Share

Bab 14

Kedua luka sayatan itu sangat kontras dengan kulit Thea yang putih. Darah terus mengalir dari lukanya, mewarnai lehernya menjadi merah.

Penglihatannya berubah berkabut saat air mata kristal yang menggenang di sudut matanya, jatuh dan bercampur dengan darahnya.

Dia sudah putus asa.

Dihadapkan dengan Jenderal Trent Xavier, semua ketidakberdayaan dan keputusasaannya menumpuk.

Selain itu, kebencian membuncah dari dalam dirinya.

Dia kesal telah berlari ke dalam api itu karena dia mendengar seseorang meminta tolong!

Dia mungkin telah menyelamatkan seseorang, tetapi luka yang dideritanya membuat dia menderita sepuluh tahun siksaan! Sepuluh tahun penderitaan!

Dia menjadi bahan tertawaan seluruh sekolah ketika dia mendapat luka bakar itu.

Bahkan teman-teman yang pernah dekat dengannya tidak ingin berhubungan dengannya lagi!

Teman-teman sekelasnya memperlakukannya seperti pembawa wabah, sebisa mungkin menghindarinya!

Keluarganya mulai membencinya. Bahkan orang tuanya sendiri memperlakukannya seolah dia tidak berharga!

Ketika bekas lukanya akhirnya sembuh, dia berpikir bahwa mungkin sepuluh tahun penderitaan itu tidak sia-sia.

Tapi sekarang, dia sekali lagi berada dalam keputusasaan.

"Tolong, Jenderal Xavier. Ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan kami. Ini semua salah Thea!"

"Ya! Ini semua salahnya! Siksa dia kalau mau, tapi tolong lepaskan kami!"

Thea menatap wajah Trent yang tanpa ekspresi dan mendengarkan keluarganya tidak peduli akan nyawanya, yang penting mereka sendiri bisa hidup. Dia jatuh lebih dalam ke dalam keputusasaan.

"Tidak mau menjawab?"

Trent melambaikan tangan, ekspresinya menjadi dingin. Tak lama kemudian, dua orang berjalan ke arahnya.

"Pak."

"Bawa dia ke balai lelang. Aku ingin semua orang di Cansington tahu apa yang terjadi saat mereka melawan keluargaku. Kita akan berurusan dengan Alex Yates setelah menyingkirkan keluarga Callahan."

"Ya, Pak."

Orang-orang itu melepaskan belenggu Thea, lalu menyeretnya keluar dengan menarik rambutnya bagaikan tali anjing.

Thea hanya mengenakan gaun tipis. Gaun itu pun robek akibat gesekan antara dirinya dan tanah. Kulitnya tergesek saat dia diseret ke balai lelang. Luka-lukanya mengirimkan percikan rasa sakit yang tajam setiap kali lukanya bersentuhan dengan tanah, tetapi para pria itu mengabaikan ratapan permohonan ampunnya, tidak peduli seberapa keras dia berteriak.

Kembali ke lantai atas Hotel Cansington, pelelangan berjalan sesuai dengan jadwal.

Tak satu pun dari barang-barang yang dilelang merupakan barang yang bernilai tinggi, namun tawaran awalnya cukup tinggi, setidaknya sepuluh kali lebih mahal dari nilai normalnya.

Sebagian besar peserta lelang adalah tokoh terkemuka di Cansington. Mereka semua berpengalaman dalam prosedur bisnis dan segera mengerti apa yang sebenarnya terjadi.

Alex Yates telah membuat bisnis keluarga Xavier bangkrut, tetapi Trent Xavier telah kembali untuk mengumpulkan dana, ia berniat membangun bisnis keluarganya kembali.

Para peserta lelang tidak punya pilihan lain selain melakukan penawaran. Trent adalah Jenderal di perbatasan barat. Dia memiliki kekuatan yang sangat besar, dan menentang keinginan Trent adalah hal terakhir yang ingin mereka lakukan.

Jadi, mereka terus menawar, bahkan ketika mereka tahu apa yang dilelang adalah barang palsu dan tiruan yang tidak berharga, karena mereka tahu jika mereka tidak membeli apa pun malam ini mereka akan mendapat balasan dari Trent Xavier.

Setelah tawaran terakhir selesai, muncul barang lelang lain. Barang itu adalah lukisan Bunga Purnama di Tepi Jurang.

Seorang juru lelang yang cantik memulai omongannya. "Kali ini adalah pelelangan untuk lukisan Bunga Purnama di Tepi Jurang. Tawaran awal adalah delapan juta, para penawar harus menawar tidak kurang dari setengah juta setiap kali mereka mengajukan penawaran selanjutnya."

Kerumunan mengerti apa yang terjadi ketika lukisan itu muncul kembali. Lukisan yang telah dirusak Thea adalah lukisan palsu. Xavier hanya ingin mencari alasan untuk menjatuhkan keluarga Callahan.

Desas-desus telah tersebar tentang bagaimana keluarga Xavier bangkrut. Penyebabnya adalah karena Thea Callahan telah menelepon Alex Yates dan berbicara melalui pengeras suara, sehingga Alex mendengar apa yang dikatakan Joel Xavier dan membuat Xavier bangkrut karena rasa dengki.

Lukisan yang sebenarnya sangatlah berharga. Jumlah sebesar satu koma delapan miliar dolar adalah harga yang layak sebagai tawaran awal, tapi sekarang keluarga Xavier telah menawarkan lukisan yang palsu seharga delapan juta. Ini jelas-jelas penipuan.

"Saya mewakili keluarga Frasier. Kami menawar sepuluh juta. Saya akan mendapatkan lukisan itu!"

"Saya mewakili keluarga Zimmerman. Kami menawar sebelas juta. Saya mau lukisan itu!"

"Saya mewakili keluarga Wilson. Kami menawar dua belas juta!"

Mereka tahu itu lukisan palsu, tetapi supaya berada sisi baik Jenderal Trent Xavier dari Perbatasan Barat, beberapa keluarga kaya tersebut mulai menawar dengan sungguh-sungguh. Tak lama kemudian, Bunga Purnama di Tepi Jurang yang dipalsukan berubah dari barang yang tidak berharga menjadi barang senilai dua belas juta dolar, dan penawaran masih terus berlanjut.

Akhirnya, lukisan palsu itu pun laku seharga dua puluh satu juta dolar.

Saat kerumunan sedang menunggu barang lelang lainnya, dua pria bersenjata lengkap menyeret seorang wanita ke atas panggung.

Rambutnya acak-acakan dan darah menutupi wajahnya. Salah satu sepatu hak tingginya hilang, dan lututnya mengalami luka gesekan. Darah terus mengalir dari lukanya.

Kerumunan peserta lelang menahan napas melihat kejadian itu.

Thea akhirnya dibebaskan begitu dia sampai di atas panggung.

Mereka telah memposisikannya sehingga dia kebetulan menghadap ke kerumunan.

Ada sepuluh orang yang duduk di meja lelang. Mereka semua adalah orang-orang ternama di Cansington, tetapi begitu melihat wajah Thea yang berlumuran darah mereka ketakutan. Mereka duduk membeku di kursi mereka dengan wajah yang pucat. Mereka bahkan tidak berani bernapas terlalu keras.

"Tolong… Tolong aku..."

Harapannya muncul kembali ketika dia melihat banyak orang di sekitarnya. Thea mengulurkan tangan kepada mereka, meminta pertolongan pada mereka, tetapi tidak ada yang bergerak. Mereka bahkan tidak memiliki keberanian untuk berbicara karena orang-orang bersenjata lengkap berdiri di antara mereka dan Thea.

Trent berjalan ke atas panggung dengan belatinya. Dia menjambak rambut Thea, memperlihatkan wajahnya ke kerumunan peserta lelang. "Keluarga Xavier adalah penguasa Cansington yang sebenarnya. Siapa pun yang menentang kami harus mati!"

Dengan itu, belati Trent sekali lagi menyayat pipi Thea.

"Ahhh!" Thea berteriak kesakitan saat dia meratap.

"Bunuh aku! Bunuh saja aku, aku mohon! Berhenti menyiksaku!"

Tubuh dan jiwa Thea lelah karena siksaan. Yang dia inginkan hanyalah kebebasan! Karena itu, dia terus memohon padanya untuk segera mengambil nyawanya.

James dan Henry telah menunggu di luar hotel. Ketika sudah waktunya, mereka segera mengenakan topeng yang telah mereka siapkan dan mendekati hotel.

Mereka masuk melewati pintu belakang, di mana tidak ada tentara yang berjaga, tidak seperti pintu depan yang dijaga ketat.

James dan Henry berjalan ke lantai atas, tetapi sebelum mereka bisa memasuki balai lelang, James mendengar tangisan sedih dan permohonan putus asa Thea.

Jantungnya mulai berdebar saat dia melihat warna merah. Kemarahan memuncak dari dalam dirinya.

Henry yang terus membuntutinya tiba-tiba membeku ketika dia merasakan kemarahan dari tubuh James. Dia secara naluriah mundur beberapa langkah, gemetar ketakutan.

Selama bertahun-tahun dia bekerja untuk James, dia hanya pernah melihat James marah sekali.

Setahun yang lalu, pertempuran besar meletus di Dataran Selatan. Puluhan ribu Tentara Naga Hitam diberantas secara tragis di tangan musuh, akibat terperangkap dalam jebakan yang dibuat pihak musuh. Dalam kemarahan yang tak terkendali, James segera menerobos ke benteng musuh sendirian.

Selama pertempuran itu, darah mengalir sederas arus sungai.

Selama pertempuran itu, mayat menumpuk setinggi gunung.

Selama pertempuran itu, James memenggal kepala pemimpin musuh dan membawanya kembali ke markas mereka.

Pada saat itu, Trent Xavier mengayunkan belatinya ke tenggorokan Thea. "Aku akan memberimu satu kesempatan terakhir," katanya dingin. "Siapa orang yang kamu selamatkan sepuluh tahun yang lalu?"

Pintu terbuka dengan suara nyaring.

"Aku!"

Raungan James, yang penuh kebencian dan haus darah, bergema di seluruh aula.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status