Avery masih sibuk dengan segala berkas yang berada di mejanya. Satu per satu proyek kerja sama milik Vlad Corp harus dipelajari Avery karena untuk rencana selanjutnya, Avery harus segera menyelesaikan Xavier. Terlalu lama berada di dekat Xavier bisa saja mempengaruhi kejiwaan Avery, tepatnya, Avery takut malah ia menjadi jatuh cinta kepada sang pembunuh adiknya. Tidak akan Avery biarkan semua itu terjadi. Cukup Rosalind yang menjadi korban bagi Xavier, tidak untuk Avery. Lebih cepat Avery menyelesaikan Xavier, maka lebih cepat Avery pergi dari hadapan Xavier. Meninggalkan dalam keadaan Xavier hancur total."Belle," panggil Xavier yang baru saja keluar dari luar ruangannya."Ya, Pak." Avery menghentikan pekerjaannya sejenak untuk berfokus kepada pria yang memanggilnya itu."Hmm ... bisa kita bicara sebentar di ruanganku?""Baik, Pak."Avery berdiri dan mengikut Xavier dari belakang untuk masuk ke dalam ruangan Xavier."Tutup pintunya, Belle."Avery langsung menutup pintu ruangan sesu
Avery Isabelle Vermont, berusia 27 tahun. Ia merupakan salah satu keturunan Vermont yang merajai banyak bisnis seperti perhotelan, alat berat, rumah sakit, elektronik, konstruksi bahkan sekolah. Tetapi, Avery tidak mau mengambil haknya sebagai salah satu penerus Vermont karena ia sangat membenci ayahnya. Ia berusaha menghidupi dirinya sendri dan berjuang sekuat tenaga untuk belajar sehingga ia memperoleh beasiswa di Harvard University. Setelah lulus, Averylebih memilih bekerja sebagai kurator sebuah galeri di Jerman daripada pulang ke Jakarta. Ia mendapatkan posisi sebagai kurator galeri di Jerman dengan sangat tidak mudah. Avery harus berjuang sekuat tenaga untuk belajar mengenai seni tanpa mengenal lelah. Bahkan untuk biaya pendidikan dan biaya hidup tidak sedikitpun ia minta dari ayahnya, Jordan Vermont, karena ia
“Argh! Sial! Sial! Bisa-bisanya aku hampir terlambat ke bandara,” Avery mengutuk dirinya sendiri, ia berlari secepat kilat setelah turun dari taksi yang mengangkutnya menuju ke pintu masuk bandara Frankfurt, Jerman. Tiga puluh menit lagi, pesawat yang ia akan tumpangi akan take off. Avery segera menyerahkan tiket dan paspornya ke bagian check-in. Untungnya ia tidak membawa banyak barang, hanya backpack saja berisi beberapa pakaian, sehingga tidak membutuhkan waktu yang lama untuk mengurus bagasi. Avery berpikir, ia tidak akan lama berada di Indonesia, ia pun tidak ingin terlalu lama berada di Indonesia karena pekerjaannya sangat banyak di Jerman. Waktu sudah tidak terlalu banyak, ia segera berlari ke bagian pengecekan oleh sekuriti selanjutnya ke bagian imigrasi. Selesai melakukan foto dan cap jari di bagian imigrasi, ia berlari lagi ke boarding g
“Non, nanti langsung pulang ke mansion ya, bapak sudah menunggu di sana,” ucap sopir yang sudah lama mengikuti Jordan selama ini, namanya pak Sarmin. “Iya, Pak,” ucap Avery lembut. Ia sangat menghormati Sarmin walaupun Sarmin hanya sopir di rumahnya saja. Sarmin sudah Avery anggap sebagai keluarganya sendiri. “Sudah lama bapak tidak bertemu dengan, Non. Bagaimana kabar Non di Jerman?” tanya Sarmin memulai pembicaraan dengan antusias. “Semua baik-baik saja, Pak,” balas Avery singkat. “Bagaimana kabar Nyonya Veronica di sana?” “Mama sudah meninggal,” ucap Avery lirih. “Maaf, Non, bapak tidak tahu,” Sarmin menurunkan nada bicaranya, tidak seantusias pembicaraan awalnya. I
"Av ..." panggil seorang wanita berbaju putih membangunkan Avery dari tidurnya. Avery mengucek matanya dan berusaha melihat dengan jelas wajah dari suara wanita yang memanggilnya. "Ibu ..." sapa Avery. "Apa kabar, Sayang?" tanya Veronica. Wajahnya bersinar dengan terang seperti seorang malaikat. "Aku baik, Bu. Ibu bagaimana?" "Aku juga baik disini. Apa kamu sedang ada masalah, Av?" tanya Veronica dengan lembut. Ia selalu tahu bagaimana caranya menenangkan hati Avery yang galau. "Aku sedang mencari Rosalind. Aku tidak tahu dimana dia berada, Bu," ucap Avery memberitahukan kegalauannya. "Rosalind baik-baik saja, Av." Veronica meng
Avery segera pergi ke garasi untuk melihat apakah mobilnya masih ada atau tidak. Sarmin melihat Avery sedang berjalan ke arah garasi, iapun mengikuti Avery dari belakang. “Ada apa, Non? Ada yang bisa bapak bantu?” tanya Sarmin sopan. Avery tersentak kaget mendengar panggilan dari Sarmin. “Apakah mobilku masih ada, Pak?” tanya Avery kepada Sarmin pelan. Ia masih berdiri ragu di depan garasi mobil yang tertutup pintu. Avery ingin mencari mobilnya yang berwarna merah berlogo tiga bintang. “Masih, apakah Non ingin menggunakannya sekarang?” tanya Sarmin bingung. “Ya.” Avery mengangguk. Sarmin segera membuka pintu garasi mobil. Ia menunjukkan tempat parkirnya mobil Avery.
Setelah mendapatkan kabar dari Avery tentang orang bernama Theo Santoso, Jordan menyuruh anak buahnya untuk mencari tahu keberadaan Theo tersebut. Setelah pencarian alamat melalui kampus Rosalind, akhirnya anak buah Jordan yang bernama Aldi mendapatkan alamat tempat tinggal Theo.“Pak, kami sudah mendapatkan alamat lengkap Theo dari kampus. Sekarang kami akan pergi ke Cianjur untuk mencarinya,” ujar Aldi di telepon.“Cepat pergi, temukan Rosalind. Hubungi Avery agar ia bisa pergi dengan kamu!” Jordan sangat senang, ada titik terang tentang keberadaan Rosalind.“Baik, Pak.” Aldi menutup teleponnya dengan Jordan. Ia menelepon Avery untuk ikut bersamanya pergi ke daerah Cianjur, Jawa Barat untuk mencari Rosalind.oooOOOoooCikalong Kulon, Cianjur, Jawa BaratAvery dan Aldi mencari alamat rumah sesuai dengan petunjuk alamat yang diberikan oleh kampus. Mereka menelusuri daerah persawahan dengan berjalan kaki.“Pak, permisi,” sapa Aldi sopan pada seorang p
Tok! Tok! Tok! Aldi mengetuk pintu rumah Pak RT.“Permisi.”“Ya …,” terdengar teriakan seorang wanita dari dalam menjawab sapaan Aldi.“Permisi bu, Kami mencari Pak RT,” ucap Aldi sopan di depan pintu rumah Pak RT.“Sebentar ya, ”“Iya, Bu.” ucap Aldi dan Avery bersamaan.Tidak lama seorang wanita paruh baya keluar dari rumah menggunakan daster biru dengan motif bunga.“Siapa dan ada perlu apa ya, Bapak dan Ibu?” tanya wanita itu sopan.“Perkenalkan, saya Aldi dan ini Avery. Kami datang ke sini untuk mencari tahu alamat bapak Wikrama Santoso,” ucap Aldi sopan kepada wanita di hadapannya.“Wikrama?” Wanita di hadapan Aldi dan Avery agak terkejut mendengar nama yang mereka sebutkan.“Kalau boleh ada apa dengan nama Wikrama, sepertinya Ibu terkejut mendengarnya?” tanya Avery menyelidiki.“Nanti Pak RT saja yang menjawab ya, Neng,” ucap wanita yang berada di hadapan Avery.“Oh, baik, Ibu. Terima kasih.” Avery mengangguk. Ia tidak mau memaksa wanit