Rasa bahagia jelas menyelimuti Diva saat ini. Akhirnya, dia merasakan istilah yang sering dikatakan oleh teman-teman kantornya dulu. 'Ternyata menyenangkan sekali dimanjakan seperti ini,' gumam Diva dalam hati.Diva tidak bisa untuk tidak membandingkan Elvan. Walaupun sebelumnya tadi, dia sudah berjanji untuk tidak melakukannya, tetap saja pikiran itu muncul tanpa permisi. Dulu, dia hanya sebagai pasangan yang disembunyikan, jadi harus banyak bersabar dan menahan hati. Sekarang walaupun hubungan mereka sama-sama tersembunyi, yang membedakannya adalah perlakuan pasangannya.Elvan pria ini benar-benar tidak bisa untuk tidak jatuh hati dengannya.Sadar dari pikiranya, Diva membantu Elvan meletakkan barang-barang itu di bagasi mobil."Kantong ini punyaku, aku letak di depan saja apa gak masalah?" tanya Diva."Kenapa mesti izin? Lakukan saja," jawab Elvan."Tetap saja, gak enak kalo gak ngomong dulu." Ucapan Diva barusan mengundang Elvan untuk menggoda wanitanya."Ya, kamu benar juga, apa
Elvan diam sejenak saat menerima panggilan telepon tersebut, apalagi dari ucapan yang barusan dilontarkan oleh si penelpon. Dia sudah menangkap dengan jelas, arah dari pembicaraan ini nantinya berujung kemana.“Katakan saja melalui telepon, Mario, aku masih banyak urusan yang mesti kuselesaikan. Kamu mau mengatakan apa?” Elvan malas untuk bertemu dengannya, karena maksudnya sudah sangat jelas terbaca.“Ini tentang Anggala, teman kita,” ucapnya dengan suara rendah. Benar saja, sudah tertebak sebelumnya, Elvan menyeringai singkat menanggapinya. “Kenapa dengannya? Kenapa kamu jadi mengurusi hidup Anggala? Dia bukan anak kecil lagi yang masalahnya harus diurus oleh orang lain.” Elvan menjawab dengan tenang, tetapi kalimat itu terdengar cukup pedas. “Tapi El, menurutku tindakanmu padanya sangat kejam. Kamu tahu sendiri Anggala itu perjuangannya dalam meniti kariernya tidak main-main dan dia bekerja mati-matian untuk sampai ke titik itu. Lalu, semuanya hancur dalam waktu satu malam saja.
Diva mengetuk pintu dari luar lalu, Prisya muncul dari dalam membukakan pintunya. “Eh, kalian semua belum pada makan malam, kan?” Diva langsung berkata santai saat melihat Prisya muncul di balik pintu itu. Prisya melihat ke luar, mobil mewah masih berhenti di depan rumah, lalu setelahnya langsung kembali jalan.Prisya tersenyum sekilas. ‘Diantar Pak Elvan ternyata,’ gumam Prisya dalam hati. Namun, Prisya tidak ingin bertanya pada Diva, sudah pasti dia akan berbohong menutupinya.“Belum, Ibu baru mau rencana masak di dapur.” Prisya menjawab santai. “Eh, ini kakak bawa apa?” tanya Prisya antusias, karena dari dalam kantong bawaan Diva menyeruak bau yang sangat lezat.“Seafood di depan komplek nih!” Diva mengangkat kantong bawaannya ke atas, memamerkannya di depan Prisya.“Wah aku mau makan secepatnya!” Prisya lalu mengambil kantong itu dan segera membawanya ke dapur, Diva hanya menggeleng-gelengkan kepalanya saja melihat tingkah Prisya itu.“Hallo Danish! kamu main sama kakek, ya?” sap
Lukman kembali mengernyitkan keningnya heran. "Maksud kamu gimana, Nak?" tanya Lukman. “Tunggu sebentar, Ibu letak Danish ke kamar dulu.” Indah berkata pada Diva. “Baik, Bu.” Diva menjawab. Selagi menunggu Ibunya, Lukman melihat ke arah Diva dengan tatapan cukup dalam. “Kamu mau pindahin Ratri apa sudah menemukan tempat yang bagus? Kamu kan sudah tahu, keadaan adikmu itu seperti apa dan juga ....” tanya pria itu dengan nada khawatir. Diva hanya tersenyum mendengar nada kekhawatiran pada ayahnya itu. Belum sempat menjawab Indah sudah kembali datang. “Betul seperti yang ayah kamu bilang Div, sebenarnya kita ini masih terkendala di biaya, kalau menyerahkan masalah ini padamu, rasa-rasanya kurang pantas.” Indah berkata dengan suara bijak, sembari melihat ke arah suaminya. “Benar Diva, selain itu, Nak, kamu juga harus memikirkan dirimu sendiri juga. Nanti kamu ke depannya bagaimana? Uang yang kamu peroleh, lebih baik kamu kumpulkan saja. Berhemat, Nak, keperluanmu masih banyak.” Luk
Diva tahu ayahnya akan bereaksi seperti ini, tetapi secepat mungkin dia harus kembali meyakinkan orang tuanya. Namun, Prisya tiba-tiba berdehem sedikit kencang. “Ehem ... Sudah ayah tenang saja, Kak Diva berani ke sana pasti dia sudah ada kenalan dan mendapatkan diskon yang besar! Bukan begitu, kak Diva?” Prisya tahu ini pasti akan membuat Lukman terkejut, sebelum Diva kembali meyakinkan pria itu, Prisya lebih dulu mengambil alih pembicaraan agar Diva bisa menambahkan argumennya agar lebih mantap. Jelas Lukman sangat terkejut dengan tempat itu, karena waktu itu Lukman dan Prisya pernah mengunjunginya sekali, tetapi mereka mundur secara teratur karena biaya untuk mendapatkan perawatan di sana yang cukup besar. “Iya benar, Yah! Serahkan sama Diva masalah penyembuhan Ratri, kita pasti akan dengan cepat membuatnya pulih..” Diva berkata dengan penuh keyakinan. Dia harus memastikan orang tuanya mau memindahkan adik mereka. “Ini juga demi kepentingan Ratri, Yah, agar dia juga bisa mendapa
Anggala sudah tiba di tempat yang dijanjikan oleh Marissa, Dia melihat wanita itu sedang menunggu di dalam mobilnya. Anggala lalu menghubungi Marissa melalui ponselnya. “Hai, Ang, keluar dan masuklah ke mobilku, kalau kita bicara di luar kita tidak tahu apa nanti akan ada orang yang mengenalimu atau tidak.” Marissa berkata dengan datar agar terkesan tenang. Anggala menghela napas berat. “Apa kamu mau menjebakku? Aku tidak tahu apa yang kau siapkan di dalam sana. Jangan kamu pikir aku tidak tahu kalau kamu itu sebenarnya sangat licik?" Anggala berkata dengan nada dingin. "Cih!" Marissa berdecih, dia sedikit kesal mendengar kalimat angkuh yang terlontar dari mulut Anggala. "Kalau aku ke sana apa aku juga tidak berpikir yang sama?""Terserah, aku akan menunggumu di sini," ucap Anggala."Kita ini dipihak yang sama.” Marissa berkata dengan tenang. “Ya, dipihak yang sama dengan tujuan yang berbeda.” Anggala berkata dengan nada sarkas pada Marissa. “Baiklah, aku akan ke tempatmu.” Maris
ESW: “Pagi ini siapkan data-datanya, kita rapat setelah briefing pagi.” Grup chat pagi ini dibuka oleh Elvan yang mengirim pesan di sana. Sudah bisa dipastikan penghuni grup akan sangat heboh saat melihat pesan yang datang dari bos besar mereka ini.Mereka dengan cepat merespon secara sopan dan kalimat basa-basi yang cukup panjang hanya untuk mengatakan siap!Namun, diantara mereka semua ada satu orang penghuni grup ini yang belum merespon sama sekali. Mereka menyadari bahwa rekan mereka yang satu ini memang sedikit berbeda. Dia adalah ... Diva.Beberapa rekan kerja Diva ini ada yang mengirim pesan langsung secara personal untuk menyuruhnya merespon pesan yang diberikan oleh Bos mereka saat ini.Akan tetapi, Diva tetaplah Diva. Wanita itu malah tidak bisa dihubungi sama sekali, membuat beberapa dari mereka sedikit khawatir. “Kakak! Kak Diva! Kakak ini mau bangun jam berapa sih?!” Suara Prisya mengejutkan Diva, membuatnya seketika melompat dari atas tempat tidurnya. “Ada apa Pris? K
Seisi ruangan melihat ke arah Diva dengan pandangan yang cukup prihatin. Pun Deska dia hanya diam saja, tidak akan melakukan pembelaan terhadap dirinya. Diva juga heran, saat ini apa Elvan sedang bermain-main dengannya? “Jadi ... pacar kamu yang membuat kamu terlambat? Begitu maksudmu?” tanya elvan pada Diva, pria itu menatap Diva dengan sangat intens. “Menurut Bapak, kalau bukan dia siapa? Karena dia yang mengajak saya cerita sampai nyaris pagi. Wajar kalau saya mengantuk dan–” Ah! Diva baru menyadari kalau sepertinya dia terlalu banyak bicara, sorot mata rekan-rekannya melihat ke arahnya bagai sebuah peluru yang melesat mengenai dirinya. 'Diva bodoh sekali kamu! Apa kamu tidak mengawasi situasi sebelum berperang?!' Diva bertanya pada diriya sendri. “Ah, maap, Pak, saya bener-bener minta maap. Saya gak maksud cerita begini untuk cari-cari alasan, saya … pokoknya saya minta maaf, saya tidak bisa ....” “Baiklah Diva, itu tidak masalah kalau kamu terlambat seperti sekarang, tapi Ap