"Dimana wanita itu?"
Radeya yang baru saja kembali dari kantornya langsung mengumpulkan seluruh anggota keluarganya. Ada hal penting yang ingin dia bicarakan dengan mereka menyangkut kepengurusan perusahaan."Siapa yang Papa maksud?" tanya Nino yang merasa heran tiba-tiba saja disuruh berkumpul di ruang keluarga. "Apa dia itu kak Anggita?" tanyanya lagi."Ya, dia. Di mana dia sekarang?" tanya Radeya dengan suara bariton dingin dan tegasnya."Untuk apa Papa mencari wanita sialan itu? Dia sudah kami usir dari rumah ini seperti titah Papa," sahut Aluna dengan nada ketus. Sangat kentara bahwa dia sangat tidak menyukai Anggita yang tak lain adalah kakak iparnya sendiri."Dasar bodoh! Kenapa kalian mengusir wanita itu?!" sungut Radeya.Laki-laki paruh baya itu mengeraskan rahangnya dan memelototkan kedua matanya kepada Aluna, membuat wanita itu menunduk ketakutan. Sedang Nino hanya berekspresi biasa saja karena sejak awal dia tidak setuju kakak iparnya itu diusir dari rumah mewah mereka."Tapi untuk apa wanita itu masih harus tinggal di sini? Kak Devan sudah meninggal dan itu karena dia, Pa," sahut Aluna ketus.Papanya itu yang memerintahkan agar Anggita istri dari kakak tertuanya - Devan- itu segera angkat kaki dari rumah mereka. Setelah kematian Devan, papnya ingin menghapus wanita itu dari daftar keluarga. Karena memang sejak awal papa tidak pernah menerima Anggita sebagai istri dari putra kesayangannya itu.Radeya mengusap wajahnya gusar kemudian mendudukkan tubuhnya di atas sofa diikuti oleh yang lainnya. "Cepat cari wanita itu sekarang juga dan bawa dia kembali ke rumah ini!" titahnya tak terbantahkan.Hal tersebut membuat seluruh anggota keluarga terheran-heran atas keputusan laki-laki paruh baya itu. Aluna mencebikkan bibirnya kesal, dia tetap pada pendiriannya menyalahkan Anggita atas semua kekacauan yang terjadi di keluarganya terutama atas kematian Devan kemarin.Seorang wanita paruh baya baru saja ke luar dari kamarnya dan mendengar keributan di ruang keluarga langsung menghampiri Radeya -suaminya-. Dia berjalan menghampiri suaminya dan ikut duduk di samping Radeya."Ada apa, Pa? Kenapa Papa marah-marah seperti ini?" tanya Arumi, istri muda Radeya. Wanita itu berusaha menenangkan emosi suaminya agar kembali stabil karena itu akan mengganggu kesehatan Radeya.Aluna mengerlingkan mata malas melihat ibu tirinya itu yang dianggapnya seperti rubah, pintar dan licik mencari muka di depan papanya.Nino meraih benda pipih di dalam saku celananya, dia membuka kunci layar ponselnya dan langsung mencari kontak yang bisa terhubung dengan kakak iparnya itu.Radeya menghela napas panjang sambil memijat pangkal hidungnya yang terasa berdenyut sakit. Informasi yang ia dapatkan dari pengacara Devan, membuat pikirannya terbebani."Bawa wanita itu kembali ke sini. Ada hal penting yng ingin aku sampaikan kepada kalian semua," ujar Radeya. Kali ini laki-laki paruh baya itu berbicara dengan nada lebih rendah dari sebelumnya."Aku sudah menghubungi Kak Anggi. Sebentar lagi dia akan segera sampai di sini," ujar Nino yang baru saja selesai melakukan panggilan telepon dengan Anggita.***Seorang wanita muda berusia sekitar dua puluh limaan baru saja turun dari taksi yang ditumpanginya. Dia berjalan memasuki halaman rumah mewah yang tak asing di penglihatannya.Ya, rumah itu adalah kediaman Radeya dan keluarganya, dan dia pernah ada dalam bagian dari keluarga terkaya di kotanya itu. Meski mereka tak pernah menganggapnya seperti menantu dalam rumah itu.Dialah Anggita Maharani istri dari putra tertua Radeya bernama Devan Radeya Permana. CEO muda yang menikahinya satu tahun yang lalu, dan baru saja meninggal dunia kemarin malam karena pesawat yang ditumpangi Devan mengalami kecelakaan.Anggita menghela napas sesak sebelum ia memasuki rumah itu. Ada banyak kenangan yang ia lalui selama satu tahun berada di rumah mewah Radeya. Terutama kenangan manis saat bersama sang suami."Permisi, maaf aku datang terlambat," ucap Anggi ramah.Semua yang ada di ruang kelurga itu langsung melihat ke arah Anggita. Tatapan mereka menyiratkan ketidaksukaan terhadap wanita itu kecuali Nino. Ya adik bungsu Devan itu selalu bersikap lebih baik kepada Anggita dibandingkan yang lainnya."Ya, kamu. Cepat duduk di sini! Ada hal yang perlu saya sampaikan kepada kalian semua. Ini menyangkut perusahaan kita setelah Devan tidak ada," ujar Radeya.Anggita langsung ikut bergabung bersama keluarga itu. Dia tidak tahu mengapa Radeya turut membawanya dalam urusan membicarakan perusahaan. Karena biasanya, dalam urusan apapun dia tidak pernah disangkut pautkan oleh keluarga itu.Semua yang ada di ruang keluarga sudah menunggu informasi yang ingin kepala rumah itu sampaikan. Mereka sudah tahu pembicaraan tentang perusahaan akan ada setelah Devan tidak ada. Tapi mereka belum tahu bagaimana lebih tepatnya."Papa baru saja mendapatkan kabar dari pengacara, Devan menulis surat wasiat sebelum dia pergi." Radeya menghela napas berat sebelum melanjutkan pembicaraannya."Dia sudah menyerahkan posisi CEO kepada Anggita," ujar Radeya lagi dengan suara berat.Aluna membukatkan kedua bola matanya tak percaya dengan yang baru saja ia dengar. Dia melirik ke arah Anggita menatap wanita itu dengan sorot tajam seperti bersiap ingin menerkamnya hidup-hidup.Kedua tangannya mengepal erat. Dia tidak rela jabatan itu jatuh pada orang lain yang tak ada kaitannya dengan keluarga Radeya. Anggita hanyalah orang lain. Keberadaan wanita itu di rumah Radeya hanya sebatas terikat pernikahan dengan Devan.Apa?!" pekik semua orang yang ada di sana termasuk Anggita."Kenapa harus dia yang menjadi pengganti Kak Devan sebagai CEO? Dia bukan siapa-siapa di keluarga kita, Pa!" tentang Aluna dengan tegas keputusan papanya itu.Arumi ibu kandung Nino juga kaget atas putusan Devan yang menyerahkan semua saham miliknya kepada Anggita. Semua itu sama sekali tidak ada dalam skenario rencananya. Sementara Nino, pemuda itu bersikap biasa saja walau dia sedikit merasa kaget.Baginya keputusan yang diambil kakaknya sewaktu hidup untuk menyerahkan semua saham miliknya kepada Anggita adalah keputusan yang benar, karena posisi wanita itu adalah istri sah sekaligus wanita yang sangat dicintai kakaknya.Sebenarnya Radeya juga tidak rela posisi CEO itu jatuh kepada Anggita. Ia tidak pernah menganggap wanita itu sebagai menantu yang sebenarnya. Dia terpaksa menerima Anggita di rumah itu karena takut kehilangan Devan.Ya, putra kesayangannya itu sangat mencintai Anggita dan begitu tergila-gila padanya sehingga Devan rela melakukan apapun demi melindungi istrinya. Bahkan dia rela pergi meninggalkan identitasnya sebagai putra Radeya demi wanita itu."Keputusannya sudah ditetapkan. Mulai besok dia akan diresmikan menjadi CEO di perusahaan kita," ujar Radeya tak terbantahkan."Pa ...." tukas Aluna geram atas putusan papanya.Laki-laki paruh baya itu beranjak dari tempat duduknya setelah selesai mengatakan semua informasi yang ingin ia sampaikan. Radeya langsung pergi ke ruang kerjanya diikuti oleh Arumi."Dasar wanita penjilat, murahan. Beraninya kamu memengaruhi kak Devan untuk memberikan semua harta miliknya kepadamu!" sungut Aluna kepada mantan istri kdari kakaknya itu dengan galak.Anggita menggelengkan kepalanya. Iris mata wanita itu sendu menatap Aluna yang tersulut emosi atas keputusan papanya sendiri. "Aku sama sekali tidak tahu apapun tentang hal ini. Aku tidak pernah memaksa Mas Devan melakukannya untukku," tukas Anggita.Dia memang tidak tahu apapun tentang putusan yang dibuat oleh mendiang suaminya itu. "Tapi jika semua itu adalah wasiat dari Mas Devan, aku akan menjalani semuanya demi dia," ujar Anggita bersungguh-sungguh.Aluna mengepalkan kedua tangannya erat. Deru napas wanita itu tidak beraturan akibat emosinya yang mulai naik ke ubun-ubun. Dia bergegas pergi dengan menubrukkan tubuhnya pada Anggita dengan kasar.Anggita bergeming di tempatnya melihat semua orang sudah pergi meninggalkannya sendirian. Dia menghela napas sesak. Dia masih berduika atas kepergian Devan yang terlalu mendadak.Kedua tangan Devan refleks mengepal erat. Dia mengalihkan pandangannya ke arah lain selama beberapa detik. Lalu kembali menatap wajah Anggita dengan sorot yang tajam.Sebelah bibirnya tertarik ke atas, mengulas senyum sinis."Wah, aku tidak percaya ini. Kau rela memohon kepada suamimu sendiri demi pria lain," ucap Devan sinis."Kenapa kau begitu yakin aku mau membantunya?" tanya Devan masih bernada sinis.Anggita mengangkat pandangannya dengan sorot yang berkaca-kaca. Jujur saja, dia merasa sangat bersalah telah melakukan semua ini kepada Devan.Namun, Mahesa saat ini tidak bersalah. Dia hanya sedang dijebak oleh seseorang yang tak lain ialah Radeya, papanya Devan.Dia tahu perbuatannya ini sangatlah tidak tahu malu. Anggita harus memohon kepada suaminya sendiri untuk pria lain."Karna dia hanya korban keserakahan papamu, Devan," ucap Anggita lirih tetapi serius. "Aku tidak bisa menjelaskan lebih detail nya kepadamu, kau bisa mencari
Anggita berjalan tergesa menuju kantor polisi untuk menemui Mahesa yang masih ditahan karena sedang dalam proses penyidikkan. Hatinya berdenyut sakit, kilas bayangan masa lalu mulai memenuhi benaknya. Apa yang terjadi kepada Mahesa, hampir sama persis dengan yang dulu pernah dia lalui."Bagaimana keadaanmu sekarang? Kau pasti tertekan dengan semua ini," ucap Anngita kepada Mahesa yang duduk di hadapannya tetapi terhalang pembatas kaca.Pria itu mendesah kasar. Sayu tatapan matanya menunjukkan bahwa dia sedang sangat lelah dan tertekan."Setelah mengalami semua ini, aku justru malah memikirkanmu," ucap Mahesa.Kedua alis Anngita mengernyit dalam, mencerna maksud perkataan pria di hadapannya."Dulu kau juga pasti sangat tertekan dan merasa ketakutan berada di sini. Orang-orang menginkan kau mengatakan hal yang jujur, tetapi tak ada yang memercayai perkataanmu," ucap Mahesa.Mata mereka saling beradu dan terkunci selama beberapa saat, seolah se
"Ada apa ini? Kenapa kalian masuk ke ruanganku tanpa izin?" tanya Mahesa kepada 5 Laki-laki yang menerobos masuk ke ruangannya tanpa permisi."Kami dari kepolisian," ucap salah satu dari mereka kepada Zidane sambil memperlihatkan ID card-nya."Kami mendapat laporan ada kasus pencucian dana perusahaan dan kami akan memeriksa ruangan Anda," sambungnya lagi.Mahesa terkejut sekaligus bingung dengan yang terjadi saat ini. Dia sama sekali tidak melakukan kesalahan apa pun, tetapi kenapa ruangannya yang harus diperiksa oleh para polisi itu?"Tapi kenapa kalian menggeledah ruanganku?" tanya Mahesa."Karena Anda lah tertuduh yang dilaporkan."Kedua bola mata Mahesa membulat sempurna. Dia refleks menggelengkan kepala, menyangkal tuduhan tersebut."Tunggu! Aku sama tidak mengerti apa maksud kalian. Tolong jangan bertindak sembarangan!” ujar Mahesa." Sebaiknya Anda bicarakan dan jelaskan semuanya di kantor polisi," ujar pria paruh
Keheningan tercipta di ruang keluarga yang menampakan seorang pria bersama ibunya. Mahesa baru saja memberi tahu Laras mengenai masa lalu mereka dan Radeya lah dalang di balik penderitaannya. Laras nampak terkejut antara percaya dan tidak dengan apa yang sudah dia dengar, karena Radeya tak lain ialah sahabat dari suaminya. "Ibu sungguh tidak menyangka Radeya tega melakukannya kepada ayahmu," ucap Laras lirih. Dia teringat pada kejadian di masa lalu, hubungan suaminya dengan Radeya saat itu baik-baik saja dan selalu rukun. Dia tidak tahu hal apa yang menjadi penyebab hubgan suaminya dengan Radeya memburuk sehingga Radeya berani berbuat nekad. Mahesa pun kemudian menceritakan penggalan ingatan masa kecilnya yang pernah melihat Radeya dengan ayahnya bertengkar. Hanya saja, saat itu dia masih terlalu kecil untuk bisa mengerti permasalahan orang dewasa. Yang pasti, sebelum kejadian kebakaran tersebut, Mahesa sempat melihat Radeya membopong ayahnya
"Aku tidak akan behubungan lagi dengannya. Tapi tolong, jangan pernah melakukan apa pun kepadanya," ucap Anngita serius dengan sorot yang terlihat memelas.Semua itu terlihat sangat memuakkan bagi Devan. Wanita yang dia cintai sedang membela pria lain secara terang-terangan di hadapannya.Rahang Devan mengeras, kedua tangannya pun mengepal erat sambil menatap wajah sang istri dengan sorot yang tajam, penuh kekecewaan."Aku benci melihatmu seperti ini!" ujar Devan sambil membuang muka lalu bergegas membuka pintu mobil dan memaksa Anggita untuk segera masuk.Keheningan tercipta di antara Anggita dan Devan selama dalam perjalanan menuju ke rumah mereka. Sementara di sisi lain, Mahesa nampak bersedih akan kandasnya hubungan dengan wanita yang dia cintai.Dia ingin marah, ingin mengumpat kasar menyerukan kekecewaan dan rasa sakit yang sedang dia rasakan. Namun, semua hanya akan berakhir sia-sia.Tak ada yang bisa dia salahkan dalam masalah ini. B
"Aku ingin mengembalikan ini kepadamu, Mahesa." Anggita meraih tangan Mahesa, lalu memberikan cincin miliknya. "Aku tidak bisa menyimpannya lagi," ucap Anggita dengan suara lirih. Iris matanya berkaca-kaca menahan genangan cairan bening yang hendak tumpah."Kenapa kamu mengembalikan cincin ini?" tanya Mahesa.Jelas terlihat rasa keterkejutan terpampang pada raut wajah tampannya. Mahesa menatap dalam-dalam wajah sendu wanita yang paling dia cintai, meminta sebuah penjelasan."Apa kamu benar-benar akan kembali kepadanya?" tanya Mahesa lagi bernada lirih menahan perihnya sayatan luka yang menggores hati.Ingin rasanya dia marah dan berteriak mengungkapkan segala rasa kecewa dan kesakitan yang selama ini dia coba tahan. Berada dalam sebuah hubungan yang rumit, di mana saat ini dia lah yang menjadi orang ketiganya.Mahesa mendesah kasar dan mengusap wajahnya frustrasi. Dia tidak pernah memiliki niatan untuk mundur dan mau mengalah untuk tetap bersabar m