Gilang memasuki kamar sahabatnya untuk menikmati tubuh Soraya yang baru saja dikencani oleh Evans, sahabat yang tidak kalah brengsek dengannya.
CEO muda itu memutar kenop pintu kamar Evans dan mendorongnya dengan perlahan. Seorang wanita seksi yang sedang tertidur di atas ranjang sahabatnya dengan tubuh yang diselimuti kain tebal hanya sampai pinggang saja, sementara tubuh bagian atasnya terbuka.
Gunung kembar milik wanita seksi itu bertumpuk karena Soraya tidur menyamping. Gilang menggelengkan kepala sembari menelan air liurnya dengan susah payah. Laki-laki berlesung pipi itu berjalan perlahan menghampiri wanita pemilik bongkahan kembar yang besar itu.
“Kelihatannya dia sangat kelelahan,” gumam Gilang saat mengusap-usap gunung kembar itu. Namun, sang empu tidak terusik dengan belaian tangannya yang mengelus dengan lembut bongkahan besar itu.
“Pulihkan dulu tenagamu, nanti malam kita akan bertembur,” ucapnya dengan pelan di telinga
Gilang kembali masuk ke dalam kamar sahabanya, ternyata wanita seksi itu sudah tidak ada di tempat tidur. Ia melangkahkan kakinya perlahan masuk ke dalam setelah menutup pintu dan menguncinya. Terdengar suara gemericik air dari dalam kamar mandi.Tanpa berpikir panjang, Gilang langsung melucuti bajunya sendiri. Lalu, masuk ke dalam kamar mandi dengan tubuh polosnya tanpa benang sehelai pun, menghampiri wanita cantik yang sedang berendam sembari memejamkan matanya. Laki-laki yang sudah tidak sabar inggin menikmati tubuh wanita seksi itu masuk ke dalam bathup.Soraya membuka matanya saat ada yang masuk ke dalam bathup. Wanita cantik dengan rambut yang digulung ke atas itu tersenyum sembari mengedipkan sebelah matanya pada CEO muda itu.“Boleh aku membantu membersihkan tubuh seksimu?” Gilang menawarkan diri untuk menyabuni tubuh mulus itu.“Tentu boleh dong, Sayang,” jawab Soraya sembari beringsut, menggeser duduknya lebih ke tengah u
‘Ternyata sangat menyenangkan bermain-main dengan benda kenyal ini,’ batin Gilang sembari terus meremas dua buah gunung kembar yang tidak bisa ia cengkram hanya dengan satu tangan saja.Wanita seksi itu membalikan badan menghadap Gilang. Laki-laki mesum itu membulatkan matanya saat buah kenikmatan Soraya menggantung di depan matanya.“Sayang, apa kamu nggak sakit aku remas seperti ini?” tanya Gilang sembari membasuh benda kenyal itu, dan sesekali meremasnya.“Ini nikmat,” jawab Soraya di sela desahannya.“Apa ini asli?” Pertanyaan yang konyol keluar dari mulut laki-laki mesum itu.Sebenarnya tidak ada pengaruhnya bagi dia asli atau palsu karena dirinya tidak bisa membedakan, hanya saja dia merasa khawatir kalau akan menyakiti Soraya jikalau buah kenikmatan itu ternyata palsu.Soraya tersenyum mendengar pertanyaan lelaki tampan di hadapannya. “Ini asli, Sayang, mau kamu remas sampai kamu p
Gilang segera membersihkan dirinya setelah berpesta buah kenikmatan. Berkali-kali wanita bertubuh seksi yang bernama Soraya itu memuaskan hasrat laki-laki tampan yang mempunyai sejuta pesona. Kini laki-laki itu telah bersantai di teras belakang rumah sahabatnya sembari menikmati minuman bersoda.“Bagaimana? Apa lo udah puas?” tanya Evans sembari menyunggingkan sudut bibirnya.Kedua laki-laki itu sudah kecanduan melakukan hubungan selayaknya suami istri tanpa adanya ikatan pernikahan. Pemuda yang sudah dirasuki setan itu tidak memikirkan akibatnya di masa depan.Sungguh sangat merugikan diri sendiri apabila kita melakukan hubungan terlarang itu. Terlarang bagi pasangan yang belum resmi menikah.“Puas banget,” jawab Gilang sembari tertawa pelan. “Dapat dari mana lo cewek kayak Soraya?” tanyanya setelah menyesapi minuman bersoda itu.“Kenapa? Ketagihan lo ya,” tukas Evans dengan tawa yang begitu renyah d
“Gilang! Pulang sekarang juga atau semua fasilitas kamu, Mami cabut!” Teriakan sang mami menggema di telinga pemuda mesum itu.Gilang buru-buru memenuhi panggilan sang Nyonya besar. Ia tidak mau kalau semua fasilitas diambil oleh kedua orang tuanya. “Gue cabut dulu.” Laki-laki dengan sejuta pesona itu bergegas pergi meninggalkan kediaman sahabatnya.“Dasar anak Mami,” cibir Evans kepada sahabatnya. “Sini, Sayang, kamu puaskan aku saja.” Evans menarik tangan Soraya sehingga wanita cantik bertubuh seksi yang hanya mengenakan bikini itu duduk di pangkuan Evans.Sementara di rumah Mami Tyas seperti sedang terjadi gempa. Semua terasa bergetar akibat teriakan wanita paruh baya itu.Papi Rizky yang sedang menikmati kopi di ruang keluarga, terkejut mendengar teriakan sang istri dari dalam kamar yang terdengar sangat nyaring hingga ke lantai bawah.Laki-laki yang masih terlihat gagah walau usianya sudah kepala
"Mami dan Papi kenapa nangis berjamaah?" tanya pemuda yang baru saja masuk ke dalam kamar Mami Tyas.Pemuda itu adalah Gilang Sebastian, anak semata wayangnya. Laki-laki penikmat wanita yang membuat sang mami menangis karenanya."Gilang, kamu nggak apa-apa?" Papi Rizky bangun dari duduknya, memutar tubuh sang anak. "Nggak ada yang sakit? Nggak ada yang luka?" tanya sang papi yang terlihat sangat khawatir pada anak kesayangannya.Papi Rizky sangat memanjakan sang anak karena wajahnya begitu mirip dengan sang adik yang sudah meninggal dunia. Ia tidak berani menolak keinginan anaknya itu, termasuk tinggal sendiri di apartemen.Sewaktu Farel, adiknya masih hidup, Papi Rizky selalu manuruti kemauan sang adik. Termasuk menikahi Ayuningtyas dan kini mereka mempunyai anak bernama Gilang."Papi kenapa? Gilang sehat kok, Pi. Masih utuh dan tentunya masih sangat tampan seperti Papi," ujar Gilang sembari tertawa geli."Otak kamu yang nggak sehat," sahut
Papi Rizky kembali mendekati istrinya. Ia meminta penjelasan tentang semuanya. Kenapa sang istri berteriak dan menangis, padahal anaknya baik-baik saja. "Mami kenapa tadi menangis? Itu anak kita baik-baik aja," ujar Papi Rizky pada istrinya. Akhirnya Mami Tyas menceritakan alasan dia berteriak dan menangisi kelakuan anaknya yang tidak bermoral. "Mami udah gagal mendidik anak kita, Pi," ucapnya sembari terisak. "Maaf, Mami nggak bisa jadi ibu yang baik buat anak kita." Mami Tyas memeluk suaminya dan menangis tersedu-sedu dalam pelukan laki-laki yang sudah menemaninya bertahun-tahun itu. Papi Rizky membelai dengan lembut rambut sang istri, lalu mencium pucuk kepala istrinya dengan mesra. "Jangan menyalahkan diri sendiri! Ini salah Papi juga yang terlalu memanjakannya," ujar Papi Rizky sembari terus menenangkan istrinya. "Sekarang kita berusaha bersama-sama untuk mengajak anak kita ke jalan yang benar." "Udah terlambat, Pi.
Keesokan paginya Gilang sudah siap-siap ke kantor. Laki-laki itu sudah berpakaian rapi, menggunakan setelan jas berwarna abu muda. Apa pun yang dikenakan pewaris FaRiz Group itu selalu sedap dipandang mata.“Pagi, Mi, Pi,” sapa Gilang pada kedua orang tuanya yang sudah duduk di kursi dengan meja persegi panjang di depannya yang sudah tersedia menu untuk sarapan pagi.“Mi, pulang kerja aku mau ke apartemen, mau mengambil barang-barang penting yang tertingal di sana.” Gilang meminta izin kepada sang mami supaya maminya percaya kalau ia mau berubah.“Nggak perlu,” sahut Papi Rizky dengan tegas. “Semua barang-barang kamu sudah diambil Haris dan sebentar lagi dia sampai.”Benar saja apa yang dikatakan sang papi. Baru beberapa menit lalu ia berbicara, Haris sudah datang membawa barang-barang penting milik Gilang dari apartemennya.Laki-laki muda yang berusia dua puluh lima tahun dengan alis yang tebal, ramb
Gilang bangun dari duduknya sembari menatap sang mami yang pergi begitu saja. "Mi!""Sudah lah, kamu pergi saja ke kantor!" titah sang papi pada Gilang. "Jadi lah laki-laki yang baik dan bertanggung jawab. Papi akan pantau kamu terus, kalau selama tiga bulan ini masih belum berubah, kamu akan Papi coret dari daftar ahli waris."Sang papi pun pergi meninggalkan anaknya sendirian di meja makan. Kali ini Papi Rizky bersikap tegas pada Gilang.Gilang terduduk kembali di kursinya, ia benar-benar merenungi semua ucapan orang tuanya. "Aku akan berubah, Mi," gumamnya. Lalu, bangkit dari duduknya, merapikan jas, kemudian mengayunkan langkahnya keluar rumah.Haris sudah berdiri di samping mobil mewah berwarna hitam pekat. Mobil baru untuk mengantar atasannya.Gilang celingukan mencari keberadaan mobil kesayangannya. "Di mana mobil saya?" tanya Gilang pada laki-laki yang membukakan pintu mobil untuknya."Saya tidak tahu, Tuan," jawab Haris dengan sopan