Home / Urban / Jejak Lelaki Lain Di Tubuh Istriku / Keresahan Yang Menggerogoti

Share

Keresahan Yang Menggerogoti

Author: Calibrie
last update Last Updated: 2025-07-22 15:03:49

Sepanjang sisa jam kerja, konsentrasiku benar-benar buyar. Angka-angka di laporan triwulan yang tadinya familiar kini terlihat menari-nari seperti hieroglif kuno yang tak bisa kupecahkan. Grafik penjualan produk elektronik yang biasanya bisa kuanalisis dengan mata tertutup, sekarang tampak seperti lukisan abstrak yang tidak masuk akal. Presentasi untuk klien besar besok pagi, yang seharusnya menjadi prioritas utama, tiba-tiba terasa tak penting lagi dibanding badai pikiran yang berkecamuk di benakku.

Bayangan senyum Dinda bersama lelaki asing itu terus berputar di kepalaku seperti film yang diputar berulang-ulang. Setiap detail dari foto itu kini tersimpan dengan jelas di memoriku: cara lelaki itu merangkul Dinda, ekspresi bahagia di wajah istriku, bahkan brand tas mewah yang digendong pria itu; sebuah Louis Vuitton yang harganya pasti setara dengan gajiku selama tiga bulan.

Pertanyaan-pertanyaan tak terucap mulai berdesakan di pikiranku. Siapa lelaki itu sebenarnya? Sudah berapa lama Dinda mengenalnya? Mengapa mereka tampak begitu akrab? Dan yang paling mengganggu: mengapa aku baru mengetahui keberadaan lelaki ini dari foto yang dikirim istri orang lain?

Jam dinding kantor yang biasanya berdetak pelan kini terdengar seperti genderang perang. Tick... tock... tick... tock... Setiap detiknya terasa menyiksa, seolah waktu bergerak dengan kecepatan siput.

Rekan-rekan kerja di sekelilingku tampak asyik dengan aktivitas masing-masing. Ada yang sedang telepon dengan klien, ada yang mengetik laporan dengan semangat, dan ada pula yang tertawa kecil membaca chat di ponsel. Kehidupan mereka berjalan normal, sementara duniaku terasa sedang runtuh perlahan.

Ketika jam menunjukkan pukul 12:30, waktu makan siang, aku sama sekali tak merasakan lapar. Perut yang biasanya sudah berbunyi minta diisi sejak jam 11:30 kini terasa kosong namun mual. Aku memutuskan untuk tetap duduk di mejaku, menatap ponsel yang tergeletak di samping tumpukan berkas.

Dengan tangan yang sedikit gemetar, entah karena lapar atau cemas, aku mengangkat ponsel dan mencari kontak "Sayang" di daftar panggilan. Foto profil Dinda yang tersenyum manis dengan latar belakang pantai Ancol saat liburan bulan lalu menyapa mataku. Ia tampak begitu bahagia saat itu, dengan rambut yang tertiup angin laut dan mata yang berbinar penuh cinta saat menatap kameraku.

Jempolku menekan tombol panggil dengan ragu. Nada sambung terdengar... panjang... kosong... sepi. Satu... dua... tiga... empat... lima kali bunyi, lalu otomatis terputus. Tidak ada jawaban.

Mungkin Dinda sedang meeting, pikirku sambil mencoba menenangkan diri. Ya, pasti begitu. Ia sering bilang bahwa ponselnya harus di-silent saat presentasi dengan klien. Tapi kenapa ada perasaan was-was yang semakin menguat?

Aku mencoba lagi. Kali ini kutekan nomor Dinda dengan lebih cepat, berharap ia akan segera mengangkat dan menjelaskan segalanya dengan suara riang seperti biasanya. Tapi hasilnya sama: nada sambung yang panjang, hampa, dan berujung pada keheningan.

Panggilan kedua, ketiga, keempat, hingga kelima; semuanya berakhir dengan kehampaan yang sama. Setiap kali nada sambung berbunyi tanpa jawaban, dadaku terasa semakin sesak. Keringat dingin mulai membasahi pelipisku meski AC kantor menyala penuh.

Apakah saat ini, Dinda sedang bermesraan di hotel bersama lelaki itu? Bayangan tak menyenangkan tiba-tiba melintas di kepalaku.

Kecemasan yang semula hanya berupa bisikan samar kini berubah menjadi raungan menggelegar di benakku. Mengapa Dinda tidak mengangkat teleponku? Dalam tiga tahun pernikahan kami, jarang sekali ia tidak merespons panggilanku, apalagi sampai lima kali berturut-turut. Bahkan saat ia sedang dalam meeting paling penting sekalipun, Dinda biasanya akan mengirim pesan singkat: "Meeting dulu sayang, nanti telpon balik ya."

Mengapa ia harus berduaan dengan lelaki itu di mall, dengan senyum seakrab itu? Dan mengapa aku harus mendengar kabar ini dari orang lain, bukan dari Dinda langsung? Transparansi selalu menjadi fondasi hubungan kami. Dinda biasanya bercerita detail tentang hari-harinya, mulai dari menu makan siang di kantin kantor hingga gossip kecil tentang rekan kerja.

Pikiran terburukpun kembali menghinggapi benakku. Jangan-jangan... jangan-jangan Dinda memang sedang ada di hotel saat ini? Bersama lelaki paruh baya berjas mahal itu? Mungkin mereka sedang...

"Sial!" umpat aku dalam hati, mencoba mengusir pikiran negatif yang semakin liar. Tapi bayangan itu terus berputar seperti kaset rusak yang tidak bisa dihentikan.

Sepanjang sisa hari kerja, aku tidak tenang sama sekali. Setiap kali ada rekan kerja yang tertawa, aku merasa mereka sedang membicarakanku. Setiap kali ada yang berbisik-bisik, aku paranoid bahwa mereka sudah tahu tentang foto itu. Bayang-bayang kebahagiaan rumah tanggaku yang selama ini kukira sempurna, mendadak terasa retak dan rapuh, terancam oleh sehelai foto yang tak terduga.

Jam 3 sore, satu jam sebelum aku selesai kerja, ponselku berdering. Nama "Sayang" muncul di layar dengan nada dering khusus yang sudah kusetting: lagu "Perfect" dari Ed Sheeran yang menjadi soundtrack pernikahan kami.

Jantungku berdebar kencang, campuran antara lega dan masih tersisa kecemasan. Aku segera mengangkat telepon dengan tangan yang masih sedikit gemetar.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Jejak Lelaki Lain Di Tubuh Istriku   Tak Bisa Mundur

    Ini adalah malam terakhir. Setelah ini, aku tak tahu masih bisa bertemu dengan Jasmin lagi atau tidak. Kami berciuman dengan liar, saling melepas hasrat yang membara. Aku membalas ciumannya dengan penuh gairah, seolah semua kekacauan yang ada di hatiku bisa hilang dengan satu sentuhan. Toh, semua ini, dia yang memulainya. Aku hanya mengikutinya.Rupanya, dia tadi tak benar-benar mabuk. Mungkin sedikit mabuk, tapi masih sadar dan seharusnya dia bisa berjalan dengan tegap. Nyatanya, di kamar ini, setelah pintu terkunci, dan setelah kami berciuman dengan begitu liarnya, kami saling menatap. Matanya masih merupakan mata orang sadar. Dan dia bisa melepaskan bajunya dengan benar, tanpa sempoyongan.Aku memerhatikan semua itu; bagaimana cara dia melepaskan bajunya dengan sensual dengan niat menggodaku. Yang tersisa masih pakaian dalam. Dia mengenakan pakaian dalam g-string seksi. Cukup minimalis dan membuat darahku terpompa sampai ke kepala.Haruskah aku melakukan hal ini? Aku ragu sebetulny

  • Jejak Lelaki Lain Di Tubuh Istriku   Acara Bebas

    Hari sudah semakin sore. Langit perlahan berubah menjadi jingga, memudar menjadi merah muda dan ungu. Kabut tipis mulai turun, menyelimuti puncak bukit. Pemandangan itu sangat indah, namun tidak bisa menenangkan hatiku. Aku berjalan kembali ke vila, pikiranku berkecamuk dengan tawaran Ibu Claudia.Aku kembali ke kamarku, membuka pintu, dan meletakkan koperku di samping ranjang. Aku memandangi ranjang itu. Tempat tidur ini menjadi saksi bisu atas sebuah kejadian yang pelik; Insiden hantu yang membuat aku menjadi memiliki sebuah hubungan dengan Jasmin.Aku segera masuk ke kamar mandi. Air hangat terasa seperti surga. Aku membiarkan air membasahi tubuhku, berharap semua kekacauan dalam diriku bisa luruh. Aku mencoba untuk fokus pada satu hal: pekerjaanku. Aku harus mengambil kesempatan ini. Ini adalah impianku.Setelah mandi, aku memakai kemeja berwarna maroon dan celana bahan berwarna hitam. Aku menatap diriku di cermin. Wajahku terlihat lelah, tapi mataku terlihat lebih bersemangat. Ak

  • Jejak Lelaki Lain Di Tubuh Istriku   Sungguhan Atau Jebakan?

    Situasi di antara kami terasa mencekik. Aku hanya khawatir satu hal yang terus berputar di kepalaku; bagaimana jika Ibu Claudia ini hanya sedang mengujiku? Ujian loyalitas? Atau mungkin ujian moral yang jika gagal akan membuatku kehilangan pekerjaan? Pikiran-pikiran negatif itu bergelayut seperti kabut tebal di otakku.Maka aku pun mencoba bersikap profesional, meski keringat dingin mulai membasahi kerah kaosku. Aku meluruskan punggung, berusaha menampilkan ekspresi senetral meskipun dalam hati badai sedang mengamuk. Situasi ini benar-benar sulit bagiku; seperti berjalan di atas tali yang tipis di atas jurang yang dalam. Tak boleh salah pilih kata, tak boleh salah gerak, bahkan tak boleh salah napas."Voucher ini... gimana sih bu? Saya kok belum paham ya?" Suaraku terdengar sedikit bergetar meski aku berusaha menstabilkannya. "Kita sama-sama dapat ruangan di hotel itu gitu? Berarti kan nggak harus di hari yang sama ya? Atau harus?" Aku merasakan kerongkonganku mengering. Pertanyaan-pe

  • Jejak Lelaki Lain Di Tubuh Istriku   Voucher Menginap Di Hotel Terbaik

    Aku menghela napas panjang, memandang cakrawala yang mulai berubah warna. "Kehidupanku bersama Dinda, istriku..." aku memulai, suaraku terdengar ragu. "Kami sudah bersama selama tiga tahun. Pernikahan yang…" aku terdiam sejenak, "… ada dinamika di sela-sela kebahagiaan yang kami bangun bersama… "Kata-kata itu terasa pahit di lidah. Aku melanjutkan dengan cerita-cerita manis yang sudah aku hafal di luar kepala; cerita yang selalu aku sampaikan kepada rekan kerja, atasan, bahkan keluarga. Tentang bagaimana kami saling mendukung, tentang rencana memiliki anak, dan lain-lain.Yang aku sembunyikan adalah pengkhianatan Dinda. Aku harus mempertahankan citra ini. Tak boleh tampak retak. Pak Hartono waktu itu membicarakan promosi. Dia mengatakan bahwa kestabilan keluarga mencerminkan kestabilan kerja seseorang dan ini akan menjadi bahan pertimbangan pengangkatanku.Ibu Claudia mengangguk-angguk mendengar ceritaku, sesekali tersenyum hangat. Matanya yang teduh membuatku merasa bersalah karena

  • Jejak Lelaki Lain Di Tubuh Istriku   Apakah Dia Tertarik Padaku?

    Kami mulai berpetualang. Selama kami mencari kotak itu, aku merasa canggung dan tegang. Ibu Claudia berjalan di sampingku, sesekali matanya menyapu sekeliling, mencari kotak yang disembunyikan.Kami mencari di sekitar vila. Kami melihat beberapa kelompok lain menemukan kotak mereka. Aku merasa sedikit putus asa. Mungkin kami tidak akan mendapatkannya. Tapi Ibu Claudia tidak menyerah. Dia tetap bersemangat. Demi hadiah. Astaga. Padahal dia sudah kaya raya. Tapi yang aku lihat kemudian di sini, dia mengerjakan sesuatu, meski demi hal kecil, dengan penuh semangat.Aku pun tertular semangatnya dan terus mencari."Sepertinya, kita harus mencari di luar," katanya. "Kotak yang disembunyikan di sini mungkin sudah didapatkan yang lain."Aku mengangguk. Kami berjalan keluar, menuju perkebunan teh yang terbentang luas. Udaranya terasa sejuk dan segar. Bau tanah basah dan teh yang menenangkan memenuhi indraku. Kami terus berjalan, menyusuri jalan setapak yang menanjak. Matahari menuju sore terasa

  • Jejak Lelaki Lain Di Tubuh Istriku   Berpasangan Dengan Ibu Claudia

    Darahku kembali mendidih menyaksikan foto yang muncul di layar ponselku. Mataku tak bisa lepas, seolah ada magnet yang menahannya. Dari belakang memang, tapi aku sangat yakin wanita itu adalah istriku, dan lelaki itu adalah Pak Rendra. Gestur mereka tidak sederhana. Tak ada, dalam konteks profesionalisme, atau konteks apapun, seorang atasan menggandeng lengan sekretarisnya menuju lobi hotel. Tanganku mengepal, ponsel di genggamanku terasa dingin.Aku sudah melihat foto yang lebih menyebalkan waktu itu. Tapi kali ini, rasa kesal itu tetap ada. Aku mencoba berpikir tidak peduli. Aku berusaha meyakinkan diriku bahwa aku sudah melakukan "pembalasan" semalam. Tapi nyatanya, rasa sakit itu tetap menusuk. Ya, beginilah. Mungkin ceritanya akan berbeda jika Dinda tidak menyembunyikan hal ini. Apa yang kami perbincangkan, semua itu mengarah seolah Dinda adalah istri yang setia dan tak mau disentuh lelaki lain. Dia malah marah saat aku memancingnya soal fantasiku waktu itu, kan?Lamunanku selesa

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status