Dominic menatap pemandangan malam dari lantai apartemennya. Seluruh kota tampak gemerlap seperti biasanya. Tidak ada yang lebih menyenangkan selain saat dia akhirnya bisa kembali pulang. Meski adu mulut kembali terjadi dengan sang mama. Dominic mendesis dan meraba kembali luka di tubuhnya. Dia sudah lebih baik sekarang. Dominic bukan orang lemah. Walaupun dia masih terluka karena tindakan yang dilakukan Jared. Entah bagaimana sekarang nasib lelaki itu. Dia harap, papanya tidak bertindak tanpa sepengetahuannya. Jika Jared memiliki masalah dengannya, maka hanya dia yang harus menyelesaikan semuanya. Kali ini, Dominic tidak akan tinggal diam seperti sebelumnya lagi.
Seseorang telah dia tugaskan untuk menyelediki di mana Jared tinggal sekaligus membawa rekaman, dan apa pun yang dimiliki lelaki itu mengenai bukti perselingkuhannya. Dia tidak akan membiarkan Jared menyentuh Celine apa pun yang terjadi. Tidak akan.Teringat wanita itu, Dominic sontak mengalihkan pandangannya danPintu rumah terbuka, bersamaan itu pula Dominic segera mendorong tubuh Celine ke dinding. Bibirnya mendekat dan tanpa aba-aba memagut mesra bibir wanitanya. Sementara tangannya sudah menjelajah entah ke mana. Namun Celine yang tidak berniat melakukan itu, berusaha mencegah dan menghalangi tangan Dominic. Sialnya, tenaganya tidak sekuat Dominic. Lelaki itu tidak bisa langsung menjauh dan melepaskan ciumannya. Alhasil, Celine tidak punya pilihan lain selain menginjak keras kaki Dominic dengan sepatu heels-nya."Aww ...."Suara ringis kesakitan spontan terdengar dan Dominic segera menjauhinya. Membiarkan Celine bisa bernapas lega. Bibirnya tersenyum tipis, sembari menyeka bekas ciuman di bibirnya."Apa yang baru saja kaulakukan?""Apalagi? Menghentikan apa yang kaulakukan." Celine memalingkan wajahnya dengan kesal dan berjalan meninggalkan Dominic. Namun lelaki itu mengejarnya dan menarik tubuhnya hingga Celine nyaris terjatuh."Huh, kau jual mahal? B
"Terima kasih, aku merasa lebih baik sekarang," ucap Celine sembari menyeruput teh yang Dominic berikan. Bibirnya mengulas senyum tipis saat melihat langit yang tampak cerah. Hari sudah beranjak siang dan dia meninggalkan rumah terlalu lama. "Tunggu, hanya terima kasih? Aku ingin imbalan." Dominic yang melihat Celine berdiri, seolah berniat meninggalkannya, dengan sigap menahan lengan wanita itu. Tatapan tidak percaya terlihat di matanya. Apa Celine main-main dengannya? Mereka tidak mungkin kembali tanpa melakukan apa pun di sini. Dia tidak mau hanya menjadi pendengar saja atau menghibur ketika wanita itu memiliki masalah. "Imbalan? Kau meminta imbalan?" "Kau sudah tahu apa yang kuinginkan." Senyum miring tersungging di bibirnya. Dominic menarik dagu Celine dan membuat hidung mereka harus bersentuhan. "Ini masih terlalu pagi untuk kembali dan mendapat omelan mertuamu. Kita bisa melanjutkan kesenangan yang tertunda." C
Atmosfer ruangan terasa sangat tegang, saat seorang wanita paruh baya tengah duduk sembari menyilangkan kedua kaki. Mata tuanya menatap tajam sang anak dan wanita yang dia temui berada di rumah anaknya. "Bisa kalian jelaskan, apa yang sebenarnya terjadi di antara kalian? Terutama kamu, Dominic! Jelaskan semuanya pada Mama."Dominic masih terlihat santai. Perhatiannya terus tertuju pada Celine. Tidak menghiraukan keberadaan sang mama, dia justru mengusap lembut wajah wanitanya. Sayangnya, semua itu berlawanan dengan Celine yang ketakutan."Dominic! Jawab Mama!""Ma, Celine sedang sakit. Tidak bisakah kita membahasnya nanti?" tegurnya. Dominic merasakan Celine tengah ketakutan. Dulu dia pun begitu ketika Jerry berkata akan mengatakan ini pada orang tuanya, tapi sekarang ... dia sudah tidak peduli. Meski dia akan dibuang dan namanya dicoret dari daftar keluarga sekali pun."Karena itu, cepat jelaskan semuanya kalau kamu tidak mau Celine kenapa-kenapa!" desak D
Daisy dan Dominic terdiam melihat kemunculan Celine dari balik pintu. Wanita itu tidak benar-benar masuk dan beristirahat. Namun diam-diam mendengarkan. Suara Daisy yang terlampau keras saat berucap, tentu bisa sangat mudah didengar oleh Celine. Semua perkataannya tanpa terkecuali."Kau ... apa kau yang melakukannya?"Pertanyaan kembali berulang saat tidak ada jawaban yang keluar dari bibir keduanya. Matanya mulai berkaca-kaca. Namun tak sedikit pun, Celine bergerak dari tempatnya. Dia masih diam dan memandang lekat keduanya. Kenyataan ini, Celine harap tidaklah benar. Dia harap, Dominic tidak melakukannya. Bagaimana mungkin lelaki itu penyebab suaminya celaka?"Katakanlah sekarang. Celine harus tahu semuanya, apa yang terjadi satu tahun lalu dan apa yang terjadi beberapa bulan lalu. Mama tidak mau menyembunyikannya lagi."Dominic menatap ragu mamanya. Kedua tangannya mengepal erat. Sesaat, dia memejamkan matanya dan mengingat kembali peristiwa satu tahun lalu di
"Lepaskan Celine.""Tidak akan."Dominic menggelengkan kepalanya dengan tegas. Setelah mengantar Celine pulang ke rumahnya, kini dia harus kembali berhadapan dengan Daisy yang masih belum menentukan hukumannya. Sayangnya, Dominic tidak peduli dengan apa yang akan dilakukan mamanya. Asal itu tidak menghalanginya untuk bersama Celine."Sebenarnya apa yang kamu inginkan? Dia wanita yang sudah menikah!""Aku menginginkannya. Aku ingin membuat dia jadi menantu Mama."Daisy terkejut dan tanpa sadar menggebrak meja dengan keras. "KAMU GILA! Itu tidak bisa terjadi, dia memiliki suami!"Dominic tidak terusik sama sekali oleh perkataan Daisy. Dia justru bersandar sembari menyilangkan kedua kakinya. "Mama menginginkan dia jadi istriku 'kan? Aku akan mengabulkannya, tapi Mama harus membantuku untuk membuat Celine bercerai dengan suaminya."Daisy hampir tertawa mendengar perkataan anaknya. Dulu dia memang berpikir seperti itu, tapi merusak k
Dominic menatap kumpulan orang-orang yang menari di bawah lampu yang berkelap-kelip. Musik DJ menambah suasana di area dance floor semakin semarak. Namun tidak sedikit pun dia tertarik untuk ikut bercampur baur dengan mereka. Dia ke sini untuk melupakan patah hatinya karena seorang wanita. Meski tentu itu sulit. Sangat sulit.Sudah dua hari semenjak hubungannya dengan Celine ketahuan mamanya dan sejak itu pula, Celine menghindarinya. Dua hari, wanita itu selalu menghindar saat bertemu. Tidak menyapa dan pergi terburu-buru setelah memberikan berkas di kantor. Menyelesaikan tugas dengan cepat, lalu pulang lebih awal. Itu membuat hubungan mereka menjadi canggung. Mungkin lebih baik jika Celine marah dari pada mendiamkannya.Ini memang kesalahannya. Dia menutupi semuanya. Kecelakaan yang menimpa Rayyan dan keegoisannya yang menginginkan wanita itu ada di dekatnya. Ini salahnya, tapi Dominic tidak bisa mengatakan kalau dia menyesal. Kenyataannya, dia sangat menikmati
Dominic memasuki kantor dengan ekspresi tanpa semangat. Kepalanya masih berdenyut sakit karena dia minum terlalu banyak. Rasanya dia ingin tidur sepanjang hari, tapi pekerjaan hari ini begitu banyak. Dia juga ingin berbicara dengan Celine. Tentu setelah dirinya pulang dari klub, dia dimarahi habis-habisan. Dominic merasa seperti kembali menjadi anak kecil yang dimarahi orang tuanya karena melakukan kesalahan. Walau pun papanya hanya menegur tindakannya. Tidak seperti mamanya yang membuat gendang telinganya serasa ingin pecah."Pagi, Pak."Beberapa karyawan menyapa saat Dominic berjalan menuju lorong ke arah ruanganya. Namun hanya balasan dingin yang diterima. Bahkan lelaki itu tidak melirik dan hanya fokus menatap ke depan. Dominic terus berjalan seperti orang yang linglung. Tujuannya hanya satu, cepat sampai di ruangannya.Hingga akhirnya, dia berdiri tepat di ruangannya. Sebelum masuk, Dominic menghembuskan napas kasar. Setiap pagi, Celine biasanya sudah duduk
"Selamat, Nyonya, Anda sedang mengandung. Usia janin masih sekitar tiga minggu," ucap dokter wanita yang baru saja selesai memeriksa Celine. Menguatkan perkataan dokter sebelumnya yang mengatakan Celine tengah mengandung. Tentu saja bukan bahagia yang wanita itu rasakan, tapi rasa bingung.Sama halnya seperti apa yang dirasakan oleh Dominic. Lelaki itu bergeming di sebelahnya dan menatap Celine lekat. Sampai tiga menit berlalu, barulah Dominic mengalihkan pandangannya pada sang dokter. "Apa itu benar? Ini ... tidak salah 'kan?""Tidak, Tuan. Istri Anda sedang hamil," jawabnya dengan senyum lebar.Dominic melirik kembali ke arah Celine. Dia merasa canggung ketika sang dokter menyangka mereka suami-istri. "Hmm, baiklah. Terima kasih, Dok.""Sama-sama. Tolong perhatikan kondisi istri Anda. Nyonya Celine butuh asupan nutrisi dan pola makah yang teratur."Dominic tidak membalas. Dia hanya mengangguk sembari membawa Celine keluar dari ruangan. Wani