Zürich, Swiss. Mei 2022
Restoran The Dolder Grand adalah salah satu restoran mewah yang ada di Zürich. Dengan pencahayaan yang sedikit remang membuat suasana restoran itu berkilauan dalam warna emas yang terlihat begitu cantik. Meja dihiasi taplak putih serta kursi beludru merah menambah kesan mewah restoran itu. Tidak heran restoran ini hanya dikunjungi oleh orang-orang dari kalangan ekonomi atas.
Di salah satu bangku terlihat seorang wanita cantik mengenakan gaun mini berwarna hitam dengan tali tipis tersampir di bahu dan belah dada yang terlalu turun sehingga payudaranya yang penuh mengintip menggoda para pria yang melihatnya. Mata coklat muda milik Orlena tertuju pada seorang pria yang duduk tidak jauh darinya. Dia bisa melihat pria itu tersenyum pada wanita yang duduk di hadapannya. Meskipun raut wajahnya terkesan lembut, tapi wanita itu yakin jika pria itu adalah orang yang sama dengan laki-laki yang telah memperkosanya delapan belas tahun yang lalu. Karena tidak pernah sedetik pun Orlena melupakan wajah itu.
“Orly, apakah kamu sudah bosan denganku dan menginginkan pria itu?” seorang pria berusia empat puluhan itu terdengar kesal karena Orlena tidak mempedulikan ceritanya.
Barulah wanita yang saat ini menginjak usia dua puluh delapan tahun itu menoleh. Dia bisa melihat pria bernama Bruno Jannings terlihat kesal. Pria yang saat ini mengenakan setelan abu-abu gelap itu adalah seorang pengusaha yang menjadi klien Orlena malam ini.
“Ah… Bukan seperti itu, Sayangku. Sepertinya kamu sudah salah lihat. Aku tidak melihat ke arah pria itu. Tapi aku melihat ke arah wanita yang ada di hadapannya.”
Pria bernama Bruno itu menoleh ke arah wanita yang saat ini mengenakan gaun panjang berwarna coklat muda.
“Jadi kamu melihat ke arah istri Maximilian Steltzer?”
Orlena terkejut mendengar nama pria yang dilihatnya bukan ‘Rey’. “Maximilian Steltzer?”
Bruno menganggukkan kepalanya. “Ya, pria itu adalah Maximilian Steltzer, Presiden Direktur perusahaan Kimo. Perusahaan besar yang memproduksi berbagai macam produk makanan ringan dan barang produksi konsumen lainnya. Di depannya adalah istrinya bernama Esmee. Tapi kenapa kamu melihat ke arah wanita itu.”
Orlena memeluk lengan Bruno dan sengaja membiarkan payudarannya menempel pada pria itu. “Apa kamu tidak lihat kalung yang dikenakannya? Kalung itu sangat cantik.”
Bruno melihat emas putih yang dikenakan oleh Esmee. Kalung itu memiliki banduk yang sangat cantik. Bandul itu berbentuk seperti bunga mawar dengan hiasan berlian berwarna putih dan pink. Perhiasan itu tidak besar, tapi sangat mahal.
“Jadi kamu menginginkannya?” Bruno menoleh ke arah Orlena. Lalu tatapannya turun ke payudara Orlena yang menggoda.
Wanita dengan rambut digelung ke belakang itu menganggukkan kepalanya. “Ya, aku menginginkannya. Apakah Daddy bisa membelikannya untukku?”
Bibir Bruno menyunggingkan senyuman mendengar panggilan sayang itu. “Tentu saja. Apa sih yang tidak bisa untuk, Orly-ku yang cantik. Bahkan aku bisa membelimu, Orly. Tapi sayang sekali kamu tidak mau.”
Orlena menyunggingkan senyuman. “Jika Daddy Bruno membeliku, nanti Feyrin bisa menangis kehilangan primadonanya.”
Bruno tidak bisa menahan tawanya mendenagr ucapan Orlena. Sebenarnya itu hanya alasan Orlena untuk menutupi alasannya yang sebenarnya. Alasan sebenarnya adalah Orlena tidak mau menjadi wanita simpanan pria tua di sampingnya. Karena dengan begitu Orlena tidak akan bisa menemukan orang yang memperkosanya delapan belas tahun yang lalu.
Orlena mencondongkan kepalanya untuk mencium bibir Bruno sekilas. “Karena Daddy Bruno mau memberiku hadiah. Bagaimana jika aku memberikan hadiah balasan?”
“Hadiah balasan apa yang ingin kamu berikan, Orly-ku sayang?” Bruno mencium pipi Orlena dengan gemas.
“Hadiah balasannya adalah…” Wanita itu membisikkan sesuatu di telinga Bruno membuat mata pria itu berbinar senang.
“Kamu selalu tahu bagaimana menghiburku, Orly-ku sayang.”
“Kalau tidak begitu, mana mungkin Orly menjadi kesayangan Daddy Bruno? Sebelum kita pergi, aku harus ke toilet sebentar,”
Bruno menganggukkan kepalanya. “Baiklah. Aku akan menunggumu di sini.”
Orlena mencium pipi Bruno sekilas sebelum akhirnya beranjak pergi menuju toilet. Di dalam toilet, Orlena menghampiri wastafel. Meletakkan tas di atas meja dan mengeluarkan smartphone-nya. Dia membuka aplikasi kontak dan menghubungi seseorang.
“Ada apa, Orlena? Bukankah kamu sedang bekerja?” suara seorang wanita di ujung telpon menyapa telinga Orlena.
“Loody, aku menemukannya.”
“Menemukannya? Menemukan apa maksudmu, Orlena?” tanya Aloody, sahabat sekaligus teman serumah Orlena.
Orlena melihat tidak ada seorang pun di toilet sehingga dia bisa mengatakannya tanpa harus berbisik. “Aku menemukan pria yang memperkosaku delapan belas tahun yang lalu.”
“Benarkah? Maksudmu pria bernama Rey itu?” Aloody terdengar kaget.
“Sepertinya Rey adalah nama samaran. Namanya adalah Maximilian Steltzer. Bisakah kamu mencarikan semua informasi tentangnya?” pinta Orlena.
“Ya, aku akan melakukannya untukmu.”
Orlena tersenyum senang memiliki sahabat seperti Aloody. Kemudian dia mengambil tasnya dan berjalan keluar.
“Baguslah. Kamu memang yang terbaik, Loody. Kalau begitu kita akan membicarakannya lagi di… Ahh…” Ucapan Orlena terputus saat dirinya tanpa sengaja menabrak seseorang. Sebelum dirinya terjatuh, seseorang menahan tubuhnya. Sehingga Orlena bisa merasakan tangan menyentuh punggungnya.
“Apakah kamu baik-baik saja, Nona? Apakah ada yang terluka?”
***
“Apakah kamu baik-baik saja, Nona? Apakah ada yang terluka?”Tubuh Orlena membeku di tempat saat mendengar suara yang selalu menghantuinya setiap hari. Dan saat wanita itu mendongak untuk melihat orang yang menabraknya, wajah Orlena seketika berubah pucat. Dia bisa melihat orang yang menahan dirinya adalah Maximilian Steltzer. Seketika tubuh Orlena menggigil ketakutan saat mengingat masa lalu di mana pria itu telah melakukan hal buruk padanya.“Nona, apakah kamu mendengarku? Apakah aku begitu menyakitimu sampai wajahmu pucat dan tubuhmu menggigil?” tanya Max paniik melihat reaksi Orlena.“Apakah kamu tidak ingat denganku?”Max menatap wanita itu dengan tatapan bingung. “Apakah kita pernah sebelumnya? Aku sepertinya melupakannya, maafkan aku.”Melupakanku, Dasar Brengsek. Setelah menghancurkan hidupku, kamu melupakanku? Aku akan membuatmu ingat apa yang sudah kamu lakukan padaku. Dan aku akan membalasnya berkali-kali lipat. Tekad Orlena dalam hati.Orlena menegakkan tubuhnya. Kemudian
Orlena membuka pintu rumahnya. Terlihat di wajah cantiknya tampak begitu kesal. Pasalnya Bruno tidak bisa membuatnya puas. Sehingga efek obat perangsang yang diminumnya, masih bisa dirasakannya. "Kamu sudah pulang?" Suara itu membuat Orlena mendongak. Dia bisa melihat seorang wanita berambut pirang duduk di atas sofa besar dengan laptop berada di pangkuannya. "Mau bagaimana lagi, Loody. Klienku sudah puas." Orlena mengangkat kedua bahunya. "Sepertinya dia tidak bisa memuaskanmu. Bagaimana jika aku yang memuaskanmu?"Orlena meninju perut seorang pria yang berdiri di sampingnya. Pria bernama Russel Lee itu langsung meringis sakit dan memegangi perutnya. Sedangkan Aloody yang melihatnya langsung tertawa. "Sepertinya kamu sudah bosan disini, Russel. Apakah kamu mau diusir dari sini?" Orlena melayangkan tatapannya tajam ke arah pria itu. Russel langsung menggelengkan kepalanya. "Ampun, Orlena. Aku masih mau hidup di sini. Ampuni nyawaku."Orlena menganggukkan kepalanya. "Baguslah, ka
Kamu masuk jebakanku, Max. Pria yang menjadi klien baru Orlena ada Max. Berbeda dengan pria yang ditemuinya di restoran, Orlena bisa melihat penampilan pria itu terbilang seperti preman. Dengan sepatu boots hitam, celana jeans hitam yang robek di bagian lutut, kaos hitam, jaket kulit hitam dan kacamata hitam."Wow… apakah kamu merubah penampilanmu untukku, Tampan?" Orlena pun berjalan masuk dan menghampiri Max yang duduk di sofa. Kemudian wanita itu dengan berani duduk di atas pangkuan pria itu. Melingkarkan satu lengannya di leher Max. "Jadi kamu datang kemari setelah mengantarkan istrimu pulang, Max?" Orlena mengelus pipi pria itu dengan sentuhan menggoda.Tiba-tiba pria itu menggulingkan tubuh wanita itu ke sofa lalu menindihnya. Alih-alih meringis sakit, Orlena justru tersenyum. Kedua tangannya digantung di leher Max. "Jadi kamu ingin langsung bermain, Tampan? Kalau begitu aku akan menyanggupinya.” Orlena menarik leher Max dan langsung menciumnya. Membawa pria itu ke dalam sebu
Terdengar suara pintu lift terbuka. Seorang pria mengenakan setelan hijau keabu-abuan berjalan memasuki apartemen milik Max. Seperti biasanya dia akan menyiapkan sarapan yang dia beli dalam perjalanan. Saat masuk ke dapur, pria bernama Altherr Caspari terlonjak kaget. Pasalnya dia melihat atasannya sudah duduk di meja makan menikmati kopi paginya. Bahkan Max sudah terlihat rapi dengan setelan biru bergaris-garis merah.“Oh, God. Kamu mengejutkanku, Max.” Altherr mengelus dadanya yang berdebar kencang.Max sama sekali tidak menanggapinya karena terlalu sibuk dengan pikirannya. Kemudian Altherr memilih kembali berjalan menuju kabinet dapur. Mengeluarkan dua potongan segitiga tuna sandwich. Setelah membuang kantongnya, Altherr menghampiri Max dan meletakkan piring itu di hadapan pria itu.“Apakah Rey membuatmu tidak tidur? Karena itukah kamu sudah siap sepagi ini?” tanya Altherr, satu-satunya orang yang mengetahui masalah penyakit mental yang dialami oleh Max. Memang benar, Max memiliki
Orlena mengamati private lift yang memiliki desain yang mewah. Dengan banyaknya ornamen berwarna emas membuat lift itu tampak berkelas. Memikirkan dirinya akan bertemu dengan Max, membuat api kebencian semakin terbakar dalam dirinya. Rencana balas dendamnya pada Max sudah menjadi blueprint dalam pikirannya. Kamu akan merasakan pembalasan dariku, Pria Brengsek. Bahkan pembalasan itu akan lebih menyakitkan berkali-kali lipat dibandingkan yang kamu berikan padaku. Tekad Orlena dalam hati. Mendengar suara pintu lift terbuka, perhatian Orlena pun tertuju pada pemandangan apartemen mewah milik Max. Wanita itu melangkah keluar dari lift. Seorang pria asing berjalan menghampiri Orlena. “Selamat siang, Nona. Saya adalah Altherr Caspari. Saya adalah sekretaris Tuan Steltzer.” Pria itu mengulurkan tangannya. Wanita yang saat ini mengenakan blouse biru muda dengan rok putih itu membalas uluran tangan Altherr. “Saya adalah Orly. Lalu di mana Tuan Steltzer? Kenapa aku tidak melihat dia?” Sejak
Mia? Bukan Max dan juga bukan Rey. Tapi Mia? heran Orlena dalam hati saat mendengar jawaban dari pria itu.Akhirnya wanita itu berjalan menghampiri bathtub. Dia berlutut di samping bathtub. Dia bisa melihat Max menatapnya dengan mata berlinang dan bahunya yang masih gemetar. Kemudian Orlena mengulurkan kedua tangannya menyentuh bahu Max. Wanita itu mengguncangkan tubuh pria itu.“Dasar Menyebalkan!!! Sampai kapan kamu mau mempermainkanku, HUH? Kamu pikir dengan berpura-pura menjadi gadis cengeng bisa membuatku percaya? Dasar Pria aneh.” Omel Orlena yang berpikir Max sedang bersandiwara.Setelah puas mengguncangkan tubuh pria itu, Orlena menghentikannya untuk melihat reaksi Max. Pria itu memasang ekspresi sedih sebelum akhirnya kembali menangis keras. Bahkan karena terlalu keras membuat Orlena harus menutup kedua telinga dengan tangannya.“MIA BUKAN PRIA ANEH!!! PADAHAL MIA TIDAK MENYAKITI KAKAK, TAPI KENAPA KAKAK JAHAT PADA MIA. HUAA…..”Orlena bisa melihat Max terlihat seperti gadis
“Sayangnya aku bukan Mia, Nona cantik.” Orlena memicingkan matanya. “Kamu bukan Mia. Dan aku juga yakin kamu bukan Max. Jadi siapa kamu?” Pria beranjak naik sehingga sekarang wajahnya tepat berada di atas wajah Orlena. Tatapan mereka saling bertaut. Meskipun wajah pria di hadapannya adalah milik Max, tapi Orlena bisa merasakan hal yang berbeda dari cara pria itu menatap dirinya. Karena Orlena pernah berada di posisi yang sama seperti itu bersama dengan Rey, Orlena yakin pria di hadapannya ini bukanlah Rey. Pasalnya Rey memiliki tatapan yang sangat tajam dan juga dia sangat kasar. Sedangkan pria di hadapannya saat ini memiliki tatapan yang nakal. Orlena sudah banyak menghadapi banyak tipe pria. Wanita itu mengenali pria seperti apa dengan tatapan seperti yang dilihatnya. Pria yang sering menggoda banyak wanita. Jari telunjuk Max menyusuri garis bibir Orlena. “Aku akan memberitahumu siapa aku setelah kamu melakukan sex denganku.” Orlena tersenyum sinis. “Sex? Itu adalah perkara mud
Alarm di ponsel membuat tidur Max terganggu. Perlahan pria itu membuka matanya. Dia perlu beradaptasi dengan sinar matahari pagi yang sudah menerangi kamarnya. Kemudian pria itu mengulurkan satu tangannya untuk meraih ponselnya. Setelah mendapatkan smartphone di tangannya, Max langsung mematikan alarmnya. Dia bisa melihat jam sudah menunjukkan jam enam pagi.Tiba-tiba Max merasakan ada yang bergerak di sampingnya. Dia bahkan bisa mendengar suara seorang wanita mengerang karena tidurnya terusik. Saat Max menleh ke samping, betapa terkejutnya pria itu saat melihat Orlena berbaring di atas lengannya. Dan yang membuat Max semakin terkejut adalah wanita itu sama sekali tidak mengenakan apapun. Dia hanya menutupi tubuh telanjangnya dengan selimut. “Sial. Apa yang sebenarnya terjadi semalam?” tentu saja Max tidak bisa mengingat apapun karena bukan dirinya yang menguasai tubuhnya semalam.“Yang terjadi semalam adalah kita melakukan sex.”Suara itu sontak membuat Max terkejut. Bahkan karena t