Tatapan Celine terfokus pada berkas untuk rapat besok antara Dominic dengan kliennya. Dia berusaha tetap tenang dan fokus pada pekerjaannya dari pada mengingat perkataan yang terlontar dari mulut lelaki itu tadi. Dominic pasti sedang bercanda, karena lelaki itu hanya diam saat ditanya dan malah pergi ke kamar mandi. Sementara Celine saat ini memilih untuk menyendiri di ruang tengah. Duduk di sofa dan membiarkan Dominic berada di kamar. Sebuah televisi besar terlihat, namun tak berhasil membuatnya tertarik untuk menyalakan.
Sekitar dua puluh menit berlalu, Celine yang seorang diri di ruang tengah, mendengar suara pintu kamar yang dibuka. Secara alami, kepalanya refleks menoleh dan melihat Dominic yang berjalan keluar sembari mengenakan pakaian santai. Kaos dan celana training. Rambut hitamnya tampak basah dan air menetes dari sana. Sejenak, Celine dibuat terpaku sampai Dominic tersenyum dan mendudukkan bokong di sampingnya. Dia yang tidak nyaman, segera bergeser. Namun entah s
Hancur sudah pandangan baik Celine terhadap Dominic. Lelaki itu dengan sikap kurang ajarnya telah membuat kepercayaan Celine rusak kembali. Dia tidak menyangka, sama sekali tidak menyangka kalau Dominic menginginkannya untuk menjadi teman tidur. Dia bukan jalang atau wanita yang tidak puas dengan satu pria.Diliriknya sekali lagi ranjang milik Dominic yang kosong. Celine tidak tahu kapan lelaki itu bangun dan menghilang. Dia tidak mendapatinya saat membuka mata. Meski memang itu adalah harapannya. Tak bisa dibayangkan bagaimana canggungnya dia ketika harus bertatap muka setelah apa yang terjadi semalam.Matahari masih belum muncul, tapi kini Celine sudah rapi dengan pakaian kerjanya. Bagaimana pun, terlepas dari kejadian semalam, dia tetaplah karyawan lelaki itu dan harus bersikap profesional. Meski mungkin hal tersebut sangat amat sulit dilakukan. Sampai saat dia sibuk mematut diri di depan cermin, terdengar suara pintu kamar yang terbuka. Celine secara refleks
"Rayyan? Bagaimana keadaanmu? Maaf, aku baru mengabarimu," tanya Celine dalam panggilan teleponnya. Dia yang hanya memang memiliki satu ponsel, sedang tidak dengan Rayyan, terpaksa harus menghubungi mertuanya untuk bisa bicara dengan Rayyan. Terjadi perdebatan cukup alot untuk dia akhirnya bisa bicara dengan sang suami. "Tidak masalah. Aku baik-baik saja, Sayang. Kamu bagaimana di sana?"Pertanyaan yang terlontar dari mulut Rayyan di seberang telepon, membuat Celine tersenyum diam-diam. Dia menatap lautan yang ada cukup jauh dari tempatnya kini berada. Berpegangan di atas pagar besi di balkon kamar. Malam hari memang sangat menakjubkan. Terlihat banyak lampu yabg berkelap-kelip. "Kamu harus melihatnya, Rayyan. Di sini sangat indah. Aku naik pesawat dan melihat pantai." "Benarkah? Aku senang mendengarnya. Apa Dominic memperlakukanmu dengan baik? Bagaimana bekerja dengannya?"DEGH.Pertanyaan kali ini, berhasil membuat Celine terdiam. Senyu
"Bu, Anda terlihat lelah, apa Anda baik-baik saja?" tegur salah seorang karyawan wanita berambut pendek kala matanya melihat Celine berjalan lunglai di bibir pantai, usai mereka melakukan kunjungan dari satu tempat ke tempat lain sejak tadi pagi hingga sore.Rasanya seperti mengelilingi satu pulau. Celine merasakan tubuhnya seperti akan remuk, belum lagi kepalanya terasa ingin meledak dengan setumpuk pekerjaan yang harus cepat dia kerjakan. Namun, alih-alih langsung pergi menuju resort, dia bersama tiga karyawan lainnya memilih untuk berjalan-jalan di pantai. Tentunya, itu adalah upaya yang harus dilakukan untuk menghindari Dominic. Setelah dua hari hanya melihat lelaki itu, akhirnya dia bisa berbaur dengan yang lain. Meski itu masih dalam batas pekerjaan."Ya, saya baik-baik saja." Celine berusaha tersenyum dan menghapus kekhawatiran mereka. Tiga orang wanita yang kini berjalan untuk menikmati pemandangan pantai dengan dress sebatas lutut.Terlihat bebera
Dua puluh menit berlalu.Dominic mulai gelisah di tempat duduknya saat melihat Celine tidak kunjung kembali. Dia menatap sekeliling dan melihat karyawannya sudah mabuk. Hingga tanpa basa-basi, Dominic segera berdiri untuk keluar mencari keberadaan Celine di antara banyaknya orang-orang yang mulai tak terkendali. Menari saat sang DJ memainkan musiknya."Celine?" panggil Dominic sambil menyusuri jalan ke mana wanita itu tadi pergi. Menuju ke arah lorong yang cukup sepi. Tidak, tidak sepi. Dominic melihat sepasang kekasih tengah bermesraan di sisi lain. Tempat yang sebenarnya cukup menjijikkan.Pandangannya berpaling ke arah lain. Kakinya terus melangkah tergesa-gesa menuju ke arah toilet khusus wanita. Sialnya, baru dua melangkah, terdengar suara keributan dari dalam sana. Pintu seperti digedor paksa dari dalam. Di sekitar toilet, baik yang pria atau wanita, tidak ada orang sama sekali. Tidak ada Celine. Dia merasakan sesuatu yang tidak beres. Sesuatu yang membuat Domin
Kita akan melupakan segalanya malam ini.Itulah kata yang tergiang di kepala Dominic saat dirinya dan Celine benar-benar melupakan segalanya. Batasan, moral, norma dan aturan lainnya, di mana keduanya saat ini asyik mereguk kenikmatan di atas ranjang kecil, yang ikut bergoyak menahan bobot tubuh dua orang dewasa. Deru napas mereka saling bersahutan. Entah siapa yang memulai, tapi semuanya sudah terlanjur. Mereka telah menyalakan api dan terhanyut ke dalam gairah terlarang.Tak jauh dari ranjang di mana mereka saat ini saling memuaskan, terlihat sebuah kamera merekam jelas kegiatan panas itu. Ketika Dominic lihainya memasuki tempat yang tak boleh terjamah. Ketika wanita mabuk di bawahnya menggerang dan melingkarkan kedua kakinya di pinggang, di saat dia menggoyangkan pinggulnya tanpa ampun. Bibir wanita itu tak berhenti bersuara, menikmati setiap gerakan kasar namun cepat dari pria yang bukan suaminya. Sialnya, semua terekam jelas dan akan menjadi bukti malam yang dingi
Rasa kecewa masih bercokol dalam dadanya. Entah ke berapa kali Celine harus menyesali apa yang terjadi. Dia tidak bisa makan dengan tenang. Dia juga takut untuk keluar dan bertemu dengan orang jahat, namun di sisi lain, Celine juga takut dengan kedatangan Dominic. Hingga makan siang berlalu, dia hanya bisa duduk di kursi balkon dan melihat pemandangan pantai. Tangannya menggenggam ponsel miliknya dengan erat.Di kursi itu, Celine memeluk dirinya dan menatap ke bawah. Tinggi, jika dia melompat, dirinya akan mati saat itu juga. Celine merasa dia benar-benar lelah dan ingin menyerah. Dia takut masalahnya akan kembali menghantamnya seiiring waktu. Namun, bayangan Arion justru muncul dan mengganggunya. Anaknya yang masih kecil, membuat Celine harus berpikir ribuan kali untuk mengakhiri hidupnya.Dia tidak bisa melakukannya. Dia tidak bisa menyerah begitu saja. Sembari menggenggam erat ponselnya, Celine terdiam dan meneteskan air mata. Dia berharap matahari cepat tenggelam a
Perjalanan bisnis berakhir kacau. Mungkin sukses untuk beberapa karyawan lain, tapi tidak dengan Celine dan Dominic. Perang dingin kembali dimulai setelah lelaki itu menyalahgunakan kekuasaannya untuk menekannya. Tak sepatah kata pun Celine mau bicara dari semenjak mereka membereskan barang-barang di resort, hingga pergi menuju bandar udara internasional Velana. Begitu pula ketika pesawat sudah lepas landas.Pengalaman yang buruk. Terburuk dan rasanya, Celine tidak mau pergi bersama dengan lelaki itu lagi. Sialnya, kini dia harus tetap berada dekat dengan Dominic. Duduk berdampingan dengan orang yang paling memuakkan."Celine, setelah ini, kumpulkan semua laporan perjalanan. Saat kita masuk, aku akan melakukan evaluasi.""Iya, Pak," jawab Celine tanpa semangat dan tanpa menatap ke arah Dominic. Pandangannya justru lurus ke depan. Dia hanya memiliki waktu hari ini dan besok untuk mempersiapkan bahan rapat, belum lagi jadwal pertemuan Dominic yang diurus ole
"Kenapa kamu mau membawa Rayyan pulang, huh? Dia masih belum sembuh!"Suara Mira terdengar keras di ruangan begitu Celine mengatakan maksudnya untuk membawa pulang Rayyan. Terlihat ketidaksetujuan dari mertuanya, yang awalnya Celine kira mertuanya akan mendukung. Dia sebenarnya kasihan melihat ibu mertuanya yang selalu menemani Rayyan di sini, sementara dia di rumah harus menjaga Arion, karena sangat tidak mungkin untuk membawa anak kecil menginap di rumah sakit. Celine hanya bermaksud untuk meringankan tugas mertuanya, sekaligus dia bisa menjaga suami dan anaknya bersamaan. Selama Rayyan di rumah sakit, mereka jadi jarang bertemu. Apalagi saat dia bekerja di perusahaan Dominic, semua waktunya semakin habis. "Tapi, Bu, dengan Rayyan di rumah, aku bisa menja—""Tidak! Rayyan harus di sini. Siapa yang akan mengobatinya jika dia pulang? Kamu sadar, uang pengobatan Rayyan tidak murah dan ada orang yang mau menanggungnya, tapi kamu malah menolak! Kamu pikir, kamu punya ua