Share

Chapter 02

Author: Rose Dreamers
last update Last Updated: 2021-05-02 05:33:41

Anggita berjongkok di depan sebuah gundukan tanah merah yang ditaburi bunga-bunga. Dia mengusap lembut batu nisan yang bertuliskan nama suaminya. Sesak rasa hati, tak percaya akan semua yang telah terjadi.

Sendu iris mata itu menatap batu nisan seolah ia sedang menatap wajah suaminya. Lalu sebulir cairan bening menetes ke luar dari matanya.

Dia menghela napas panjang yang terasa menyesakkan. Diusapnya jejak air mata yang sudah membasahi pipi. Dia menggigit bibir bawahnya agar tangis itu tidak semakin keras.

"Bahkan aku masih belum percaya kamu pergi secepat ini, Mas. Aku menyesali kenapa waktu itu aku tidak mencegahmu pergi. Andai kamu menunda keberangkatanmu, kamu tidak akan naik pesawat dan kamu akan selamat," gumamnya lirih.

Beberapa hari yang lalu, Devan meminta izin kepada Anggita untuk pergi ke luar negeri karena ada pekerjaan mendesak yang harus dia selesaikan dengan cepat. Anggita merasa keberatan dengan rencana Devan. Dia merasa takut ditinggalkan sendiri di rumah bersama orang-orang yang sama sekali tidak menganggapnya ada.

Tapi berulangkali Devan meyakinkan Anggi bahwa dia hanya pergi sekitar dua hari saja. Dia harus menemui rekan bisnisnya di luar negeri dan mendapatkan kontrak kerja sama yang menguntungkan untuk perusahaannya.

"Sayang, Mas hanya pergi dua hari saja. Mas janji akan segera pulang setelah pekerjaan Mas selesai. Kamu tahu sendiri kan, Mas gak bisa lama-lama jauh dari kamu," ucap Devan sambil menekan kedua bahu Anggita pelan.

Meski ragu Anggita akhirnya mengizinkan Devan pergi. Dia tak menyangka hari itu adalah terakhir kalinya dia melihat Devan. Juga terakhir kali mendengar suaranya yang selalu membisikkan kata-kata cinta.

"Tunggulah di sini. Mas akan segera kembali. Karena sejauh apapun Mas pergi, kamulah rumah yang akan menjadi tujuan untuk pulang."

Devan memeluk erat tubuh Anggita. Membelai rambut istrinya itu dengan lembut, kemudian mendaratkan kecupan cukup lama pada dahi Anggita.

Pelukan itu adalah pelukan terakhir yang Anggita rasakan. Dia bahkan masih bisa merasakan kecupan bibir Devan di dahinya serta wangi parfum yang selalu Devan pakai.

"Mas Devan bilang, aku adalah rumah yang akan menjadi tujuan Mas untuk pulang. Tapi kenapa Mas gak kembali?" lirih Anggita berucap dalam tangisnya.

Sesak, sungguh sangat menyesakkan. Satu-satunya orang yang sangat berarti dalam hidupnya pergi untuk selama-lama nya.

Anggita mengingat akan perlakuan keluarga Devan yang tak pernah bersikap baik padanya. Juga teringat akan kata-kata dari sang mertua.

"Saya menerimamu di rumah ini karena putra saya. Dan sekarang Devan sudah tidak ada. Jadi, saya ingin kamu segera pergi meninggalkan rumah kami. Saya akan mengubah akta keluarga dan akan membenaskanmu dari akta itu."

Anggita memejamkan matanya hingga cairan bening yang menggenang di pelupuk mata itu luruh.

"Mengapa Mas Devan memberikan saham Mas sama aku? Mas tahu, keluargamu akan semakin membenciku dan menganggap aku seperti wanita yang selama ini mereka pikirkan," gumam Anggita.

Dia masih mengusap batu nisan itu seperti tengah mengusap lembut wajah Devan.

"Apa Mas sangat memercayai ku untuk mengelola perusahaan? Aku akan melakukannya untuk Mas. Aku akan bekerja sebaik mungkin agar kerja keras Mas Devan selama ini tidak sia-sia."

Anggita menghela napas panjang. Dia kembali mengusap jejak air matanya.

"Sudah sore. Aku mau pulang dulu. Aku janji akan sering berkunjung ke sini untuk menemui Mas," ucapnya sambil mengulas senyum tipis.

Anggita beranjak dan pergi dari area pemakaman. Bersamaan dengan kepergiannya seorang laki-laki bersama gadis kecil baru saja datang untuk berkunjung menemui makan seseorang. Anggita tak sengaja menabrak tubuh gadis kecil itu hingga hampir terjatuh.

"Akh ... sakit," gumam gadis kecil itu.

Anggita berbalik kemudian menunduk melihat gadis kecil itu untuk meminta maaf.

"Hei, kalau jalan itu lihat-lihat," gerutu seorang laki-laki seusiaan dengan Devan itu kepada Anggita.

"Kamu gak apa-apa, Sayang?" tanyanya yang langsung dibalas gelengan kepala oleh gadis kecil itu.

"Maaf, saya tidak sengaja," ucap Anggita bersungguh-sungguh.

Dia menunduk melihat wajah gadis kecil yang diperkirakan berusian sekitar lima tahunan. "Apa kamu baik-baik saja? Bibi benar-benar tidak sengaja menabrakmu," ujar Anggita dengan suara parau karena habis menangis.

Gadis itu bergeming sambil memerhatikan wajah Anggita selama beberapa detik. Kemudian dia menggelengkan kepalanya.

"Aku gak apa-apa, Bibi," jawabnya menggemaskan. "Kau sangat cantik seperti mamaku."

Laki-laki yang bersama gadis kecil itu langsung menarik tubuh mungilnya. Memperingatkan agar dia tidak bicara yang tidak-tidak kepada orang asing.

Anggita tersenyum tipis. "Sekali lagi, saya minta maaf," ucapnya sambil menunduk hormat.

Setelah itu Anggita pergi tanpa meminta izin dan menunggu sahutan dari dua orang asing yang baru saja ditemuinya itu.

"Pa, Bibi itu cantik mirip sama Mama. Iya, kan?" ucap gadis kecil itu kepada papanya.

"Ish, anak ini. Dari mana kamu tahu mamamu mirip dengannya?" tanyanya sambil menatap wajah gadis kecil itu seraya mengernyitkan alisnya.

"Dari foto di dalam sini," sahut gadis itu sambil memberikan kalung liontin yang dipegangnya.

"Dia sama sekali tidak mirip dengan mamamu. Mamamu itu lebih cantik," ujar laki-laki itu meyakinkan.

"Benarkah?"

"Tentu saja benar. Walaupun Bibi itu mirip dengan mamamu, tapi Papa tidak akan tertarik padanya. Kau mengerti?"

Gadis itu tersenyum kemudian menganggukkan kepalanya. Setelah itu mereka melanjutkan niatnya untuk berziarah ke makam istri dari laki-laki tadi.

"Sayang, aku datang. Maaf aku baru bisa mengunjungimu sekarang," ucapnya di depan gundukan tanah merah istrinya.

"Aku datang bersama putri kita. Dia sudah besar sekarang. Dia juga cantik sama sepertimu," sambungnya lagi sambil mengulas senyum tipis memandang wajah putrinya kemudian kembali menatap batu nisan sang istri.

Gadis kecil itu mendekat. Dia menarik tangan papanya. "Pa, aku juga mau bicara sama Mama. Papa ke sana dulu jangan menguping pembicaraan kami," ucapnya sambil mendorong tubuh kekar sang papa agar menjauh dari tempatnya.

"Hei, kenapa Papa tidak boleh mendengar obrolan kalian? Papa juga ingin mengetahuinya," ucap laki-laki itu kepada putrinya.

Gadis kecil itu menggelengkan kepalanya. "Enggak, ini rahasia perempuan. Papa laki-laki gak boleh dengar. Sudah sana Papa tunggu di sana dan tutup telinga Papa jangan menguping," titahnya kepada sang papa.

Laki-laki berkulit putih itu menggelengkan pelan kepalanya. Dia memundur mengikuti perintah putrinya.

Gadis kecil itu melihat ke arah laki-laki dewasa yang sedang menutup kedua telinga dengan telapak tangannya. Kemudian dia melihat batu nisan yang bertuliskan nama sang mama.

"Ma, Bia datang menjenguk Mama. Bia sudah besar sekarang. Bia sudah bisa mandi sendiri dan makan tanpa harus disuapin lagi."

Gadis kecil yang memanggil dirinya sendiri dengan sebutan Bia itu melirik kembali ke arah papanya. Memastikan laki-laki dewasa itu tidak menguping pembicaraannya.

"Ma, Bia heran kenapa dulu Mama memilih Papa menjadi suami Mama? Lihatlah, bahkan Papa tidak terlalu tampan. Papa juga sangat cerewet sekali sama Bia. Bia enggak suka sama Papa," ujarnya berbicara dengan batu nisan seolah itu adalah mamanya.

Kedua bola mata lelaki itu mendelik mendengar perkataan putrinya itu. Gadis kecilnya itu memang sangat pintar bercerita.

"Cih, dasar anak nakal. Bisa-bisanya dia menjelek-jelekan papanya sendiri seperti itu," gerutunya menggumam pelan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Jerat Cinta Lelaki Pengganti   Ending

    Kedua tangan Devan refleks mengepal erat. Dia mengalihkan pandangannya ke arah lain selama beberapa detik. Lalu kembali menatap wajah Anggita dengan sorot yang tajam.Sebelah bibirnya tertarik ke atas, mengulas senyum sinis."Wah, aku tidak percaya ini. Kau rela memohon kepada suamimu sendiri demi pria lain," ucap Devan sinis."Kenapa kau begitu yakin aku mau membantunya?" tanya Devan masih bernada sinis.Anggita mengangkat pandangannya dengan sorot yang berkaca-kaca. Jujur saja, dia merasa sangat bersalah telah melakukan semua ini kepada Devan.Namun, Mahesa saat ini tidak bersalah. Dia hanya sedang dijebak oleh seseorang yang tak lain ialah Radeya, papanya Devan.Dia tahu perbuatannya ini sangatlah tidak tahu malu. Anggita harus memohon kepada suaminya sendiri untuk pria lain."Karna dia hanya korban keserakahan papamu, Devan," ucap Anggita lirih tetapi serius. "Aku tidak bisa menjelaskan lebih detail nya kepadamu, kau bisa mencari

  • Jerat Cinta Lelaki Pengganti   Permohonan

    Anggita berjalan tergesa menuju kantor polisi untuk menemui Mahesa yang masih ditahan karena sedang dalam proses penyidikkan. Hatinya berdenyut sakit, kilas bayangan masa lalu mulai memenuhi benaknya. Apa yang terjadi kepada Mahesa, hampir sama persis dengan yang dulu pernah dia lalui."Bagaimana keadaanmu sekarang? Kau pasti tertekan dengan semua ini," ucap Anngita kepada Mahesa yang duduk di hadapannya tetapi terhalang pembatas kaca.Pria itu mendesah kasar. Sayu tatapan matanya menunjukkan bahwa dia sedang sangat lelah dan tertekan."Setelah mengalami semua ini, aku justru malah memikirkanmu," ucap Mahesa.Kedua alis Anngita mengernyit dalam, mencerna maksud perkataan pria di hadapannya."Dulu kau juga pasti sangat tertekan dan merasa ketakutan berada di sini. Orang-orang menginkan kau mengatakan hal yang jujur, tetapi tak ada yang memercayai perkataanmu," ucap Mahesa.Mata mereka saling beradu dan terkunci selama beberapa saat, seolah se

  • Jerat Cinta Lelaki Pengganti   Pencucian Dana Perusahaan

    "Ada apa ini? Kenapa kalian masuk ke ruanganku tanpa izin?" tanya Mahesa kepada 5 Laki-laki yang menerobos masuk ke ruangannya tanpa permisi."Kami dari kepolisian," ucap salah satu dari mereka kepada Zidane sambil memperlihatkan ID card-nya."Kami mendapat laporan ada kasus pencucian dana perusahaan dan kami akan memeriksa ruangan Anda," sambungnya lagi.Mahesa terkejut sekaligus bingung dengan yang terjadi saat ini. Dia sama sekali tidak melakukan kesalahan apa pun, tetapi kenapa ruangannya yang harus diperiksa oleh para polisi itu?"Tapi kenapa kalian menggeledah ruanganku?" tanya Mahesa."Karena Anda lah tertuduh yang dilaporkan."Kedua bola mata Mahesa membulat sempurna. Dia refleks menggelengkan kepala, menyangkal tuduhan tersebut."Tunggu! Aku sama tidak mengerti apa maksud kalian. Tolong jangan bertindak sembarangan!” ujar Mahesa." Sebaiknya Anda bicarakan dan jelaskan semuanya di kantor polisi," ujar pria paruh

  • Jerat Cinta Lelaki Pengganti   Rencana

    Keheningan tercipta di ruang keluarga yang menampakan seorang pria bersama ibunya. Mahesa baru saja memberi tahu Laras mengenai masa lalu mereka dan Radeya lah dalang di balik penderitaannya. Laras nampak terkejut antara percaya dan tidak dengan apa yang sudah dia dengar, karena Radeya tak lain ialah sahabat dari suaminya. "Ibu sungguh tidak menyangka Radeya tega melakukannya kepada ayahmu," ucap Laras lirih. Dia teringat pada kejadian di masa lalu, hubungan suaminya dengan Radeya saat itu baik-baik saja dan selalu rukun. Dia tidak tahu hal apa yang menjadi penyebab hubgan suaminya dengan Radeya memburuk sehingga Radeya berani berbuat nekad. Mahesa pun kemudian menceritakan penggalan ingatan masa kecilnya yang pernah melihat Radeya dengan ayahnya bertengkar. Hanya saja, saat itu dia masih terlalu kecil untuk bisa mengerti permasalahan orang dewasa. Yang pasti, sebelum kejadian kebakaran tersebut, Mahesa sempat melihat Radeya membopong ayahnya

  • Jerat Cinta Lelaki Pengganti   Terungkap

    "Aku tidak akan behubungan lagi dengannya. Tapi tolong, jangan pernah melakukan apa pun kepadanya," ucap Anngita serius dengan sorot yang terlihat memelas.Semua itu terlihat sangat memuakkan bagi Devan. Wanita yang dia cintai sedang membela pria lain secara terang-terangan di hadapannya.Rahang Devan mengeras, kedua tangannya pun mengepal erat sambil menatap wajah sang istri dengan sorot yang tajam, penuh kekecewaan."Aku benci melihatmu seperti ini!" ujar Devan sambil membuang muka lalu bergegas membuka pintu mobil dan memaksa Anggita untuk segera masuk.Keheningan tercipta di antara Anggita dan Devan selama dalam perjalanan menuju ke rumah mereka. Sementara di sisi lain, Mahesa nampak bersedih akan kandasnya hubungan dengan wanita yang dia cintai.Dia ingin marah, ingin mengumpat kasar menyerukan kekecewaan dan rasa sakit yang sedang dia rasakan. Namun, semua hanya akan berakhir sia-sia.Tak ada yang bisa dia salahkan dalam masalah ini. B

  • Jerat Cinta Lelaki Pengganti   Berpisah

    "Aku ingin mengembalikan ini kepadamu, Mahesa." Anggita meraih tangan Mahesa, lalu memberikan cincin miliknya. "Aku tidak bisa menyimpannya lagi," ucap Anggita dengan suara lirih. Iris matanya berkaca-kaca menahan genangan cairan bening yang hendak tumpah."Kenapa kamu mengembalikan cincin ini?" tanya Mahesa.Jelas terlihat rasa keterkejutan terpampang pada raut wajah tampannya. Mahesa menatap dalam-dalam wajah sendu wanita yang paling dia cintai, meminta sebuah penjelasan."Apa kamu benar-benar akan kembali kepadanya?" tanya Mahesa lagi bernada lirih menahan perihnya sayatan luka yang menggores hati.Ingin rasanya dia marah dan berteriak mengungkapkan segala rasa kecewa dan kesakitan yang selama ini dia coba tahan. Berada dalam sebuah hubungan yang rumit, di mana saat ini dia lah yang menjadi orang ketiganya.Mahesa mendesah kasar dan mengusap wajahnya frustrasi. Dia tidak pernah memiliki niatan untuk mundur dan mau mengalah untuk tetap bersabar m

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status