-dindingnya yang sunyi, waktu terus berpacu menuju hari gerhana, dan dua kekuatan satu modern, satu mistis sedang memburu mereka. Namun di dalam sini, waktu seolah berhenti, menanti satu momen paling krusial. Keputusan telah dibuat. Pelatihan yang dipercepat telah usai. Malam ini, mereka tidak akan berlatih. Mereka akan bertaruh segalanya.Rama berdiri di hadapan mereka, jubahnya yang sederhana seolah menyerap cahaya temaram di ruangan itu. Ekspresinya khidmat. "Ingat," katanya, menatap Kian dengan tajam, matanya yang kuno seolah menembus langsung ke dalam jiwa pria itu. "Kau tidak datang sebagai penakluk yang menuntut rampasan perang. Kau datang sebagai seorang peziarah yang memohon sebuah nama suci. Tunjukkan rasa hormat, bukan pada monster yang kau takuti, tetapi pada entitas purba yang sama terlukanya denganmu. Buat ia mengerti bahwa kau membutuhkan namanya bukan untuk me
ปรับปรุงล่าสุด: 2025-08-16
Chapter: 26. Nama yang Tak TerucapHarapan, Elara menyadari, adalah sebuah benda yang berat. Sehari sebelumnya, ia dan Kian berada di ambang keputusasaan. Kini, setelah mereka memiliki tujuan yang baru mempelajari Nama Kekuatan dari sang Tahanan Giok harapan itu terasa nyata, namun juga membawa serta beban tanggung jawab yang luar biasa.Keesokan paginya, Kian sudah siap untuk kembali menyelam. Energi gugup namun penuh tekad terpancar darinya. "Kita harus tahu namanya sekarang," ujarnya pada Rama, rasa urgensinya begitu jelas. "Kita tidak punya waktu untuk disia-siakan."Rama, yang sedang menyiram sebuah tanaman aneh yang daunnya berkilauan seperti obsidian, menoleh dengan tenang. "Api yang terlalu besar hanya akan menghanguskan kayu bakarnya sebelum sempat memberi kehangatan," katanya puitis. "Jembatan empati yang baru saja kau bangun itu masih terbuat dari benang-benang sutra yang rapuh. Jika kau langsung datang dan menuntut sebuah jawaban sebesar Nama Kekuatannya, jembatan itu akan runtuh. Kau akan dianggap sebagai
ปรับปรุงล่าสุด: 2025-08-16
Chapter: 25. Garis Darah dan Benang TakdirKeheningan yang menyelimuti ruang meditasi setelah penyelaman kedua Kian terasa berbeda. Bukan lagi keheningan yang tegang dan penuh antisipasi, melainkan keheningan yang lembut dan rapuh, seperti ketenangan setelah badai dahsyat berlalu. Kian duduk bersandar di dinding, tubuhnya masih lelah, tetapi gejolak panik di matanya telah digantikan oleh sebuah ketenangan yang kosong dan introspektif. Air mata telah mengering di pipinya, meninggalkan jejak kerapuhan yang belum pernah ada sebelumnya. Elara duduk tidak jauh darinya, memberinya ruang, namun kehadirannya terasa seperti sebuah jangkar yang kokoh. Ia menyiapkan secangkir teh hangat—kali ini teh melati biasa tanpa ramuan apa pun—dan meletakkannya di meja rendah di antara mereka. Sebuah gestur normal di tengah situasi yang sama sekali tidak normal. Pintu ruangan terbuka tanpa suara. Rama masuk, ekspresinya yang biasanya tenang kini diwarnai oleh sebersit rasa hormat saat ia menatap Kian.
ปรับปรุงล่าสุด: 2025-07-22
Chapter: 24. Jembatan EmpatiKeheningan di dalam ruang meditasi terasa sakral. Waktu seolah melambat, setiap detik berdenyut dengan bobot dari apa yang akan terjadi. Kian Alvaro, pria yang membangun hidupnya di atas pondasi kontrol dan logika, kini duduk bersila, bersiap untuk melakukan tindakan penyerahan diri yang paling mutlak. Di hadapannya, Elara duduk dengan punggung lurus, menjadi perwujudan dari ketenangan dan kekuatan, meskipun jantungnya sendiri berdebar kencang seperti genderang perang. Ia telah meminum ramuan penenang, tubuhnya sedikit lebih rileks dari hari sebelumnya. Ia menatap Elara untuk terakhir kalinya, sebuah tatapan yang mengandung segalanya: rasa takut, keraguan, dan sebersit kepercayaan yang baru tumbuh. Elara hanya mengangguk pelan, sebuah janji tanpa kata bahwa ia akan berada di sana untuk menariknya kembali. Kian memejamkan mata. Penyelaman kali ini terasa berbeda. Jika sebelumnya ia seperti jatuh ke dalam jurang, kali ini ia melangkahinya d
ปรับปรุงล่าสุด: 2025-07-22
Chapter: 23. Membongkar Ruang TerkunciSatu hari. Dua puluh empat jam. Waktu yang biasanya terasa begitu singkat bagi seorang Kian Alvaro yang jadwalnya dipadatkan dalam interval lima belas menitan, kini terasa membentang seperti sebuah gurun tak bertepi. Tugasnya hari ini tidak tertera di tablet mana pun. Tidak ada rapat, tidak ada laporan, tidak ada data untuk dianalisis. Tugasnya adalah sesuatu yang jauh lebih sulit: menelusuri kembali koridor-koridor berdebu di dalam ingatannya sendiri dan memilih satu kepingan jiwa yang paling rapuh untuk dipersembahkan pada sebuah entitas yang selama ini ia anggap sebagai monster. Pagi itu, suasana di Perpustakaan Senja terasa berat. Rama telah memberi mereka ruang, menghilang di antara rak-rak buku yang tak berujung, meninggalkan mereka berdua dalam keheningan yang sarat makna. Kian tidak bisa diam. Ia mondar-mandir di ruang duduk mereka, energi kegelisahannya begitu kuat hingga seolah membuat udara bergetar. Ia mencoba melakukan hal yang biasa ia lakukan saat meras
ปรับปรุงล่าสุด: 2025-07-21
Chapter: 22. Rencana MusuhPerjalanan kembali dari Palung Jiwa tidaklah instan. Meskipun tubuh Kian telah kembali ke ruang meditasi, kesadarannya terasa seperti pecahan kaca yang berserakan, butuh waktu untuk menyatu kembali. Elara dengan sabar mendampinginya, membantunya bangkit dengan gestur yang kini terasa alami, seolah merawat kerapuhan pria itu telah menjadi bagian dari ritme hidupnya. Ia menuntun Kian yang masih gemetar menuju ruang duduk yang lebih nyaman di perpustakaan, di mana Rama telah menunggu dengan tiga cangkir teh herbal hangat yang aromanya menenangkan. Kian duduk tersungkur di sofa empuk, jubah kebesarannya sebagai CEO yang tak terkalahkan kini terasa seperti kostum yang kebesaran. Ia menatap kosong ke cangkir tehnya, bayangan dari badai zamrud dan inti cahaya yang terbelenggu itu masih menari-nari di balik matanya. Untuk waktu yang lama, ia hanya diam, mencoba menjembatani antara realitas mengerikan yang baru saja ia saksikan dengan realitas aman di perpustakaan kuno ini.
ปรับปรุงล่าสุด: 2025-07-21