Share

Jejak Lelaki Lain Di Tubuh Istriku
Jejak Lelaki Lain Di Tubuh Istriku
Author: Calibrie

Foto Yang Mengusik

Author: Calibrie
last update Last Updated: 2025-07-22 15:03:12

Siang itu, suasana kantor terasa lebih menyengat dari biasanya. AC gedung perkantoran bertingkat dua puluh itu seakan tak mampu menghalau gerah Jakarta di penghujung Oktober.

Namaku Aryo. Saat ini aku tengah berkutat dengan tumpukan laporan triwulan yang harus selesai sebelum deadline besok pagi. Angka-angka penjualan, grafik performa tim, dan proyeksi kuartal depan berhamburan di meja kerjaku yang sempit. Sebagai assistant manager di divisi marketing, tugas seperti ini sudah menjadi rutinitas yang tak bisa kutolak.

Di bilik sebelah, Andri, rekan kerjaku yang sudah empat tahun berbagi keluh kesah soal target penjualan, tiba-tiba berdiri dari kursinya. Wajahnya tampak gelisah, matanya melirik ke arah ruang manajer kami, Pak Hartono, yang sedang khusyuk dengan laptop dan secangkir kopi dingin di mejanya.

"Bro, lihat ini deh," bisik Andri sambil menyenggol lenganku pelan. Ponsel terbarunya ia sodorkan dengan jari yang sedikit bergetar. "Kiriman dari Wulan yang sedang belanja di mall... itu bini lo bukan?"

Wulan adalah rekan kerja kami yang saat ini sedang tugas lapangan. Mungkin tadi dia mampir ke mall untuk makan siang atau entahlah. Wanita itu cukup thengil menurutku. Sikapnya itu ambigu. Entah kenapa, selama ini, aku merasa dia cukup sering menggodaku. Maka dari itulah, aku menjaga jarak darinya.

Aku mengernyit, merasakan firasat aneh yang mulai menggelayut di dadaku. Tanganku meraih ponsel Andri dengan gerakan hati-hati, seolah benda itu adalah granat yang siap meledak kapan saja. Seketika, pandanganku terpaku pada sehelai foto yang terpampang jelas di layar W******p. Jantungku berdesir aneh, detakannya mendadak tak beraturan.

Di sana, di tengah keramaian mall yang sangat kukenal, tampaklah Dinda; istriku yang cantik dengan senyum merekah yang biasa ia simpan hanya untukku. Rambutnya yang panjang bergelombang tertata rapi dalam gaya half-up bun yang elegan. Ia mengenakan blazer cream yang kuberikan untuknya bulan lalu, dipadukan dengan celana panjang hitam yang memperlihatkan lekuk tubuhnya yang sempurna. Tas kulit cokelat muda, hadiah anniversary kami yang kedua, tergantung manis di bahunya.

Tapi yang membuatku tercekat hingga napas terasa sesak, Dinda tidak sendiri. Di sampingnya berdiri seorang lelaki paruh baya dengan tinggi sekitar 175 cm, berpostur tegap dan berisi. Rambutnya yang hitam legam sudah dihiasi uban perak di area pelipis, memberikan kesan matang dan berwibawa. Ia mengenakan setelan jas abu-abu gelap dengan potongan yang sangat rapi; jelas bukan sembarang jas yang bisa dibeli di mall biasa. Kemeja putih di baliknya tampak premium, begitu pula dengan dasi mengkilap bermotif garis tipis yang melingkari lehernya.

Yang paling mengganggu adalah tangan pria itu yang terlihat merangkul lembut punggung Dinda, dengan gestur yang terlampau akrab untuk sekadar hubungan profesional. Jari-jarinya yang panjang dan terawat tampak menyentuh pinggang Dinda dengan cara yang... terlalu familiar. Sementara Dinda, dengan senyum yang kurnal begitu manis dan hangat, tampak sangat nyaman dengan kedekatan itu.

Pikiranku langsung kalut bagai badai. Aku mengenal betul setiap lekuk senyum Dinda, cara ia menaikkan sudut bibirnya saat sedang benar-benar bahagia, tatapan matanya yang selalu memancarkan kehangatan seperti sinar matahari pagi, dan bagaimana ia selalu berpenampilan rapi bahkan hanya untuk sekadar ke pasar tradisional dekat rumah kami.

Dinda Maharani, istriku yang berusia tiga puluh tahun itu memang sosok wanita yang luar biasa. Tubuhnya yang tinggi semampai, sekitar 165 cm, dengan lekuk yang proporsional selalu membuatnya terlihat menawan dalam balutan apapun.

Kulitnya yang putih bersih dengan semburat merona alami di kedua pipi membuatnya tampak awet muda. Mata besarnya yang berwarna cokelat madu selalu berkilau ceria, dihiasi bulu mata lentik yang alami. Hidungnya mancung dengan ujung yang sedikit pesek, memberikan kesan manis dan tidak angkuh. Bibirnya yang penuh berwarna merah alami selalu tertata rapi dengan lipstik tipis yang ia aplikasikan setiap pagi.

Profesi kami memang sama, pegawai kantoran. Namun ia bekerja di PT Sentosa Makmur, sebuah perusahaan konsultan manajemen yang cukup bergengsi di kawasan Sudirman. Sementara aku di PT Mitra Sejahtera, perusahaan distributor alat elektronik di daerah Kemayoran. Jarak kantor kami memang lumayan jauh, sekitar 45 menit perjalanan dengan kendaraan pribadi.

Kami telah menikah selama tiga tahun, terhitung sejak tanggal 15 Mei 2022. Pernikahan kami digelar sederhana namun meriah di gedung serbaguna kompleks perumahan orangtuaku di Bekasi. Dinda tampak cantik luar biasa dalam gaun pengantin berwarna putih gading dengan detail bordir mutiara di bagian dada dan lengan. Aku masih ingat betapa beruntungnya aku merasa saat itu, mendapatkan wanita secantik dan sebaik Dinda untuk menjadi pendamping hidup.

Namun ada satu hal yang kadang membuat kami berdua terlihat murung: kami belum juga dikaruniai seorang anak.

Kami sudah melakukan berbagai upaya. Dari konsultasi ke dokter kandungan, terapi kesuburan, hingga mengonsumsi berbagai suplemen yang direkomendasikan teman-teman. Hasil pemeriksaan menunjukkan kami berdua sehat dan tidak ada masalah medis yang serius.

"Itu Dinda, kan?" tanya Andri pelan, suaranya nyaris berbisik. Matanya menatapku dengan tatapan yang sulit kubaca; campuran antara iba dan tidak yakin dengan apa yang dilihatnya.

Aku menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan debaran jantungku yang semakin tak keruan. Udara di ruangan terasa semakin pengap, seolah oksigen tiba-tiba berkurang drastis. "Mungkin... mungkin dia lagi ada tugas kantor, terus sekalian mampir ke mall sama atasannya," jawabku dengan suara yang berusaha kudengarkan mantap, meski sebenarnya ada getaran yang tidak bisa kusembunyikan.

Aku mencoba meyakinkan Andri, dan yang lebih penting, berusaha meyakinkan diriku sendiri. Pikiran logisku yang biasa tajam dalam menganalisis data penjualan mengatakan bahwa ini adalah hal yang wajar. Dinda memang sering menceritakan pertemuannya dengan klien atau atasan di luar kantor. Sebagai account executive, ia memang harus fleksibel dengan jadwal dan lokasi meeting.

Andri mengangguk pelan, seolah memahami dilema batinku. "Oh iya... bisa jadi begitu," responnya sambil mengambil kembali ponselnya. Mungkin dia juga merasa tidak enak jika harus berdebat denganku tentang hal yang terlalu pribadi seperti ini. Lagipula, Andri adalah tipe orang yang bijak; ia tahu kapan harus bicara dan kapan harus diam.

Namun, meski sudah kucoba merasionalisasi dengan berbagai kemungkinan logis, ada perasaan aneh yang tetap mengganjal di sudut hatiku. Sebuah firasat yang dingin dan tak menyenangkan, seperti kabut tipis yang perlahan menyelimuti kejernihan pikiranku. Aku mengembalikan ponsel Andri dengan gerakan yang kusadari sedikit kaku, berusaha bersikap normal meski aku tahu bahwa ketenangan di siang itu sudah direnggut paksa.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Harley Hantawiryo
.......... lanjut
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Jejak Lelaki Lain Di Tubuh Istriku   Dia Masih Menginginkannya

    Pipi Dinda semakin merona. Ia tampak malu, memainkan ujung gaun tidurnya di pangkuan. Ia menghela napas lagi, lalu melanjutkan dengan suara yang lebih pelan, seolah ia sedang mengakui kejahatan terindahnya."Pak Rendra... dia berbeda dari yang kukira," katanya, matanya menatap ke kejauhan; seolah masih berada di sana, di suite mewah itu, bukan di ruang tengah rumah kami. "Dia nggak buru-buru. Dia... perhatian. Dia tanya apa yang aku suka, apa yang membuatku nyaman. Dia membuatku merasa... dihargai."Suaranya bergetar sedikit, campuran antara malu dan bahagia."Kami ngobrol dulu sambil minum wine. Dia cerita tentang hidupnya, tentang mantan istri-istrinya, tentang bagaimana dia merasa kesepian meski punya segalanya. Dia tidak tampil sebagai Direktur yang berkuasa, melainkan sebagai pria yang rapuh."Aku duduk terdiam, menyimak dengan baik. Jantungku berdebar kencang, berimajinasi setiap detail. Aku membayangkan Dinda duduk di sofa beludru mahal, mendengarkan curahan hati Direkturku, me

  • Jejak Lelaki Lain Di Tubuh Istriku   Mulai Bercerita

    Waktu terasa berjalan lambat. Setiap menit terasa seperti lima menit. Aku melirik jam dinding. Jam 22:33. Sudah hampir tengah malam.Dari kamar mandi terdengar bunyi air mengalir; shower yang menyala, air yang menyembur keras menghantam lantai. Suara yang familiar, yang biasanya tidak kuperhatikan, kini terdengar begitu jelas. Begitu... signifikan.Aku membayangkan Dinda di bawah semburan air; sabun berbusa membasuh tubuhnya, air panas mengalir menyapu jejak-jejak tangan Pak Rendra, mencuci bau cologne asing, membersihkan sisa-sisa malam yang dia habiskan di hotel mewah.Apakah ia merasa bersalah? Apakah ia merasa puas? Apakah ia memikirkan aku, atau pikirannya masih terpaku pada Pak Rendra?Lima belas menit berlalu. Suara air berhenti. Keheningan sejenak. Lalu bunyi pintu kamar mandi terbuka.Setelah itu, Dinda telah selesai.Ia muncul di ambang pintu ruang tengah dengan penampilan yang sangat berbeda dari tadi.Rambutnya basah, disisir ke belakang, menetes sedikit di bahunya. Wajahn

  • Jejak Lelaki Lain Di Tubuh Istriku   Menunggu Dinda Bercerita

    Aku segera mengenakan bajuku yang tergeletak di lantai dan celana pendek yang terlempar di sudut dengan gerakan tergesa-gesa.Jari-jariku gemetar sedikit saat menarik kaos melewati kepala, saat mengaitkan kancing celana. Entah karena masih tersisa sensasi dari beberapa menit lalu, atau karena antisipasi akan bertemu Dinda yang baru saja pulang dari... suatu tempat.Entah kenapa ada perasaan bersalah di hatiku setelah menggunakan kamar kami untuk bercinta dengan wanita lain. Meski, aku tahu Dinda juga tadi pasti bercinta dengan atasannya.Logika itu seharusnya meredakan rasa bersalah. Ini kan kesepakatan? Open marriage? Kebebasan untuk keduanya? Jadi kenapa aku masih merasa ada yang salah?Aku hanya tak mengira saja, Dinda akan pulang.Tadinya aku berpikir, dia akan menginap di hotel bersama Pak Rendra, menghabiskan malam dalam pelukan pria itu, bangun di pagi hari dengan tubuh yang masih menyimpan kehangatan orang lain. Itulah kenapa aku merasa "aman" untuk membawa Dewi ke kamar kami,

  • Jejak Lelaki Lain Di Tubuh Istriku   Suara Mobil Dinda Di Depan Rumah

    Aku membiarkan tangannya terus bergerak, membiarkan sensasi itu mengalir. Sentuhan sekilas tadi telah berubah menjadi sentuhan yang disengaja dan berani. Jari-jarinya dengan cepat menguasai dan menyingkap area yang sudah lama menegang di balik celana pendek tipisku.Aku tersentak. Aku tidak lagi bisa menahan diri. Aku berbalik sedikit ke samping, memberinya akses penuh.Dewi semakin liar.Ia tidak hanya puas dengan sentuhan tangan. Gerakannya cepat dan tanpa ampun. Dalam sekejap, ia sudah melepaskan celanaku dan celana dalamku. Kehangatan yang dalam kini menyambutku.Aku akui, permainannya sangat berpengalaman. Dinda pun jelas jauh, ia tidak pernah seganas ini saat memulai.Bibirnya sudah sangat rakus melahap bagian tubuhku yang paling sakral itu. Dia sudah sangat terlatih. Sangat biasa. Dan aku semakin memahaminya setelah mendengar apa yang tadi ia ceritakan. Bahwa dia memang sudah berpengalaman. Jika dia bisa mengatasi tiga hingga empat lelaki, maka apalah artinya aku seorang di kam

  • Jejak Lelaki Lain Di Tubuh Istriku   Dinda Semakin Nakal

    Kamar tidurku, ruangan yang biasanya kupadu dengan Dinda, kini terasa asing dengan kehadiran wanita lain. Lampu tidur di meja samping menyala redup, menciptakan cahaya kuning keemasan yang hangat namun juga intim. AC berdenging pelan, mengeluarkan udara dingin yang kontras dengan kehangatan yang mulai terbentuk di antara kami.Ranjang king size dengan seprai putih bersih terbentang luas, terlalu luas untuk satu orang, terlalu pribadi untuk dibagi dengan orang yang bukan istriku.Dewi berdiri di samping ranjang, menatapku dengan senyum yang lembut namun penuh antisipasi."Mau enak dipijitnya, pakai celana pendek aja, Mas," katanya dengan nada yang terdengar seperti saran profesional, seolah ia masseuse berpengalaman, bukan sahabat istriku yang semalam tidur denganku. "Lebih enak begitu kalau pijit. Biar aku bisa akses otot-ototnya dengan baik."Aku mengangguk, sedikit ragu tapi juga... penasaran.Aku membuka laci lemari, mengambil celana pendek olahraga; celana hitam berbahan tipis yan

  • Jejak Lelaki Lain Di Tubuh Istriku   Mau Dipijat?

    Dewi tersenyum menatap ke arahku; senyum yang tipis, penuh makna, seolah ia sudah tahu pertanyaan apa yang akan keluar dari mulutku."Dinda nggak ngasih tahu dia di mana?"Suaranya ringan, casual, tapi matanya mengamati reaksiku dengan seksama. Ia meletakkan sendoknya, mengambil tissue untuk mengelap sudut bibirnya yang sedikit berminyak dari rendang, gerakan yang perlahan dan feminin."Belum. Katanya nanti dia telat pulang..." jawabku, berusaha terdengar santai meskipun dadaku terasa sedikit sesak.Sebenarnya pertanyaanku ini hanyalah sebagai awalan saja. Aku ingin memancing bagaimana reaksi Dewi dengan tema obrolan ini.Dewi mengangguk pelan, jari-jarinya memutar gelas air putih di atas meja dengan gerakan melingkar yang lambat. Bunyi gesekan dasar gelas dengan permukaan meja menciptakan ritme yang monoton."Tadi pergi sama Pak Rendra. Dia sudah minta izin ke kamu kan?" tanyanya, nadanya hati-hati."Sudah..." balasku singkat, menatap mata Dewi untuk melihat apakah ada sesuatu yang i

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status